TEMPO.CO, Yogyakarta - Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) DI Yogyakarta menilai tingginya konsumsi masyarakat atas produk kopi saat ini di wilayah itu masih belum diimbangi dengan kecepatan produksinya.
"Kebutuhan kopi di DI Yogyakarta saat ini baru bisa tercukupi 10 persen dari produksi dalam daerah, 90 persen sisanya masih didatangkan dari luar daerah,” kata Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) DI Yogyakarta Sugeng Purwanto, Senin, 26 September 2022.
Sugeng mengatakan pemerintah pusat pekan lalu telah memberikan hibah 50.000 tanaman kopi untuk ditanam di area lereng Merapi seperti Kecamatan Turi, Pakem dan Cangkringan. Namun tentu saja, jumlah itu masih jauh dari kebutuhan asli di lapangan.
Yogyakarta pun mempersiapkan kawasan Sleman utara, khususnya daerah lereng Gunung Merapi agar bisa menjadi sentra penghasil kopi yang lebih produktif. "Melihat kondisi iklimnya, wilayah Sleman bagian utara yang terletak di dataran tinggi sangat berpotensi untuk menjadi sentra kopi. Kopi yang berkembang di Kabupaten Sleman adalah jenis robusta dan arabika," kata Sugeng.
Hanya saja, Sugeng tak menampik masih adanya kendala dalam peningkatan hasil panen yakni aspek produktivitas kopi di Yogyakarta ini, seperti pengolahan yang masih konvensional dan cara pengeringan yang masih dijemur. "Untuk membuat Sleman utara sebagai sentra kopi dapat terwujud ini butuh inovasi terus menerus demi menjaga produktivitasnya," kata dia.
Direktur Tanaman Tahunan dan Penyegar Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian Hendratmojo Bagus mengatakan pemerintah saat ini telah membuat Gerakan Tanam Kopi Indonesia (Gertaki) yang diluncurkan sejak awal 2022. Dari gerakan itu ada 50 ribu benih tanaman kopi atau setara dengan 50 hektare yang dihibahkan kepada Pemerintah DIY untuk ditanam, khususnya di area lereng Gunung Merapi.
"Tanah lereng Merapi yang mengandung debu vulkanik itu membawa material organik yang dapat mendukung dan merangsang pertumbuhan tanaman, termasuk tanaman kopi," kata Hendratmojo.
Bupati Sleman Kustini Sri Purnomo mengatakan kopi robusta saat ini lebih banyak dibudidayakan di Kabupaten Sleman daripada jenis Arabica. Untuk arabika, tercatat ada sekitar 36,6 hektare di tahun 2021, yang lahannya tersebar di Kecamatan Cangkringan, Turi, dan Pakem. Sementara untuk jenis robusta tercatat ditanam pada sekitar 17,95 hektare dan paling banyak di Cangkringan.
Lurah Kepuharjo Cangkringan Heri Suprapto mengaku bersyukur sejumlah kelompok tani di desanya mendapatkan bantuan bibit kopi dari pemerintah pusat. Ia berharap bantuan itu bisa dimaksimalkan sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan warga.
“Apalagi di kawasan Kepuharjo ini sejak beberapa tahun terakhir ini banyak sekali bermunculan kedai-kedai kopi yang selalu ramai wisatawan, pasarnya jelas maka harus dimaksimalkan," kata Heri.
Heri menjelaskan, di wilayah Kepuharjo Sleman sendiri terdapat dua kelompok pembudidaya kopi yang berasal dari empat padukuhan. Selama ini mereka melakukan usaha budi daya kopi di lahan seluas kurang lebih 20 hektare.
Baca juga: Alasan Sultan HB X Ingin Penanaman Kopi Gencar di Lereng Merapi
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu