TEMPO.CO, Jakarta - Ubud dan seni adalah dua hal yang konon tak terpisahkan. Secara turun-temurun, kota yang berlokasi di perut Pulau Dewata ini populer dengan sebutannya sebagai pusat kesenian.
Baca juga: Ngopi Asyik di Kedai Kopi Kota Tua
Sejumlah seniman kawakan pernah memutuskan menghabiskan waktunya untuk berkarya di Ubud. Sebutlah Antonio Blanco yang kini punya Museum Blanco di Ubud. Ada juga Rudolf Bonnet, pelukis berkebangsaan Belanda, yang mendirikan Golongan Pelukis Ubud pada 1950-an lalu.
Di semua banjar atau dusun, karya-karya perupa bisa ditemui di mana pun. Ide-ide seni dituangkan dalam medium yang kadang-kadang di luar dugaan. Semisal di kursi-kursi plastik, di tatakan minuman, atau di tempat penyangga atap.
Keunikan semacam ini salah satunya dapat ditemukan di kafe bernama Seniman Coffee yang berlokasi di Jalan Sriwedari Nomor 5, Ubud. Kafe yang salah satu pemiliknya adalah arsitek kopi, yang juga Q grader, Rodney Glick, tersebut lekat dengan konsep yang artsy.
Bangunan dua lantai kafe ini disulap seperti studionya para seniman. Bagian mula-mula yang paling mencolok adalah interior dan perabotannya. Misalnya kursi.
Kursi yang dipakai di Seniman Coffee adalah kursi plastik yang acap ditemukan di warteg. Namun bagian bawahnya dilapisi kayu berbentuk melengkung sehingga menyerupai kursi goyang. Kursi ini punya sebutan khusus, yakni “the bar rocker”. Seorang barista sedang menyeduh kopi di Seniman Coffee, Ubud, Minggu, 11 Februari 2018. Tempo/FRancisca Christy Rosana
“Istriku kalau ke sini cuma pingin duduk di kursi goyangnya. Unik sih,” kata Priyo, salah satu pelanggan yang berdomisili di Kuta Selatan, saat ditemui pada Minggu, 11 Februari 2018.
Begitu juga dengan perlengkapan lainnya, seperti gelas air putih yang dibuat dari botol kaca bekas bir. Ada pula tatakan kopi yang didesain khusus dari kayu. Polanya mengikuti bentuk gelas kopi, sendok, dan garpu yang juga dirancang eksklusif.
Melongok ke luar kafe itu, pengunjung akan dibuat terkejut dengan tiang penyangga atap yang terbikin dari sepeda ontel. Ada dua sepeda yang menghiasi sisi kanan dan kiri bagian kafe lantai dua.
Selain tempat yang artsy, kopi di Seniman Coffee pun unik. Setiap hari, ada lima kopi tester. Kopi itu akan dicampur dengan alkohol. Pencicipnya, menurut buku menu di kafe ini, dipilih oleh barista.
Bagi yang ingin meminum kopi beramai-ramai, tersedia kopi berukuran 600 mililiter. Share with your friends or drink it your self (bagi dengan teman-temanmu atau minumlah sendiri). Begitulah kalimat yang tertera khusus untuk menu ini.
Harga kopi-kopian di Seniman Coffee berkisar Rp 30-40 ribuan. Untuk teman minum kopi, disediakan beberapa camilan, seperti pancakes, toast, dan kue-kuean beragam jenis. Harganya variatif, mulai Rp 30 ribu.
Sebagai oleh-oleh, Seniman Coffee tak cuma menyediakan bean atau biji kopi Nusantara yang sudah disangrai. Namun ada juga sabun yang dibikin dari bahan utama kopi.
Wanginya tentu wangi kopi. Tersedia tiga ukuran untuk sabun ini, yakni ukuran kecil dinamai anak kopi, ukuran sedang dinamai bapak kopi, dan ukuran besar dinamai ibu kopi. Harganya mulai Rp 17 ribu hingga Rp 70 ribu.
Kafe ini buka mulai pukul 08.00 dan tutup pukul 22.00. Namun, waktu terbaik untuk mengunjungi kafe adalah sore hari, ketika matahari turun. Cahaya kekuningannya masuk ke celah-celah jendela. Tentu menyempurnakan waktu untuk menyeruput secangkir kopi yang artsy.
Berita lain: Mengenal Bendung Katulampa, Bangunan Peninggalan Belanda