Misteri Keindahan yang Tersembunyi di Raja Ampat, Mulai Dikuak Para Ahli
Reporter
Pribadi Wicaksono (Kontributor)
Editor
Ludhy Cahyana
Kamis, 13 Agustus 2020 08:00 WIB
Motif seni cadas prasejarah di Kawasan Misool misalnya, terdiri dari motif cap tangan, motif binatang, motif geometris, motif bulat, motif antropomorfis, motif stensil beliung, dan motif stensil boomerang.
“Kalau Raja Ampat gambar cadas tertinggi itu sekitar 15 dan 20 meteran di atas air laut surut, sedangkan di Kaimana paling tinggi 25 meteran. Sedangkan kalau di Kei gambar tertinggi ada yang sampai 25 meteran dengan gambar kura-kura,” ujar Pindi dalam webinar yang dipandu peneliti pertama Balai Arkeologi Papua, Klementin Fairyo itu.
Penyebab mengapa para nenek moyang itu mengambil posisi sangat sulit saat menggambar pada dinding-dinding cadas tebing atas laut itu, masih menjadi misteri. Namun, dari teori yang dikaji, Pindi menuturkan ada beberapa hal yang bisa dicermati. Teori pertama jelas, bidang obyek untuk menggambar adalah bidang yang masih terjangkau oleh penggambar.
“Teori pertama harus itu. Bahwa seberapapun sulitnya obyek untuk menggambar itu dianggap bisa tergapai oleh penggambar,” ujarnya. Yang menjadi pertanyaan selanjutnya, Pindi melanjutkan, jelas berkaitan erat dengan temuan arkeologis.
Di masa prasejarah itu, sebenarnya alat-alat apa yang sudah dikembangkan para nenek moyang sehingga bisa membuat mereka menjangkau tempat yang sekilas seperti tak mungkin terjamah itu, “Apakah alat-alat yang ditemukan di masa itu bisa untuk memotong, kita harus melakukan simulasi untuk merekonstruksi itu,” ujar Pindi.
Patut diketahui, Pulau Misool di Raja Ampat terdiri atas sederetan batu karang yang membentang di bagian barat dan timur, yang berbatasan langsung dengan Laut Seram dan perairan lepas yang menjadi jalur migrasi fauna laut. Dan gambar prasejarah di pulau-pulau karang Misool secara geologis menempati suatu lokasi rangkaian pulau-pulau karang nan sempit dan digenangi air laut. Sehingga posisi dan letak gambar ada di tebing yang langsung bersentuhan dengan air laut.
Lokasi ini sangat tidak memadai sebagai hunian manusia sehingga menjadi pertanyaan besar, bagaimana nenek moyang bisa menjangkau tebing-tebing terjal demi menggambar motif itu.
Pindi membayangkan di masa itu tentu sudah ada pasang dan surut air laut. Saat pasang memang ombak akan besar, namun saat masa surut kemungkinan manusia pada masa prasejarah memakai tangga untuk menggambar obyek-obyek di batuan cadas.