TEMPO.CO, Yogyakarta - Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X berkomentas pedas setelah mengetahui kawasan Malioboro kembali ramai akhir-akhir ini. Pada Senin, 8 Juni 2020, Sultan mengancam akan menutup Malioboro jika masyarakat tidak mengindahkan larangan berkerumun untuk mencegah penularan Covid-19.
"Jangan sampai saya close (tutup-Malioboro). Jangan sampai terjadi penularan kedua (Covid-19). Jadi saya minta tertib," kata Sultan Hamengku Buwono X. "Risiko penularan Covid-19 di Malioboro terlalu besar."
Pada Minggu malam, 7 Juni 2020, Sultan sempat berkeliling Malioboro dan melihat sendiri bagaimana masyarakat berkumpul. Kebanyakan tidak memakai masker. Sultan Hamengku Buwono X lantas menghubungi Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi dan Sekretaris DI Yogyakarta Kadarmanta Baskara Aji.
Menanggapi sikap Sultan tersebut, Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi mengatakan segera menyiapkan sejumlah kebijakan untuk memantau kerumunan di Malioboro. "Kami sedang menyiapkan pembuatan barcode untuk pengunjung Malioboro," kata Heroe Poerwadi, Selasa 9 Juni 2020.
Sultan Hamengkubuwono X menyatakan penutupan destinasi wisata di Yogyakarta tak efektif cegah virus corona, karena sudah sepi pengunjung. Hal tersebut ia nyatakan usai menggelar rapat terkait wabah virus corona, dengan bupati dan walikota se-DIY di Ndalem Ageng, Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Kamis 19 Maret 2020. TEMPO/Pribadi Wicaksono
Barcode itu, menurut dia, berlaku bagi siapapun yang datang ke Malioboro. Mereka wajib memindai barcode tadi dan mengisi data diri. "Jadi akan terpantau siapa saja dan berapa banyak yang berkunjung," katanya. Di Yogyakarta, masa tanggap darurat Covid-19 masih berlangsung hingga 30 Juni 2020. Dalam periode itu, destinasi wisata seperti Malioboro bakal diawasi lebih ketat agar tak menjadi sumber penularan Covid-19.
Rencananya, sebelum masuk ke Malioboro, para pengunjung wajib memakai stiker barcode yang diberikan oleh Jogoboro atau petugas keamanan khusus kawasan Malioboro. Barcode itu tersambung ke sistem yang berisi identitas pemakai stiker tadi.
Sembari menyiapkan sistem barcode, pemerintah Kota Yogyakarta menerjunkan sekitar 150 petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) untuk memonitor kawasan seputar Tugu Yogyakata, Malioboro, Titik Nol Kilometer, sampai Alun-alun Utara. Petugas akan membubarkan jika ada kerumunan di sana.
Beberapa pedagang kaki lima atau PKL di Malioboro Yogyakarta mulai menggelar kembali dagangan mereka pada Rabu, 3 Juni 2020. Suda dua bulan lebih para pedagang tak berjualan karena pandemi Covid-19. TEMPO | Pribadi Wicaksono
"Kami akan tindak tegas masyarakat yang masih membandel berkerumun dan tidak memakai masker karena saat ini Yogyakarta belum dalam keadaan new normal," ujar Heroe yang juga Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kota Yogya. "Jika masih ada yang tidak patuh, kami akan menyuruhnya pulang."
DPRD DI Yogyakarta juga mulai membahas revisi peraturan daerah tentang keamanan dan ketertiban umum untuk menegakkan protokol Covid-19. Dalam revisi peraturan itu akan memuat sejumlah pasal tambahan, termasuk sanksi bagi pelanggar.
Wakil Ketua DPRD DI Yogyakarta, Huda Tri Yudiana memperkirakan dalam sebulan ke depan revisi tersebut bisa disahkan. Lantaran belum adanya aturan yang memuat sanksi tegas bagi pelanggar protokol Covid-19, menurut Huda, saat ini petugas Satpol PP atau aparat penegak hukum tak bisa berbuat banyak ketika ada orang yang melanggar protokol Covid-19.