Kicak, Kudapan Ramadan Yogyakarta Hadapi Mahalnya Jadah dan Bungkus Koran

Jumat, 1 April 2022 19:28 WIB

Kicak khas Kauman. Dok. Istimewa

TEMPO.CO, Yogyakarta - Dua perempuan paruh baya tampak wira-wiri di dapur rumah kecil yang lokasinya tersembunyi di tengah gang kampung padat Kauman, Kota Yogyakarta, Jumat siang, 1 April 2022.

Rumah itu merupakan kediaman pribadi sekaligus pusat produksi Kicak Mbah Wono, kudapan legendaris yang hanya bisa ditemui masyarakat saat bulan Ramadan. Camilan dengan ciri warna putih dengan rasa manis dan gurih itu sudah diproduksi di kampung yang bisa diakses dari Jalan KH Ahmad Dahlan itu sejak 1970.

“Ramadan ini kami terpaksa menaikkan lagi harga kicak, dari Rp 4.000 jadi Rp 5.000 per bungkus, soalnya harga jadah (beras ketan) sampai bungkus koran naik,” kata Retno Budiwati, 64 tahun, putri ketiga penerus kicak Mbah Wono kepada Tempo.

Retno menuturkan Kicak Mbah Wono sampai saat ini masih menjadi buruan masyarakat berbagai daerah sebagai camilan andalan berbuka puasa karena rasanya khas. Dengan bahan seperti beras ketan, kelapa, gula pasir, serta vanili sebagai penyedap aroma, proses masak kicak Mbah Wono itu dipertahanjan memanfaatkan tungku berbahan bakar arang bukan gas agar adonannya benar-benar bisa tanak.

“Tanak tidaknya makanan itu kan sangat terasa kalau sudah dimakan,” kata Retno.

Advertising
Advertising

Retno mengakui saat ini siapapun bisa membuat kicak itu karena semua bahannya juga mudah didapat. Namun proses memasak yang diturunkan sang ibu, Sujilah, istri dari eks mantri Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta, Muhammad Wahono tak mudah ditiru.

Proses pembuatan kicak Mbah Wono diawali dari bahan kelapa muda yang dikukus hingga selama satu jam lebih. Setelah itu gula dan pandan direbus selama kurang lebih 40 menit. Kemudian kukusan kelapa dan larutan gula pandan itu dicampur dan diaduk bersamaan dengan bahan jadah kemudian diberi aroma dengan vanili dan nangka.

“Sekarang prosesnya bisa lebih cepat, hanya sekitar dua jam, karena sudah tersedia jadah jadi,” kata Walidah, 62 tahun, asisten Mbah Wono yang sudah membantu produksi kicak itu selama 35 tahun terakhir.

Dulunya, kata Walidah, untuk mendapatkan jadah masih menggunakan ketan yang ditumbuk dengan alu sehingga proses pembuatannya total bisa sampai empat jam. “Jadah ini mulai tahun 1990-an sudah kulakan dari Gamping,” ujarnya.

Menurut Walidah, berapapun jumlah kicak yang diproduksi selalu ludes diambil para pedagang pasar Tiban dan pembeli langsung, momen Ramadan kali ini mereka memilih mengerem produksinya. Jika sebelum pandemi Covid-19 dalam sehari bisa menghabiskan 12 kilogram bahan, maka usai pandemi dua tahun terakhir ini tak lebih dari 6 kilogram saja.

“Sekarang masih mending bisa produksi 6 kilogram bahan, pas Ramadaramadhan pandemi Covid-19 pertama produksi 3 kilogram saja tidak habis,” kata ibu tiga anak itu.

Walidah mengatakan sudah sejak 2020 hingga 2022 ini kawasan Kauman dan daerah lain di Yogya belum diizinkan menggelar pasar tiban karena masih adanya pandemi Covid-19. Ini membuat mereka khawatir putaran untuk kicak seret.

“Jadi Ramadan saat pandemi ini kebanyakan orang yang beli untuk di makan sendiri, karena tidak ada pasar tiban,” kata Walidah.

Selain itu, pengurangan produksi dilakukan karena naiknya harga-harga bahan dasar pembuat kicak. “Jadah sekarang sudah naik dari Rp 15 menjadi Rp 20 ribu per kilogram, koran bekas juga naik dari Rp 5 ribu menjadi 15 ribu per kilogram,” kata Walidah.

Bungkus koran bukan hal sepele bagi kicak Mbah Wono. Walidah mengatakan pemburu kicak Mbah Wono selama ini hanya mengetahui produksi kicak mereka dari kemasannya yang terdiri dari daun pisang dan potongan koran.

“Soalnya yang meniru itu semua kemasannya pakai mika,” kata Walidah.

Pemburu kicak Mbah Wono sendiri tersebar tak hanya di kawasan Yogyakarta. Menurut Walidah, kadang ada wisatawan asal Jakarta saat hendak pulang akan datang membeli kicak setelah memesan sebelumnya.

“Kicak-kicak itu lalu dibawa ke Jakarta ditempatkan di Tupperware,” kata Walidah.

