Rumah Oei, Bangunan Cina Kuno Berusia 200 Tahun di Lasem

Senin, 30 Juli 2018 19:15 WIB

Seorang pengunjung di Rumah Oei, Lasem, Rembang, Jawa Tengah. Tempo/Francisca Christy Rosana

TEMPO.CO, Lasem – Gerbang kuno dengan daun pintu dua lapis berwarna cokelat tua berukir huruf Cina keemasan teramat menyita pandangan saya siang itu, Minggu, 15 Juli 2018, saat melintas di Jalan Jatigoro, Karangturi, Lasem, Jawa Tengah. Bangunan ini salah satu yang paling mencolok di kompleks pecinan tua jalur pantai utara.

Rumah Oei. Begitulah nama yang tertera pada sebuah papan di atas gerbang tersebut. Menurut penduduk setempat, rumah ini menjadi pusat seni, budaya, dan kuliner di Lasem.

Saya melangkah masuk menuju halaman depan. Ada banyak kursi besi kuno dengan meja yang ditata berhadap-hadapan. Meja itu diberi taplak batik sehingga tampak rapi. Konon, inilah kafe sederhana yang menyediakan beragam kuliner khas Lasem.

Di tengah halaman rumah itu tumbuh pohon mangga besar. Ranting-rantingnya membuat seluruh halaman terlindung dari panas menyengat.

Bagian depam dari Rumah Oei yang berada di Jalan Jatigoro, Karangturi,Lasem, Kabupaten Rembang. Tempo/Francisca Christy Rosana

Advertising
Advertising

“Silakan masuk,” kata seorang perempuan keturunan Tionghoa berusia separuh baya. Dialah Grace Widjaja alias keturunan ketujuh pemilik rumah ini. Grace perempuan yang lahir di Semarang. Ia memiliki kakek yang dulunya menikah dengan warga asli Lasem.

Grace, yang seorang pegiat budaya, menyambut antusias tamunya. Ia mengajak saya masuk berkeliling ke rumah yang menjadi bagian dari saksi sejarah pecinan Lasem itu.

Rumah Grace dulunya milik Oei Am. Oei Am, kakek Grace, merantau dari Cina ke pesisir Lasem saat usianya 15 tahun. Ia tak pernah baik lagi ke negeri tirai bambu. Alih-alih pulang kampung, di usianya yang ke-17 tahun, ia malah menikah dengan penduduk asli, seorang perempuan Lasem tulen.

Perempuan itu dinamainya Tjioe Nio. Nama tersebut disematkan untuk menggambarkan perantinya sebagai perempuan yang pandai menari dan membatik. Bersama istrinya inilah Oei Am membangun rumah, yang kini bernama rumah Oei. Rumah itu berdiri sejak 1818 di Jalan Jatigoro 10, Lasem.

Rumah Oei telah berusia 200-an tahun. Namun konstruksinya masih asli. Kayu-kayunya tak ada yang diubah. Lantainya terakota berlapis semen. Bangunannya sederhana tapi terkesan megah khas Cina kuno abad 17-18-an.

Baca Juga:

Masa Lalu yang Hidup di Rumah Opa Lo Lasem

Yopia, Kuliner Lasem yang Bertahan Ratusan Tahun

Interiornya masih asli seutuhnya. Ada bangku-bangku sedan dari rotan yang sudah lepas beberapa bagiannya. Tampak juga kebaya encim milik Tjioe Nio yang dibingkai rapi. Bila diamati benar, ada yang menarik. Kancing kebaya itu bergambar foto suami dan dua orang anaknya.

Foto-foto keturunan keluarga Oei terpajang di hampir setiap sudut di bagian depan rumah. Lemari kuno dan etalase kaca masa lalu ikut mejeng. Di situlah dipajang kaset-kaset era 1950-an sampai 1990-an karya musikus Cina, Jawa, Amerika, Inggris, Australia, dan Indonesia. Kata Grace, kaset-kaset tua ini koleksi suaminya, Prof Hardono Susanto, seorang guru besar di Universitas Diponegoro Semarang.

“Rumah ini kepemilikannya sudah punya saya pribadi. Saya buka kembali dan saya persembahkan untuk Lasem,” kata Grace.

Grace Widjaja, generasi ketujuh keluarga Oei di Lasem, Rembang, Jawa Tengah. Tempo/Francisca Christy Rosana

Rumah Oei dibuka oleh Grace setelah sempat vakum 70 tahun. Bangunan ini beku pada masa Orde Baru. Hanya ada seorang penjaga yang saban hari mengurusi Rumah Oei.

Dulu, Rumah Oei sempat kehilangan identitas sebagai bangunan Cina. Segala atribut yang menggambarkan simbol Tionghoa dicopot. Alhasil ketika dibuka kembali, Grace harus memasang lagi atribut-atribut yang ditanggalkan itu.

“Kami bangkit mulai 2016,” kata Grace. Ia sempat berkonsultasi dengan ahli budaya Cina dan arsitektur profesional dari Korea Selatan. Katanya, rumah Oei harus dipertahankan keasliannya, yang dibalut dengan kesederhanaan. Artinya, semua masih tampak original. “Bahkan membersihkan guci-guci saja kami tidak boleh melakukannya sampai bersih,” tutur Grace.

