“Rasanya enggak nyampur. Sesuai dengan karakteristik masing-masing,” kata Yoyok sambil menunjuk contoh tanaman hasil okulasi antara Robusta dengan Arabica.
Suasana perkebunan kopi MesasTila Resort & Spa di Desa Losari, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang, 11 Juli 2019. TEMPO/Pito Agustin Rudiana
Selama perjalanan menyusuri kebun, para peserta tur menikmati pemandangan bunga-bunga kopi yang berwarna putih. Mahkotanya muncul menggerombol pada cabang-cabang batang. Dari kejauhan seperti butiran-butiran salju yang jatuh pada batang-batang pohon.
Harum bunga kopi pun menyebar semerbak. Menurut Yoyok, bunga-bunga itu penanda hujan yang akan muncul di tengah-tengah musim kemarau.
Perjalanan itu tuntas dengan merebahkan punggung di kursi warung kopi sekaligus tempat roasting kopi. Di atas tungku pembakaran, dua pekerja sedang tekun menggoreng 30 kg kopi di atas penggorengan yang lebar secara manual.
“Dari bau dan asapnya. Kalau asapnya sudah mengepul itu tanda akan masak. Dan asap itu memunculkan bau kopi matang yang khas,” kata penggoreng kopi, Khaerudin, 21 tahun yang melakukan roasting 2-3 kali sebulan.
Sayangnya, kopi yang ditanam dan diproduksi di sana tak dijual bebas di pasaran. Hanya dikonsumsi bagi tamu yang menginap maupun peserta tur. Juga disediakan dalam pouch atau kanting ukuran tertentu untuk dijual di penginapan itu sendiri dalam bentuk bubuk maupun biji.
Meski demikian, pihaknya juga melayani pembelian lewa paket ke penginapan. Biasanya dilakukan tamu turis asing yang pernah menginap. Semisal pengiriman ke Eropa