TEMPO.CO, Jakarta - Tiga monyet yang salah satu menutup mata, ada yang menutup telinga, dan menutup mulut. Patung ketiganya terdapat di Kuil Toshogu, Kota Nikko, Perfektur Tochigi, Jepang. Tiga monyet itu melambangkan tidak melihat hal yang jahat, tidak mendengar hal yang jahat, tidak berbicara tentang hal yang jahat.
Persoalannya mengapa prinsip bijak ini dikaitkan dengan monyet? Prinsip ini sudah hidup sejak era Kong Hu Cu atau Konfusius, yang disusun selama periode negara-negara berperang di Tiongkok sekitar 500 tahun sebelum Masehi.
Saat itu terdapat pepatah “Jangan lihat apa yang bertentangan dengan kesopanan; jangan dengarkan apa yang bertentangan dengan kesopanan; jangan berbicara apa yang bertentangan dengan kesopanan; tidak membuat gerakan yang bertentangan dengan kesopanan. "
Sebagaimana dinukil dari Atlas Obscura, pada suatu waktu, sekitar abad ke-8, para biksu Buddha membawa pepatah tersebut ke Jepang. Itu akhirnya diterjemahkan ke dalam kata "mizaru, kikazaru, iwazaru," yang berarti "tidak melihat, tidak mendengar, katakan tidak." Sementara -zu/-zaru adalah sufiks umum (meskipun kuno) yang digunakan untuk meniadakan kata kerja, saru — atau, sebagai sufiks, -zaru — berarti "monyet" dalam bahasa Jepang. Tak perlu dikatakan, hal ini menyebabkan asosiasi pepatah dengan monyet.
Secara historis, motif tiga ekor monyet dapat ditemukan di seluruh Asia. Beberapa orang percaya bahwa itu dibawa ke Cina dari India melalui Jalur Sutra, dan kemudian ke Jepang. Pada periode Edo, yang berlangsung dari 1603 hingga 1868, tiga monyet sering digambarkan dalam patung Buddha, seperti sahabat dewa rakyat Shomen-Kongo.
Pada tahun 1617, Kuil Toshogu dibangun di Nikko dan didedikasikan untuk Tokugawa Ieyasu, shogun pertama dari Keshogunan Tokugawa yang didewakan secara anumerta. Ini terkenal karena relief "Tiga Monyet Bijak", dikaitkan dengan Hidari Jingoro, seorang pematung legendaris yang keberadaannya menjadi bahan perdebatan. Ini menggambarkan tiga kera Jepang yang mewakili prinsip tidak melihat (Mizaru), tidak mendengar (Kikazaru), dan tidak mengatakan (Iwazaru).
Kuil Toshogu dikunjungi 2 juta wisatawan lebih setiap tahun, yang membuat para biksu dan staf kerja lembur membersihkan kuil. Foto: @denserdid
Relief khusus ini diperkenalkan ke dunia barat selama era Meiji (1868-1912), yang mengarah ke ungkapan "tidak melihat kejahatan, tidak mendengar kejahatan, jangan berbicara jahat".
Menurut The Asahi Shimbun, Kuil Toshogu dikunjungi 2 juta lebih wisatawan setiap tahunnya. Menjadikannya salah satu kuil paling populer di Jepang. Saking banyaknya pengunjung, para biksu dan staf sering lembur membersihkan kuil, bahkan saat pintu kuil sudah ditutup.
ATLAS OBSCURA | THE ASAHI SHIMBUN