Operasional warung Mbah Wono saat Ramadan dimulai pukul 14.00 WIB. Namun kicak biasanya sudah habis sekitar pukul 15.00-16.00 WIB.

“Kalau tak mau kehabisan biasanya mereka telepon dulu, pesan berapa bungkus lalu diambil,” kata Walidah.

Mariati, warga Wirobrajan Kota Yogyakarta mengatakan menyukai kicak Mbah Wono karena aromanya berbeda. "Kemasan daun pisangnya membuat aroma dan rasanya benar-benar berbeda,” kata ibu satu anak yang biasanya memilih langsung membeli kicak itu di warung Mbah Wono. Menurut dia, kicak Mbah Wono juga pas legitnya dengan rasa manis dan gurih yang sesuai untuk lidah orang Jawa.

Baca juga: Yogyakarta Pastikan Skuter Listrik Tak Ada di Malioboro Saat Ramadan

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.

Berita terkait

Jajal Dua Jenis Paket Wisata Naik Kano Susuri Hutan Mangrove Bantul Yogyakarta

1 hari lalu

Jajal Dua Jenis Paket Wisata Naik Kano Susuri Hutan Mangrove Bantul Yogyakarta

Wisatawan diajak menjelajahi ekosistem sepanjang Sungai Winongo hingga muara Pantai Baros Samas Bantul yang kaya keanekaragaman hayati.

Baca Selengkapnya

Cari Lobster di Pantai Gunungkidul, Warga Asal Lampung Jatuh ke Jurang dan Tewas

1 hari lalu

Cari Lobster di Pantai Gunungkidul, Warga Asal Lampung Jatuh ke Jurang dan Tewas

Masyarakat dan wisatawan diimbau berhati-hati ketika beraktivitas di sekitar tebing pantai Gunungkidul yang memiliki tebing curam.

Baca Selengkapnya

Jogja Art Books Festival 2024 Dipusatkan di Kampoeng Mataraman Yogyakarta

1 hari lalu

Jogja Art Books Festival 2024 Dipusatkan di Kampoeng Mataraman Yogyakarta

JAB Fest tahun ini kami mengusung delapan program untuk mempertemukan seni dengan literasi, digelar di Kampoeng Mataraman Yogyakarta.

Baca Selengkapnya

Mengenang Penyair Joko Pinurbo dan Karya-karyanya

2 hari lalu

Mengenang Penyair Joko Pinurbo dan Karya-karyanya

Penyair Joko Pinurboatau Jokpin identik dengan sajak yang berbalut humor dan satir, kumpulan sajak yang identik dengan dirinya berjudul Celana.

Baca Selengkapnya

Solo Indonesia Culinary Festival 2024 Bakal Digelar di Stadion Manahan Solo, Catat Tanggalnya!

2 hari lalu

Solo Indonesia Culinary Festival 2024 Bakal Digelar di Stadion Manahan Solo, Catat Tanggalnya!

Bagi penggemar kuliner masakan khas Indonesia jangan sampai melewatkan acara Solo Indonesia Culinary Festival atau SICF 2024

Baca Selengkapnya

Tutup Sampai Juni 2024, Benteng Vredeburg Yogya Direvitalisasi dan Bakal Ada Wisata Malam

3 hari lalu

Tutup Sampai Juni 2024, Benteng Vredeburg Yogya Direvitalisasi dan Bakal Ada Wisata Malam

Museum Benteng Vredeburg tak hanya dikenal sebagai pusat kajian sejarah perjuangan Indonesia tetapi juga destinasi ikonik di kota Yogyakarta.

Baca Selengkapnya

Total Aset BFI Finance Indonesia Rp 24,2 Triliun per Kuartal I 2024

4 hari lalu

Total Aset BFI Finance Indonesia Rp 24,2 Triliun per Kuartal I 2024

BFI Finance mencatat laba bersih terkumpul pada kuartal I sebesar Rp 361,4 miliar.

Baca Selengkapnya

8 Hotel Murah Dekat Stasiun Lempuyangan, Harga Mulai 100 Ribuan

5 hari lalu

8 Hotel Murah Dekat Stasiun Lempuyangan, Harga Mulai 100 Ribuan

Jika Anda melancong di Yogyakarta, Anda bisa memilih menginap di hotel dekat Stasiun Lempuyangan yang murah. Ini rekomendasinya.

Baca Selengkapnya

Gopay Salurkan Zakat dan Donasi Ramadan Rp 31 Miliar

5 hari lalu

Gopay Salurkan Zakat dan Donasi Ramadan Rp 31 Miliar

Gopay menyalurkan zakat dan donasi dengan total Rp 31 miliar yang terkumpul selama Ramadan.

Baca Selengkapnya

Alasan Sumpah Jabatan Presiden Indonesia Pertama Dilakukan di Keraton Yogyakarta

5 hari lalu

Alasan Sumpah Jabatan Presiden Indonesia Pertama Dilakukan di Keraton Yogyakarta

Di Indonesia sumpah jabatan presiden pertama kali dilaksanakan pada tahun 1949. Yogyakarta dipilih karena Jakarta tidak aman.

Baca Selengkapnya