TEMPO.CO, Magelang - Robusta atau juga disebut kopi jawa, banyak disukai masyarakat. Aromanya yang kuat dan rasanya yang pekat, membuatnya jadi kopi paling popular di warung-warung kopi.
Kopi robusta Losari adalah salah satu yang terbaik di kelangan penggemar kopi robusta. Kopi Losari yang terbaik dihasilkan di area Losari Plantation Coffee Resort & Spa di Desa Losari, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang.
Pemiliknya, Gabriella Teggia menamai kopi produk kebunnya dengan Kopi Losari – sesuai nama resor yang dimilikinya itu. Namun sejak resor Losari berganti manajemen, MesaStila Resort & Spa pada 2011, Kopi Losari pun berganti nama Kopi MesaStila. Meski brand berubah, cita rasa kopi robusta Losari tak berubah.
Sebelum tur dimulai, TEMPO sempat mencicipi seduhan kopi robusta MesaStila dengan gula aren dari sadapan pohon nira. Cara lain menikmati kopi, dengan mengunyah biji kopi hangat bersama gula aren. Sensasi rasanya mirip permen kopi.
Proses sangrai manual kopi dalam cofee tour di warkop di tengah perkebunan kopi MesasTila Resort & Spa di Desa Losari, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang, 11 Juli 2019. TEMPO/Pito Agustin Rudiana
Perkebunan kopi MesaStila memiliki luas total 11 hektare, para peserta tur umumnya adalah para tamu resor. Bagi pengunjung non-tamu dikenakan tarif Rp200.000 per orang. Setiap tur ditemani pemandu, yang mengajak peserta belajar mengenai kopi robusta Losari.
Tur kian menyenangkan, karena seluruh peserta diajak berjalan kaki menyusuri perkebunan. Ujungnya, mereka singgah di warung kopi yang dikelola MesaStila Resort & Spa, untuk menikmati secangkir kopi robusta Losari.
Duty Manager MesaStila Resort & Spa, Yoyok Widyo Pramono yang memandu tur menjelaskan, Desa Losari berada di ketinggian 687 meter di atas permukaan laut (mdpl). Lahannya lebih bersahabat dengan kopi robusta dan liberika – yang kerap disebut kopi exelsa atau kopi lanang. Menurut Yoyo, kopi arabika juga bisa tumbuh di Losari, namun perkebunan kopi robusta lebih mendominasi.
“Kopi arabika biasa tumbuh pada ketinggian di atas 1.000 mdp. Sedangkan kopi robusta maupun liberika antara 300-900 mdpl. “Tapi jumlah arabika dan liberika di sini sedikit. Tak sebanyak robusta,” kata Yoyok.
Kopi termasuk tanaman yang jarang panen, hanya sekali panen dalam setahun. Tepatnya pada awal musim kemarau, mulai Juli hingga September, “Dalam satu pohon, biji kopi yang matang tak bersamaan. Biasanya satu gerombol ada yang merah dan masih ada yang hijau,” kata Yoyok.
Biji kopi yang terbaik adalah yang matang berwarna merah kehitaman. Usai pemetikan pertama, petani akan kembali memetik pada 7-10 hari kemudian untuk menunggu yang hijau matang, “Begitu seterusnya hingga 3-4 bulan. Satu pohon kopi bisa menghasilkan 3,5-5 kilogram biji yang dipanen,” ujar Yoyok.
Tahun ini, tak banyak kopi yang bisa dipanen. Pasalnya, dari 11 hektare kebun hanya 12.500 yang produktif dari angka ideal 15.000 pohon. Dari angka pohon kopi produktif, ternyata terdapat 2.000-an pohon kopi yang harus diremajakan.
Pohon kopi robusta mulai siap panen pada usia lima tahun, sementara masa produktifnya mencapai 60-70 tahun. Pada 2018, dari sekitar 10.000-an pohon yang dipanen menghasilkan 12 ton kopi basah. Setelah dijemur selama 10 hari, beratnya susut hingga 3 ton saja. Dengan kata lain, perbandingan kuantitas kopi basah dengan kopi kering adalah 4:1.
Kopi kering tersebut dikupas dan disimpan digudang untuk proses fermentasi minimal dua tahun. Semakin lama proses fermentasinya semakin mengurangi kadar kafein dan keasaman dalam kopi, “Proses fermentasi tercepat adalah kopi luwak. Karena hanya semalam diolah di lambung luwak,” kata Yoyok. Tak heran, kopi luwak harganya tinggi di pasaran.
Di perkebunan MesaStila juga menerapkan teknik okulasi silang antara robusta dengan arabika, ataupun robusta dengan arabika. Teknik tersebut cukup membantu petani yang kekurangan lahan.