Seorang wisatawan domestik berfoto di jalan Malioboro, Yogyakarta, (28/12). TEMPO/Pribadi Wicaksono
TEMPO.CO, Yogyakarta - Raja Keraton Yogyakarta yang juga Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hemengku Buwono X merasa geram dengan masih adanya aksi parkir liar di kawasan wisata, khususnya Malioboro. “Kalau pejabat yang punya wewenang menertibkan (parkir liar) ternyata tidak mampu melakukan pekerjaan, ya, nek aku tak ganti wonge (saya ganti orangnya),” ujar Sultan di Kantor Gubernur, Rabu, 22 Februari 2017.
Awal pekan ini kembali beredar keluhan di media sosial ihwal tarif parkir liar yang terjadi di depan kantor Bank Indonesia atau selatan Benteng Vredeburg Yogyakarta. Saat itu, sebuah bus wisata yang parkir dipungut tarif hingga Rp 200 ribu untuk dua jam pertama. Oknum petugas parkir itu marah-marah saat dimintai karcis resmi.
Sultan menuturkan pemerintah provinsi memang tak memiliki kewenangan menindak para juru parkir liar atau apa pun yang terkait dengan ketertiban di wilayah kota Yogyakarta, seperti Malioboro. Namun, dengan adanya Tim Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) Yogyakarta di tingkat kabupaten/kota, seharusnya persoalan itu bisa cepat diatasi.
“Tim ini bisa menjadi kekuatan baru menindak segala ketidakpastian bidang pariwisata. Hanya masalahnya, birokrat mau tidak memakai tim itu?” ujar Sultan.
Sultan menambahkan, Tim Saber Pungli juga bertujuan mendidik warga lokal Yogyakarta agar bisa menjaga iklim wisatawan. “Namun wisatawan juga perlu dididik. Misalnya, kalau ada yang buang sampah sembarangan ditangkap, lalu paksa buang sampah yang benar,” ujar Sultan.
Kepala Dinas Pariwisata DIY Aris Riyanta menuturkan kunjungan wisatawan domestik masih sangat mendominasi pergerakan wisata di Yogyakarta saat ini. “Terus meningkat dari tahun ke tahun,” ujar dia.
Aris menuturkan, pada 2016 lalu tercatat lebih dari 4 juta wisatawan menyambangi Yogyakarta, sementara turis asing 356 ribu orang.