TEMPO.CO, Jakarta - Mungkin sebagian Anda sudah sangat gatal ingin jalan-jalan dan naik pesawat, tapi bingung soal keamanannya di masa pandemi ini. Hal itu pun terjadi kepada saya saat hendak ke Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur dari Jakarta. "Datang lebih awal ya, biasanya antre validasi kesehatan panjang," kata teman saya menyarankan pada 21 November 2020, atau satu hari sebelum keberangkatan saya.
Saya yang pernah ketinggalan pesawat di Terminal 3 Soekarno Hatta tentu saja menganggap serius anjuran teman saya itu. Maklum, dia baru dua pekan lalu berangkat ke Padang, Sumatera Barat dari Jakarta dengan maskapai yang sama dengan saya, Garuda Indonesia. Pada hari keberangkatan, 22 November 2020, saya sampai tiba 5 jam lebih awal dari waktu keberangkatan. Tidak disangka, perjalanan dengan Damri, dari Bekasi ke Soekarno Hatta yang bisa memakan waktu 3 jam bila macet, hanya berlangsung 55 menit saja.
Ahad pagi pukul 07.00, Terminal 3 Soekarno Hatta terlihat sepi. Saya langsung melewati Security Check Point 1 untuk meyakinkan petugas keamanan bandara atau aviation security, saya tidak membawa benda tajam. Selesai melewati X Ray, saya diminta langsung mendatangi pos validasi kesehatan. Beberapa petugas kesehatan yang berada di balik loket berkaca transparan itu mengenakan alat pelindung diri (APD) lengkap. Terlihat beberapa petugas dengan APD menangani calon penumpang pesawat yang harus melakukan rapid test di bandara.
Saya, yang sudah melakukan rapid test sepekan sebelumnya di puskesmas, ditangani oleh petugas yang mengenakan face shield dan masker, serta sarung tangan. Melihat hasil tes saya yang menunjukkan tanda non-reaktif, si petugas langsung memberikan cap bertuliskan epidemiological surveillance service Government of Indonesia, paraf, serta cap tanggal keberangkatan saya. Surat itu seolah menjadi paspor utama saya saat hendak naik pesawat di saat pandemi ini.