TEMPO.CO, Yogyakarta - Desa Wisata Flory atau dikenal juga dengan Kampung Flory di Kabupaten Sleman Yogyakarta tak hanya menjadi destinasi yang menyediakan wahana alam unik khas pedesaan bagi wisatawan. Apa lagi istimewanya?
Baca juga: Mengintip Kuliner Juragan dan Priyayi di Kampung Flory Yogya
Perlahan namun pasti, desa wisata ini tumbuh menjadi tumpuan pergerakan perekonomian lokal warga sekitar. Kampung Flory dikelola sendiri pemuda desa setempat yang jumlahnya sekitar 40 orang.
"Yang kami rekrut untuk mengelola kampung Flory ini kebanyakan pemuda putus sekolah," ujar Ketua Desa Wisata Flory Mujiyono saat ditemui Rabu 13 Maret 2019.
Para pemuda putus sekolah itu lantas dididik bagaimana menata dengan baik desa wisata yang.baru beroperasi resmi sejak 2016 itu, sehingga dapat tumbuh besar dan bisa menjadi penggerak perekonomian bersama.Spot di Desa Wisata Kampung Flory Di Kabupaten Sleman Yogyakarta. TEMPO/Pribadi Wicaksono
Usaha itu membuahkan hasil. Rata-rata tiap pekan 700 wisatawan berkunjung ke desa wisata itu.
Mujiyono menuturkan sejak kampung Flory beroperasi, usaha mikro kecil menengah (UMKM) di desa itu ikut tumbuh. Sejumlah penduduk desa juga turut membuka usaha kecil-kecilan di luar atau dalam area kampung Flory.
Dengan makin intensnya kunjungan wisatawan ke Kampung Flory, ujar Mujiyono, pengelolaan desa wisata itu mulai mendapat kepercayaan.
"Kami tetap berupaya menggandeng investor ikut mengembangkan Kampung Flory ini, dengan mekanisme meminjam modal lalu mengembalikan dalam waktu tertentu atau melalui program CSR," ujarnya.
Mujiyono menuturkan Kampung Flory masih membutuhkan biaya besar untuk pengembangan fisik yang tak mungkin hanya mengandalkan unit usaha yang dimiliki seperti sentra kuliner maupun layanan outbond saja. Terlebih akses masuk destinasi wisata itu masih gratis.
"Semakin tertatanya kampung wisata ini dan kunjungan meningkat, perekonomian warga sekitar khususnya UMKM akan ikut meningkat," ujarnya.
Berikutnya, bagaimana Kampung Flory bisa mengentaskan kemiskinan?