Masa Lalu yang Hidup di Rumah Opa Lo Lasem

Sabtu, 21 Juli 2018 14:15 WIB

Opa Lo Gwen Gang dan Mbak Minuk, penjaga rumahnya di Lasem, Kabupaten Rembang. Opa Lo adalah penghuni Lasem tertua yang tinggal di Dusun Karangturi, Lasem, Rembang. TEMPO/Francisca Christy Rosana

TEMPO.CO -- Waktu seolah-olah berhenti ketika saya tiba di Dusun Karangturi Gang 4, Lasem, sebuah kota kecil di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, Minggu sore, 15 Juli 2016. Saya seperti sedang memasuki lorong waktu dan tiba-tiba sampai di masa lalu.

Saya menyaksikan jalanan seperti koridor yang diapit bangunan-bangunan megah kuno. Pagar-pagar tembok pecah. Di antara pagar itu terdapat pintu kayu dua sayap. Di badan pintu-pintu rumah terukir huruf Cina. Warna rumah-rumah tersebut tak mencolok. Grandel pintunya berbentuk bulat seperti gelang.

Saya terbawa ke era 1300-an, ketika Lasem begitu berwarna dengan wajah-wajah perkawinan campur. Laki-laki Cina, yang adalah imigran, menikah dengan gadis-gadis lokal. Namun pintu-pintu mereka tertutup rapat. Saya terus menyusuri lorong jalanan yang konon dijuluki Little Tiongkok itu.

Saya menjumpai seorang kakek tua dengan punggung membungkuk duduk di depan rumah. Dan rumahnya adalah rumah pertama yang pintunya terbuka lebar. Kakek dengan rambut hampir botak itu menyapa dengan tawa mengembang. "Masuko (masuklah) rumahku," katanya.

Baca Juga:

Seni Membatik Sebatang Rokok dengan Ampas Kopi Lelet di Lasem

Cara Murah dan Nyaman Traveling ke Lasem, Hanya Rp 200 Ribu

Rumah itu memiliki konstruksi tua. Arsitekturnya perpaduan Jawa dan Cina. Ada sebuah halaman luas di bagian muka rumah. Dua anjing berjaga di situ. Seorang perempuan keluar. Ia lebih muda dari kakek, tapi rambutnya tak kalah memutih.

Dia bukan istri kakek itu, katanya. Dialah penjaga rumah sekaligus penjaga sang kakek. "Saya Minuk. Kalau ini namanya Opa Lo. Lo Geng Gwan (menunjuk majikannya)," ujar Minuk, yang katanya sering dipanggil Mbak Minuk. Mbak Minuk sudah 30-an tahun mengabdi dengan keluarga Lo.

Hampir seluruh bangunan rumah Opa Lo, begitu si kakek itu biasa dipanggil, terbuat dari kayu. Dindingnya dari papan dan catnya berwarna hijau pupus yang sudah pudar. Lantainya terakota. Kursi-kursinya adalah kursi sedan yang terbuat dari rotan.

Di dinding papan itu berjajar foto-foto keluarga Opa Lo. Ada juga foto Opa Lo saat muda dengan rambut masih gondrong. "Dulu aku gagah dan bandel. Kerjaku jadi sopir dari Semarang-Surabaya," kata Opa Lo.

Foto-foto itu sudah berjamur. Usianya mungkin sudah puluhan tahun. Setara dengan usia Opa Lo yang telah berkepala sembilan. Bahkan ada foto yang lebih tua, yakni foto ngkong alias kakek Opa Lo, Lim. Dulu, rumah ini milik Ngkong Lim dan diteruskan ke anak-cucunya. Usia rumah itu diprediksi ratusan tahun.

Mbak Minuk dan Opa Lo mengajak saya masuk. Di dalam rumah itu berserakan benda-benda kuno. Hampir semuanya usang: guci sembahyang yang sudah mengelupas catnya, tempat tidur berornamen Cina lengkap dengan kelambu yang telah memudar warnanya, dan teve zaman baheula.

Seperti rumah khas Cina, ruang bagian tengah dipakai untuk sembahyang. Ada wadah tatakan dupa di sana. Di bagian belakang rumah terdapat beranda beratap rendah dan tempat tidur kayu. Opa Lo dan Mbak Minuk kerap menghabiskan waktu mengobrol di sini. Mbak Minum memasak di dapur samping beranda, sedangkan Opa Lo bernostalgia mengingat masa kejayaan keluarganya pada era awal 1930-an.

Advertising
Advertising

Tempat tidur yang berada di rumah Opa Lo Gwen Gang yang berada di Dusun Karangturi, Lasem, Kabupaten Rembang. TEMPO/Francisca Christy Rosana

"Dulu rumah ini dipakai untuk membatik," kata Opa Lo. Tangan Opa menunjuk halaman belakang yang luas dan ditanami pepohonan. "Enggak ada pohon-pohon itu. Tanah itu lapang untuk proses bikin batik," ujarnya. Opa tak ingat pasti kapan keluarganya tak lagi membatik. Namun ia menandai pada masa Orde Baru.

