Begini Mekanisme Penggunaan Barcode Saat Pelesiran di Yogyakarta
Reporter
Pribadi Wicaksono (Kontributor)
Editor
Ludhy Cahyana
Kamis, 11 Juni 2020 08:00 WIB
TEMPO.CO, Yogyakarta - Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta berupaya menghambat laju penyebaran virus corona, namun di sisi lain pendapatan dari pariwisata tak bisa diabaikan. Menyambut new normal, Pemkot membuat aturan penggunaan barcode bagi wisatawan yang ingin berlibur ke Yogyakarta.
Mereka akan ditempeli barcode sebagai penanda, dengan demikian aktivitas wisatawan terdeteksi, sedang berada dalam kerumunan atau berada di lokasi tertentu. Sistem barcode tersebut digunakan untuk memastikan protokol Covid-19, khususnya menegakkan physical distancing.
Wakil Wali Kota Yogya Heroe Poerwadi menjelaskan, konsep barcode ini serupa stiker yang akan ditempelkan kepada pengunjung kawasan wisata seperti Taman Pintar, Alun-Alun Utara, Pasar Beringharjo juga Malioboro.
“Stiker barcode untuk kawasan wisata ini disiapkan Dinas Kominfo Kota Yogyakarta, yang nanti akan diberikan oleh petugas di lapangan secara gratis kepada pengunjung dan tersambung melalui sistem pemantauan untuk menghitung kerumunan yang terjadi,” ujar Hero kepada TEMPO, Rabu, 10 Juni 2020.
Heroe menuturkan, pada masa new normal atau saat objek wisata mulai beroperasi nanti, di setiap kawasan wisata bakal terdapat gerbang-gerbang yang mengatur akses keluar masuk pengunjung.
“Hanya wisatawan yang masuk destinasi itu yang akan diberikan barcode, kalau hanya lewat tidak diberikan,” ujar Heroe.
Heroe menuturkan konsep pemantauan kerumunan barcode ini sendiri sudah disiapkan untuk Taman Pintar dan Alun-Alun Utara Yogyakarta. Tahap berikutnya yang dipersiapkan adalah Pasar Beringharjo dan Malioboro.
“Di Malioboro saat ini sedang dibuat alur jalan masuk dan keluar. Ada pintu utara, tengah dan selatan. Di sana ada alur pejalan kaki sehingga tidak bersinggungan. Pada setiap zona nanti akan ada pengaturan arus masuk orang,” ujarnya.
Heroe menambahkan di dalam zona-zona itulah nanti ada tanda-tanda lingkaran, sebagai penanda untuk mengatur jarak, antara seseorang dengan yang lainnya. Dengan begitu tidak terjadi kerumunan.
Konsep pendataan pengunjung melalui barcode ini, ujar Heroe, sebelumnya diinisiasi melalui uji model di Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta.
Belajar dari Kasus Sleman
"Awalnya kecamatan Gondomanan membuat barcode yang harus dipindai oleh para pengunjung di sekitaran Alun-Alun Utara, setelah itu pengunjung wajib mengisi data diri," ujarnya.
Sistem barcobe tersebut untuk mencegah kerumunan, yang belakangan marak di Malioboro dan beberapa titik di sekitarnya. Selain itu, menurut Heroe, pihaknya tak berharap peristiwa ledakan Covid-19 seperti Indogrosir Sleman, yang membuat kabupaten/kota di DIY kesulitan melakukan pelacakan terhadap warga yang terpapar Covid-19.
Ia menuturkan, saat terjadi penularan klaster Indogrosir, pihak berwenang kesulitan melacak pengunjung, mengenai waktu dan tempat terpapar virus corona.
"Saat itu harus menunjukkan struk belanja, kalau struk hilang maka akan kerepotan. Dengan barcode ini juga akan mempermudah tracing saat terjadi penularan Covid-19, si A berkunjung ke mana saja, si B kemana saja," ujarnya.
PRIBADI WICAKSONO