TEMPO.CO, Lampung - Menjelang matahari memasuki peraduannya, Jumat 5 November 2021, rombongan Camper Van 08 Sriwijaya dari Kota Palembang dan Indralaya, Sumatera Selatan, nekat menggapai Pematang Sunrise di Desa Pelawi, Kampung Kayu Tabuh, Bakauheni, Lampung. Di depan mata tampak tanjakan terjal yang terdiri atas bebatuan dan tanah merah.
Untungnya sore itu cuaca bersahabat. Tanjakan tadi bukan satu-satunya ancaman. Pengemudi harus pandai mengendalikan laju kendaraanya karena badan jalan hanya cukup untuk satu kendaraan. Perjuangan sepanjang perjalanan yang gelap dan medan yang menantang tuntas manakala tiba di puncuk bukit.
Mata terpana dengan bentang alam bak lukisan. Cakrawala dan perbukitan yang menaungi ladang, tambak udang, dan dermaga pelabuhan Bakauheni. Di bagian tengahnya tampak pulau-pulau kecil penghias selatan Selat Sunda.
"Alhamdulillah, tidak sia-sia kita datang ke sini dengan pemandangan yang begitu menakjubkan," kata Arian, seorang peserta yang mengajak istri dan anak-anaknya dalam kemping. Arian yang selalu memimpin rombongan agak ketar-ketir selama perjalanan kali ini. Dia khawatir ada kendaraan peserta tidak bisa melewati rintangan karena mengalami over heat.
Belum terlalu puas menikmati pemandangan dari Pematang Sunrise, mengingat hari mulai senja, Awik Raswan, Ketua Camper Van 08 Sriwijaya, mengajak rombongannya untuk segera mendirikan tenda di alam terbuka. Dia pun membagi lapak-lapak kecil yang pas dengan ukuran tenda dan kendaraan yang dibawa oleh peserta.
Peserta Camper Van Sriwijaya mengintip matahari terbit dari dalam tenda di Pematang Sunrise, Bakauheni, Lampung. TEMPO | Parliza Hendrawan
Menjelang waktu Isya, sebagian peserta kemah sibuk di dapur masing-masing untuk menyiapkan makan malam. Tak lama berselang, aneka hidangan, seperti lauk pindang daging, sosis, ikan, mi instan, tersaji di atas alas terpal panjang. Canda tawa mengiringi makan malam bersama yang diterangi oleh sinar rembulan.
Pagi buta, anak-anak dengan didampingi oleh orang tuanya, bersiap menyambut munculnya matahari pagi. Orang bilang, melihat sunrise. Ada yang memilih mengintip dari balik tirai tenda, ada juga yang naik ke atas rumah pohon, atau duduk-duduk di depan tenda. Kamera bersiap menangkap momentum yang hanya berlangsung tidak lebih dari setengah jam itu.
"Kami berasal dari keluarga-keluarga dengan hobi yang sama dalam menikmati keindahan alam," kata Awik Raswan. Komunitas ini sering kemping bersama di alam terbuka. Mereka berwisata tanpa perlu memikirkan biaya hotel. Setiap peserta hanya wajib membayar parkir kendaraan dan tiket masuk ke kawasan kemping.
Baca juga:
Ada Bakauheni Harbor City Tahun Depan, Destinasi Wisata Baru di Lampung Selatan
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.