Selain batik, keluarga Lo membuat kecap dan tauco. Mbak Minuk, yang mulai mengabdi pada 1977, masih ikut membantu keluarga Opa Lo memproduksi kecap dan tauco. Hasilnya dijual di pasar. Namun sekarang sudah tak lagi.

Penyokong hidup Opa Lo kini adalah ponakannya yang tak tinggal di situ. Ia juga yang menggaji Mbak Minuk.

Opa Lo adalah salah satu sosok tertua yang masih bertahan di kawasan pecinan Lasem.
Rumahnya adalah museum tak resmi, berikut saksi bisu. Bangunan itu menyimpan benda-benda yang bercerita dan mesin waktu yang akan membawa orang-orang yang datang tiba di masa dulu, di masa lalu.

FRANCISCA CHRISTY ROSANA

Berita terkait

Bamsoet Dukung Fashion Show Kain Tradisional Indonesia di San Polo Italia

8 hari lalu

Bamsoet Dukung Fashion Show Kain Tradisional Indonesia di San Polo Italia

Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo atau Bamsoet, mendukung rencana pagelaran fashion show oleh Dian Natalia Assamady bertajuk "Keindahan Karya Kain. Tenun dan Batik Ku Indonesia".

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Pakai Kain Batik pada Hari Terakhir di Washington, Hadiri 3 Pertemuan Bilateral

10 hari lalu

Sri Mulyani Pakai Kain Batik pada Hari Terakhir di Washington, Hadiri 3 Pertemuan Bilateral

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengenakan kain batik pada hari terakhirnya di Washington DC, Amerika Serikat, 21 April kemarin.

Baca Selengkapnya

Jangan Lupakan 7 Destinasi Wisata Semarang, Kota Lama sampai Mangrove Edu Park

13 hari lalu

Jangan Lupakan 7 Destinasi Wisata Semarang, Kota Lama sampai Mangrove Edu Park

Kota Lama Semarang hingga Taman Lele, Semarang tak pernah kehabisan destinasi wisata.

Baca Selengkapnya

Vihara Dharma Bhakti Rutin Berikan Takjil Buka Puasa Gratis, Berikut Profilnya Klenteng Tertua di Jakarta Ini

28 hari lalu

Vihara Dharma Bhakti Rutin Berikan Takjil Buka Puasa Gratis, Berikut Profilnya Klenteng Tertua di Jakarta Ini

Berikut profil Vihara Dharma Bhakti tiap tahun menyediakan menu takjil buka puasa gratis bagi umat Muslim di sekitar klenteng tertua di Jakarta itu.

Baca Selengkapnya

PNM Berikan Pelatihan Batik Ecoprint kepada Nasabah

38 hari lalu

PNM Berikan Pelatihan Batik Ecoprint kepada Nasabah

PT Permodalan Nasional Madani (PNM) mengadakan pelatihan untuk membantu pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) para nasabah.

Baca Selengkapnya

Kampung Karangkajen Yogyakarta Dipromosikan Sebagai Kampung Religius, Ini Daya Tariknya

40 hari lalu

Kampung Karangkajen Yogyakarta Dipromosikan Sebagai Kampung Religius, Ini Daya Tariknya

Kampung Karangkajen Kecamatan Mergangsan Kota Yogyakarta dikenalkan sebagai Kampung Religius jelang Ramadhan atau awal Maret 2024 ini.

Baca Selengkapnya

Begini Saran Didiet Maulana Merawat Batik agar Awet dan Tetap Otentik

57 hari lalu

Begini Saran Didiet Maulana Merawat Batik agar Awet dan Tetap Otentik

Desainer dan Direktur Kreatif IKAT Indonesia Didiet Maulana membeberkan cara menjaga kain batik agar tetap awet.

Baca Selengkapnya

KBRI Canberra Gelar Promosi Batik di Australia, Potensi Transaksi Capai Rp 200 Juta

28 Februari 2024

KBRI Canberra Gelar Promosi Batik di Australia, Potensi Transaksi Capai Rp 200 Juta

Kedutaan Besar RI di Canberra menggelar promosi batik di Balai Kartini, Australia. Agenda tersebut dilaksanakan melalui Atase Perdagangan Canberra bersama Asosiasi Pengusaha Perancang Mode Indonesia (APPMI).

Baca Selengkapnya

Menikmati Bebek Peking, Nasi Hainan, dan Ayam Char Siu di Festival Pecinan Banyuwangi

26 Februari 2024

Menikmati Bebek Peking, Nasi Hainan, dan Ayam Char Siu di Festival Pecinan Banyuwangi

Selain bebek peking, di sepanjang puluhan deretan stan tersebut juga tersedia berbagai kuliner khas Tionghoa lainnya di Festival Pecinan Banyuwangi.

Baca Selengkapnya

Digelar Tiga Hari, Festival Pecinan Banyuwangi Angkat Kuliner dan Kesenian Khas Tionghoa

23 Februari 2024

Digelar Tiga Hari, Festival Pecinan Banyuwangi Angkat Kuliner dan Kesenian Khas Tionghoa

Festival Pecinan yang digelar tiga hari, 23-25 Februari 2024, menunjukkan bagaimana keguyuban dan keramahan semua etnis yang ada di Banyuwangi.

Baca Selengkapnya