TEMPO.CO, Buleleng - Ngarai Bulelang berlokasi di sisi utara kaldera raksasa Buyan-Beratan—yang selama ini lebih terkenal sebagai kompleks pariwisata Bedugul—wilayah selatan Kabupaten Buleleng yang berbukit-bukit menyimpan banyak wahana canyoning. Atlas mencetak dengan jelas ratusan sungai berjajar dari sana menuju pantai utara Pulau Bali.
Michael Denissot, Co-Chairman International Canyoning Organization for Professionals, hakulyakin hampir semua sungai dan ngarai yang sebagian besar belum tereksplorasi itu tak kalah dibanding Tukad Banyu Mala. Menurut dia, kombinasi sungai, batuan padas, dan hutan di sepanjang lembah menjadikan Buleleng Selatan—dan Bali pada umumnya—sebagai lokasi canyoning (susur ngarai, goa, dan sungai) terbaik di dunia. "Kalian hanya akan menemukan tebing batu di Eropa," katanya.
Salah satunya Tukad Yeh Kebus—dalam bahasa Bali berarti sungai air panas—yang ada Desa Gitgit, sekitar 13 kilometer ke arah selatan dari Kota Singaraja. Ngarai panjang yang membelah sisi timur dan barat desa ini menawarkan belasan air terjun, bahkan mungkin lebih jika air terjun mini juga dihitung.
Tiga hari sebelum terjun ke ngarai Aling-aling, Agoeng Wijaya dan Wahyu Setiawan mencobanya, juga dipandu Supii Liem dan Abraham Firmansyah. Berbeda dengan Banyu Mala, yang berisi tebing-tebing menjulang, Tukad Yeh Kebus menawarkan pemandangan hutan yang menjadi pagar jurang. Di sini lompatan tertinggi hanya sekitar enam meter.
Kejutan muncul ketika kami rappelling dari ketinggian 17 meter, tepat di sebelah Air Terjun Bertingkat, yang menjadi garis akhir petualangan. Firman yang berjaga di bawah menghentikan kami di ketinggian lima meter dari permukaan kolam. Bergantian dia menuntun kami menapaki batu padas di tepi tebing, mendekati lidah air terjun yang menderu.
Bak tirai raksasa, derai air terjun itu ternyata menyembunyikan sebuah gua. Dari balik air terjun yang bergemuruh, kami melompat ke kolam. Kali ini tepat ke kaki air terjun. Sebuah akhir yang sekali lagi memompa adrenalin setelah dentuman air bertubi-tubi menghantam helm ketika saya berupaya kembali ke permukaan.
Kolam berwarna hijau zamrud, yang terbentuk dari air terjun TEMPO/Wahyu Setiawan