TEMPO.CO, Malang - Memperingati tahun baru Imlek 2570, sejumlah pusat perbelanjaan, hotel, dan restoran di Malang menggelar berbagai acara. The Shalimar Boutique Hotel di Jalan Cerme Kota Malang turut memeriahkan Tahun Baru Imlek dengan memasang ornamen khas Cina di setiap sudut hotel.
Baca: Mau Beruntung di Tahun Baru Imlek? Tanam 4 Jenis Tanaman Ini
Lampion merah terpasang di sejumlah bangunan utama hotel. Lampion dan pohon angpao berwarna merah juga terpajang di restoran hotel. Alunan lagu khas negeri Tirai Bambu juga terus mengalun tanpa henti. Para pegawai yang melayani tamu, juga mengenakan pakaian berwarna merah. Tak ketinggalan aroma dupa meruap menyapa pengunjung di lobi hotel.
Para tamu yang ingin merayakan Imlek dengan sajian spesial bisa mencoba aneka hidangan khas Imlek di Restoran De Hemel. Saat masuk setiap tamu disambut tujuh jenis dimsum kukus dan tujuh dimsum goreng. Dimsum kukus terdiri dari siomay, bakpau kacang, bakpau ayam, sit kau, udang api li, ikatan sayur, dan kaki ayam. Dimsum goreng terdiri dari gigi naga, cakue udang, udang tofu, bitan kwotie, udang tanduk, wuko, dan pangsit goreng.
Aneka dimsum yang disajikan di The Shalimar Boutiqe Hotel untuk menyambut Tahun Baru Imlek. TEMPO | Eko Widianto
"Para tamu juga bisa mencicipi masakan lontong cap gomeh yang biasa tersaji saat Tahun Baru Imlek," kata Juwita Putri, Food and Beverage Supervisor The Shalimar Boutique Hotel, Selasa 5 Februari 2019. Tak lupa jeruk mandarin sebagai buah yang wajib ada saat perayaan Imlek.
Baca juga: Saat Perayaan Imlek, Kelenteng di Bandung Terbakar
The Shalimar Boutique Hotel terbilang unik karena termasuk bagunan cagar budaya. Adalah komunitas freemason yang membangunnya pada tahun 1933. Bangunan itu didesain oleh Ir. Muller dengan arsitektur bergaya Niuwe Bowen yang merupakan arsitektur modern Belanda pada masa itu. Ir Mueller mengadptasi beberapa ruangan agar sesuai dengan iklim tropis.
Karakteristik arsitektur Nieuwe Bouwen meliputi transparansi, ruang, cahaya dan udara. Konstruksi menggunakan bahan modern dan bangunan simetris. "Sirkulasi udara bagus, jadi ruangan selalu terasa adem," kata Agoes Basoeki, Manager Affair The Shalimar Hotel Boutiqe.
Manager Affair The Shalimar Boutiqe Hotel, Agoes Basoeki menunjukkan foto lama bangunan yang menjadi markas Freemason. Logo Freemason terpampang di depan bangunan. TEMPO | Eko Widianto
Bukti bangunan tersebut merupakan markas komunitas Freemason tersimpan di sebuah foto lawas. Foto dipajang di dinding lobi hotel dengan logo Freemason. Huruf G diapit sebuah jangka dan huruf V besar. Bangunan ini merupakan loji atau loge bagi markas Freemason.
Berdasarkan Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1964 karya Dr Th. Stevens terbitan Pustaka Sinar Harapan 2004 menjelaskan komunitas freemason awalnya beranggotakan orang Belanda kemudian diikuti tokoh ningrat pribumi berpendidikan. Mason Bebas menjadi organisasi pembawa dan penyebar pikiran pencerahan humaniter dan menjadi sekolah untuk menggembleng anggotanya.
Mereka menggunakan loji atau loge untuk beraktivitas. Komunitas ini lantas dibubarkan Presiden Sukarno pada 1964. Bangunan sempat berubah fungsi menjadi Societeit bagi komunitas Belanda untuk bertemu, makan-makan, dan berdansa.
Pada 1964 bangunan tersebut menjadi gedung stasiun RRI Malang. Pada 1993 PT Cakra Nur Lestari melakukan tukar guling, pada 14 Desember 1994 difungsikan sebagai hotel Malang Inn. Lantas 1995 berganti nama menjadi Graha Cakra dan 2015 berganti nama menjadi The Shalimar Boutiqe Hotel.