TEMPO.CO, Mataram - Demi membangkitkan kembali sektor pariwisata di Nusa Tenggara Barat, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bersama Dinas Pariwisata NTB menyelenggarakan Lombok Sumbawa Rebound Fair di Lombok Epicentrum Mal.
Acara itu memberi kesempatan bagi pelaku wisata, mulai dari pengelola hotel dan restoran hingga agen pariwisata untuk menawarkan jasanya kepada para calon wisatawan.
Koordinator Pemasaran Pariwisata Regional I Area III Kemenparekraf, Bulqis Chairina mengatakan Rebound Lombok Sumbawa Fair 2020 merupakan bagian dari rangkaian kegiatan misi penjualan Kemenparekraf yang dilakukan di enam daerah di Indonesia, termasuk Lombok. Kegiatan yang sama juga dilaksanakan di Yogyakarta, Malang, Batam, Bandung dan Padang.
Bulqis mengatakan Lombok dipilih sebagai salah satu daerah kegiatan karena Lombok masuk dalam salah satu destinasi superprioritas nasional. Selain itu, potensi pariwisata Lombok diakui sangat luar biasa. "Ini dilakukan untuk membangkitkan kondisi pariwisata yang terdampak pandemi saat ini," kata dia, Sabtu, 21 November 2020.
Menurut Bulqis, sejak Juni hingga Desember mendatang Kemenparekraf terus melakukan kegiatan-kegiatan strategis guna mengatasi dampak pandemi di sektor kepariwisataan. Kegiatan itu antara lain bantuan peralatan dan fasilitasi tenaga medis kepariwisataan, pemberian bantuan untuk SDM pariwisata yang terdampak hingga sertifikasi CHSE gratis untuk para pelaku industri pariwisata di Indonesia.
Lombok Sumbawa Rebound Fair 2020 berlangsung selama dua hari, Sabtu dan Ahad, 21 - 22 November 2020.
''Tidak pernah terpikirkan pandemi Covid-19 ini. Kami sedang berusaha bertahan melalui kegiatan ini,'' kata Kepala Dinas Pariwisata NTB Lalu Moh Faozal.
Menurut dia, ada 29 ribu orang pekerja pariwisata yang terdampak, diantaranya 700 orang telah terkena pemutusan hubungan kerja, selain yang dirumahkan atau bekerja bergilir (shift).
Ketua Gili Hotel Association (GHA) Lalu Kusnawan yang juga General Manager Wilson Retreat di Gili Trawangan mengatakan sudah ada transportasi kapal cepat yang melayani Bali - Gili Trawangan seminggu tiga kali. Rata-rata membawa 30 sampai 40 orang setiap trip. ''Tetapi belum besar jika dilihat ketersediaan akomodasinya. Seribu orang yang datang belum kelihatan,'' ujarnya.
Di Gili Trawangan, ada 450 properti yang selama ini melayani wisatawan, utamanya mancanegara. Sebelum pandemi yang datang bisa mencapai 3.000 orang. Kalau setiap properti memiliki 10 kamar maka berarti jumlah kamarnya 4.500.
Menurut Lalu, jika ratusan properti itu ditutup maka akan rusak karena tak beroperasi. Sedangkan jika beroperasi, membutuhkan biaya perawatan hingga Rp 80 juta perbulan.
Ia pun menyatakan 99,9 persen properti di Gili sudah siap sesuai protokol kesehatan melayani calon wisatawan yang datang dengan pemenuhan aspek Cleanliness (Kebersihan), Health (Kesehatan), Safety (Keamanan) dan Environment (Ramah lingkungan).
Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah NTB Anita Achmad yang juga pemilik hotel Grand Legi di Mataram mengajak pelaku usaha perhotelan memberikan harga kamar yang menarik calon wisatawan. ''Sudah banyak yang mengabarkan relasi di Jakarta yang ingin berlibur akhir tahun di Lombok,'' ucapnya.
Dikatakan pula bahwa Lombok masih bisa dikunjungi wisatawan nusantara dari berbagai daerah di Indonesia. ''Lombok masih beruntung bisa dikunjungi wisatawan nusantara,'' kata Anita membandingkan dengan Singapura.
Masyarakat pariwisata pun menyiapkan Pekenan Daya di Gili Trawangan pada 12 dan 13 Desember 2020. Dari bahasa Sasak, pekenan berarti pasaran dan daya adalah identik sebagai sebutan lokal wilayah Lombok Utara. ''Pekenan Daya untuk mengangkat kembali geliat pariwisata khususnya di 3 Gili, terutama untuk pasar wisatawan domestik,'' kata Lalu Kusnawan.
Kegiatan itu antara lain akan memperkenalkan beberapa inovasi makanan dan minuman tradisional Lombok Utara, pameran dan pasar kerajinan dan kuliner khas Lombok Utara, Pagelaran Budaya dan kesenian Lombok Utara.