Dampak dari penerapan sasi, kata Marten, ialah adanya peningkatan sumber daya laut seperti teripang. Apalagi setelah masyarakat mendapatkan pendampingan untuk melakukan pemetaan wilayah sasi dari The Nature Conservancy (TNC).
Marten menjelaskan, sebelum adanya pemetaan wilayah sasi, produksi hasil laut seperti teripang dan udang kurang optimal. Hal itu disebabkan warga hanya melakukan sasi tanpa melihat apakah di lokasi tersebut merupakan habitat hewan laut, seperti udang maupun teripang. "Dulu sebelum adanya pemetaan, setelah buka sasi, dalam sehari kami hanya mendapatkan seratus teripang. Namun pasca adanya zonasi, dalam sehari kami bisa memperoleh seribu teripang," tuturnya.
Teripang hasil panen, imbuh Marten, biasanya dijual dengan harga Rp 1,2 juta per kilogram. Teripang tersebut dijual pada seorang pengepul. Pengepul itu lantas mengekspor teripang tersebut ke berbagai rumah makan di Cina.
Koordinator Program Pengawasan dan Evaluasi TNC Raja Ampat Awaludinnoer mengatakan, kendati sasi merupakan warisan leluhur, banyak warga Misool yang tak mengetahui di mana saja, mereka harus melakukan sasi. "Dulu masyarakat kerap salah saat memilih lokasi sasi, dampaknya, sumber daya laut yang disasi tak maksimal." tutur pria yang akrab disapa Wawan.
Selain itu, TNC, imbuh Wawan, juga mensosialisasikan ukuran tangkapan teripang maupun udang. Musababnya, jika warga mengambil seluruhnya tanpa adanya pemilahan, tak ada kesempatan bagi teripang dan udang untuk berkembang biak.