Rumah milik keluarga Grace memadukan unsur Cina dan Jawa. Ia memasang primbon Jawa dan shio Cina pada salah satu sudut tembok. Ia juga memasang besar-besar syair Joyo Boyo yang ia terjemahkan dalam bahasa Mandarin dan Inggris.

Mengunjungi Rumah Oei rasanya seperti masuk ke lorong waktu sekaligus ruang edukasi. Saya dibawa berhenti sebentar pada era abad 17-an. Semua tampak jelas: aroma lantai itu, bau kayu yang masih baru, dan denyut Lasem yang terus terasa; juga sebuah sejarah masa lalu yang dihidupi.

FRANCISCA CHRISTY ROSANA

Berita terkait

Vihara Dharma Bhakti Rutin Berikan Takjil Buka Puasa Gratis, Berikut Profilnya Klenteng Tertua di Jakarta Ini

30 hari lalu

Vihara Dharma Bhakti Rutin Berikan Takjil Buka Puasa Gratis, Berikut Profilnya Klenteng Tertua di Jakarta Ini

Berikut profil Vihara Dharma Bhakti tiap tahun menyediakan menu takjil buka puasa gratis bagi umat Muslim di sekitar klenteng tertua di Jakarta itu.

Baca Selengkapnya

Menikmati Bebek Peking, Nasi Hainan, dan Ayam Char Siu di Festival Pecinan Banyuwangi

26 Februari 2024

Menikmati Bebek Peking, Nasi Hainan, dan Ayam Char Siu di Festival Pecinan Banyuwangi

Selain bebek peking, di sepanjang puluhan deretan stan tersebut juga tersedia berbagai kuliner khas Tionghoa lainnya di Festival Pecinan Banyuwangi.

Baca Selengkapnya

Digelar Tiga Hari, Festival Pecinan Banyuwangi Angkat Kuliner dan Kesenian Khas Tionghoa

23 Februari 2024

Digelar Tiga Hari, Festival Pecinan Banyuwangi Angkat Kuliner dan Kesenian Khas Tionghoa

Festival Pecinan yang digelar tiga hari, 23-25 Februari 2024, menunjukkan bagaimana keguyuban dan keramahan semua etnis yang ada di Banyuwangi.

Baca Selengkapnya

5 Aktivitas Seru saat Berkunjung ke Kawasan Pecinan Glodok

10 Februari 2024

5 Aktivitas Seru saat Berkunjung ke Kawasan Pecinan Glodok

Glodok yang dikenal sebagai pecinan terbesar di Jakarta memiliki banyak hal menarik untuk dijelajahi.

Baca Selengkapnya

5 Kuliner Legendaris di Kawasan Glodok, dari Kari sampai Kopi Es

10 Februari 2024

5 Kuliner Legendaris di Kawasan Glodok, dari Kari sampai Kopi Es

Dari Kari Lam, Mie Kangkung Si Jangkung, sampai Es Kopi Tak Kie, nikmati kulineran saat libur Imlek di kawasan Glodok.

Baca Selengkapnya

Libur Imlek Jalan-jalan di Kawasan Pecinan Yogyakarta, Jangan Lewatkan Kampung Ketandan

9 Februari 2024

Libur Imlek Jalan-jalan di Kawasan Pecinan Yogyakarta, Jangan Lewatkan Kampung Ketandan

Yogyakarta memiliki suatu kawasan pecinan yang memiliki sejarah dan budaya yang kental, yaitu Kampung Ketandan. Libur imlek, datanglah ke sini.

Baca Selengkapnya

Libur Tahun Baru Imlek, Berikut Rekomendasi 6 Destinasi Kawasan Chinatown di Bandung

8 Februari 2024

Libur Tahun Baru Imlek, Berikut Rekomendasi 6 Destinasi Kawasan Chinatown di Bandung

Destinasi wisata yang dapat Anda kunjungi di Kawasan Pecinan, Chinatown Bandung. Berikut rekomendasi 6 tujuan wisata yang tepat saat libur imlek.

Baca Selengkapnya

Rekomendasi Destinasi Wisata Kawasan Pecinan di Surabaya Saat Libur Tahun Baru Imlek

8 Februari 2024

Rekomendasi Destinasi Wisata Kawasan Pecinan di Surabaya Saat Libur Tahun Baru Imlek

Libur tahun baru imlek, kunjungan wisata ke kampung pecinan menjadi pilihan. Berikut rekomendasi destinasi wisata pecinan yang unik di Kota Surabaya

Baca Selengkapnya

Libur Imlek di Jakarta, Kunjungi Pecinan Glodok yang Kaya Budaya dan Sejarah

8 Februari 2024

Libur Imlek di Jakarta, Kunjungi Pecinan Glodok yang Kaya Budaya dan Sejarah

Perayaan Imlek di Pecinan Glodok sering dimeriahkan dengan pesta kembang api yang dilanjutkan dengan barongsai dan tari naga yang legendaris.

Baca Selengkapnya

Jelang Imlek, Kawasan Pecinan Semarang Meriah dengan Lampion dan Gerbang Berhias

7 Februari 2024

Jelang Imlek, Kawasan Pecinan Semarang Meriah dengan Lampion dan Gerbang Berhias

Jalanan, klenteng, toko-toko, sampai rumah-rumah warga di kawasan Pecinan Semarang tampak meriah dihiasi dengan pernak-pernik Imlek.

Baca Selengkapnya