TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Bidang Penyelenggaraan Event Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Rizki Handayani mengatakan, industri MICE memegang peranan penting dalam pendapatan Produk Domestik Bruto (PDB) tanah air.
Data dari Event Industri Council pada 2018 menyebutkan, tahun 2017 industri MICE di Indonesia menghasilkan PDB total US$7,8 miliar dan menciptakan 278.000 lapangan pekerjaan.
"Wisatawan MICE memiliki tingkat rata-rata lama tinggal dan ASPA (Average Spending per Arrival) lebih tinggi dibanding wisatawan leisure. Wisatawan MICE rata-rata punya kemampuan pengeluaran US$2.000 per hari dengan rata-rata lama menginap selama lima hari," kata Rizki Handayani.
Namun, kondisi itu belakangan berubah seiring pandemi COVID-19 yang juga memukul industri MICE. Pandemi Covid-19 berdampak kuat terhadap penyesuaian dalam penyelenggaraan pertemuan internasional baik pembatalan, penundaan, perubahan lokasi, dan sebagainya. Asia Pasifik tercatat sebagai kawasan yang paling terdampak.
Data International Congress and Convention Association (ICCA) menyebutkan, hingga 6 April 2020 terjadi penyesuaian terhadap 48 persen pertemuan atau terhadap 1.749 pertemuan internasional yang diadakan selama periode Februari hingga Juni 2020.
Sementara di Indonesia, data dari IVENDO menyebutkan telah terjadi 96,4 persen penundaan dan 84,8 persen pembatalan event di 17 provinsi. Estimasi kerugian dari 1.218 organizers di seluruh Indonesia antara Rp2,7-6,9 triliun. Serta berdampak pada total 90.000 pekerja.
"Pandemi Covid-19 berdampak pada 90 persen pembatalan atau penundaan event sampai akhir 2020," kata Rizki Handayani.
Untuk menanggulangi penyebaran Covid-19, pemeruntah berharap industri MICE siap dan mengantisipasi perubahan yang akan terjadi dalam penyelenggaraan MICE ke depan. Pasalnya, pandemi Covid-19 mengubah prilaku wisatawan MICE, yang akan lebih fokus dalam memperhatikan faktor-faktor terkait kebersihan, keamanan dan kenyamanan.
Serta yang tidak kalah penting adalah terjadinya disrupsi teknologi. Hal itu dikarenakan akselerasi teknologi digital dan informasi lebih cepat dari yang seharusnya. Akan terjadi pergeseran dari offline ke online ataupun perpaduan antara kegiatan online dan offline.
Adanya faktor disrupsi membuat acara online dan offline saling mendukung dan melengkapi. Event virtual memperluas potensi audiens dan membangun revenue stream yang baru. Kegiatan bersifat online bakal jadi new normal.
Sementara itu, untuk menggeliatkan bisnis MICE, acara-acara domestik dengan penyelenggara acara (event organizer) dalam negeri mendapat prioritas.
"Nantinya kami akan mendorong untuk menggeliatkan pasar domestik lebih dulu agar kembali mulai melaksanakan kegiatan MICE di destinasi. Termasuk di dalamnya kami dorong pertemuan-pertemuan pemerintah dan korporasi agar lebih banyak di dalam negeri," kata Rizki Handayani.
Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Kemenpar Rizki Handayani memberi pemaparan tentang MICE Indonesia. Foto: Kementerian Pariwisata
Namun ia menekankan, pelaksanaan kegiatan di destinasi nantinya akan melihat kesiapan daerah. Kemenparekraf telah menyusun protokol kenormalan baru pariwisata untuk nantinya diterapkan ketika suatu daerah telah dinyatakan siap.
"Pelaksanaan tahapan-tahapan ini harus diawasi dengan ketat dan disiplin serta mempertimbangkan kesiapan dan peran Pemerintah Daerah dalam pengawasan dan evaluasi," kata dia.