TEMPO.CO, Yogyakarta - Perayaan Grebeg Maulud yang digelar Keraton Yogyakarta di Masjid Kauman dipadati ribuan warga dari Yogya maupun luar daerah pada Rabu, 21 November 2018. Sebagian warga bahkan tampak sudah mengantre di sekitar Alun Alun Utara dan Masjid Gedhe Kauman demi menyaksikan arak-arakan gunungan berisi hasil bumi keluar dari Keraton Yogya.
Ada tujuh gunungan berisi hasil bumi yang masing-masing akan dibawa dari keraton menuju tiga titik. Sebanyak lima gunungan di bawa ke Masjid Gedhe Kauman, satu gunungan ke Kantor Gubernur Kepatihan dan satu gunungan ke Pura Pakualaman.
"Udah dari pagi duduk di sini nunggu acaranya mulai, biar dapat tempat enak melihat acaranya kalau datang pagi," ujar Tina, 56 tahun, wisatawan asal Palu Sulawesi yang datang ke Masjid Kauman sejak pukul 07.30 WIB.
Ibu yang tengah menengok anaknya yang menempuh kuliah di Universitas Ahmad Dahlan Yogya itu memilih menunggu grebeg di dalam kompleks masjid Kauman sembari menyantap nasi gurih, jajanan khas yang hanya ada saat peringatan Maulud di Masjid Kauman. "Kalau datang siang udah nggak bisa masuk, semua jalan ditutup, jadi mending pagi," ujarnya.
Dua di antara empat gajah yang mengawal Gunungan Grebeg Maulud di Yogyakarta, 21 November 2018. Tempo/Pribadi Wicaksono
Selama prosesi grebeg yang dimulai sekitar pukul 10.00 WIB petugas Kepolisian Resort Kota Yogya tampak melakukan rekayasa lalu lintas dengan menutup sementara sejumlah akses menuju keraton. Misalnya, Jalan Senopati, KH Ahmad Dahlan, juga Jalan Kauman dan Wijilan. Jalur Malioboro juga sempat disterilkan untuk memberi jalan arak-arakan gunungan yang dikawal dua ekor gajah menuju Kompleks Kantor Gubernur Kepatihan.
Udara panas yang menyelimuti Yogya selama prosesi grebeg pun tak menyurutkan niat warga untuk memperebutkan hasil bumi gunungan usai didoakan. Meski resiko tersikut, terjatuh, bahkan terinjak saat berebut, warga seolah tak peduli.
Gunungan hasil bumi yakni gunungan Lanang, Setri, Darat serta Pawuhan di Masjid Kauman langsung ludes dalam sekejap diperebutkan warga begitu petugas keamanan memperbolehkan masyarakat masuk ke area gunungan yang awalnya dibatasi tali tambang.
Baca Juga:
Kuliner Nasi Gurih dan Bahan Nginang Diburu saat Kondur Gangsa
Pameran Audio Lawas di Yogyakarta, Ada Gramafon Edison
Para warga yang berhasil mendapat sesuatu dari gununganan itu tampak sumringah karena percaya apa yang ia peroleh akan mendatangkan berkah. "Saya dapat potongan bambu saja, enggak papa, nanti ditanam dekat warung agar laris," ujar Supriatin, warga asal Prambanan yang ikut berebut dan terjatuh.
Sedangkan prosesi grebeg di Kantor Gubernur Kepatihan juga tak kalah meriahnya. Warga sudah mulai bersiap untuk menyambut gunungan itu ketika gajah-gajah pengawal gunungan memasuki pintu sisi selatan Kepatihan. Tak berapa lama setelah didoakan gunungan di Kepatihan juga langsung diperebutkan warga hingga habis tak bersisa.
Abdi dalem yang juga panitia Grebeg Maulud, Suhartono mengatakan
gunungan yang dibawa ke Kepatihan dan Pakualaman masing-masing di kawal dua ekor gajah. Gajah gajah itu merupakan milik Kebun Binatang Gembira Loka.
Suhartono menuturkan selama pelaksanaan Grebeg Maulud, kunjungan ke museum Keraton Yogya diliburkan. "Museum Keraton baru kembali dibuka untuk wisatawan pada hari Kamis (22/11)," ujarnya.
Gunungan yang dibawa dalam gerebeg Maulud ini sebagai simbol berkah keselamatan dari raja dan rakyatnya. Masyarakat yang hadir biasanya akan berebut hasil bumi dari gunungan itu dan membawanya pulang untuk disimpan.
PRIBADI WICAKSONO