TEMPO.CO, Raja Ampat - Mesin perahu milik The Nature Conservancy (TNC) dengan kekuatan 400 PK ini terus melintasi perairan Raja Ampat. Setelah 15 menit mengarungi lautan dari Kampung Harapan Jaya, Distrik Misool Selatan, Misool, Raja Ampat, Papua Barat, perahu mulai meliuk-liuk di sela-sela bebatuan karst. Puluhan batu karst tersebut menjulang di atas air laut yang berwarna biru kehijauan. Di sekujur bebatuan berwarna hitam itu, pelbagai macam pepohonan berdaun hijau tumbuh di permukaannya.
Tak jauh dari bebatuan itu, segerombolan burung berputar di atas laut. Di antara puluhan batuan yang terbentang di sekujur perairan Distrik Misool Selatan, terdapat salah satu bukit dengan tinggi mencapai 78 meter. "Puncak bukit ini dikenal dengan nama Puncak Davalen," ujar Nawawi Mayor kepada Tempo, Ahad lalu, 25 Oktober 2015.
Pria berusia 32 tahun ini mengatakan, jika pada pertengahan Juni tahun lalu, ia sengaja mencari objek wisata di Misool. Musababnya, saat itu, banyak wisatawan datang ke Raja Ampat tanpa singgah di Misool.
Menurut Nawawi, saat itu, media massa lebih banyak mengekspose bebatuan dan bukit karst yang terdapat di Pulau Waigeo, seperti puncak Painemo. Padahal, Misool pun memiliki objek wisata serupa.
Dari rasa penasaran tersebut, Nawawi memberanikan diri untuk meminjam perahu pada temannya. Setelah berkeliling, akhirnya dia menemukan sebuah bukit batuan karst yang tinggi di wilayah itu. "Saat itu, saya mencoba untuk mendaki hingga puncak. Ternyata jalurnya sangat curam dan terjal," tuturnya.
Ingin daerahnya tak kalah populer dengan Waigeo, Nawawi lantas mengajak tiga saudaranya, Sulaiman Rahanyantel, Haruna Solsio, dan Murat Mayor untuk membuat jalur pendakian ke puncak bukit yang baru ia daki tersebut. Berbekal alat-alat pertukangan seperti palu, paku, tambang, dan beberapa balok kayu, pria yang tinggal di RT 02, RW 02, Kampung Yellu, Distrik Misool Selatan ini, mulai membuat pijakan bagi para pengunjung.
Terjalnya jalur pendakian membuat Nawawi harus gotong royong dengan tiga saudaranya. Bahkan, dia dan saudaranya pun harus bekerja keras untuk dapat membuat jembatan kayu dengan panjang sekitar 15 meter agar wisatawan dapat mencapai puncak. Sebab itu, dia dan saudara-saudaranya perlu waktu tiga hari untuk meretas jalan dari lereng menuju puncak bukit.
Kendati sudah terdapat beberapa balok kayu yang bisa dijadikan pijakan, jalur pendakian menuju puncak Davalen dengan kemiringan hampir 55 derajat itu membuat pengunjung harus berhati-hati saat mendakinya. Jika kaki salah melangkah dan terpeleset, kaki dan tangan bisa luka lantaran membentur bebatuan.
Agar tak terpeleset saat mendaki, kami pun harus berpegangan pada tambang dengan diameter sekitar 3 sentimeter yang telah diikatkan oleh Nawawi pada sebuah pohon. Selain berpegangan pada tambang, kami mendapatkan kemudahan saat mendaki lantaran kaki kami dapat berpijak pada balok-balok kayu yang dipaku pada bebatuan.
Saat mendaki sejauh 200 meter itu, sesekali kami pun harus bergantian untuk menyebrangi jembatan dengan panjang sekitar 15 meter. Jembatan yang dibangun Nawawi terbuat dari balok kayu dengan lebar sekitar 15 sentimeter. Agar tak terjatuh saat menyebrangi lubang, Nawawi membuat pegangan yang terbuat dari batang kayu.
Perlu waktu sekitar 20 menit dari kaki menuju puncak bukit. Namun saat mencapai puncak, kesulitan saat mendaki terbayar. Dari puncak, kami bisa melihat puluhan batuan karst yang ditutupi pepohanan berdaun hijau. Bebatuan dengan ketinggian yang berbeda-beda itu menyembul ke permukaan air laut. Semilir angin laut, membuat kami tak merasakan teriknya sinar matahari saat itu.
Kendati puncak Davalen mulai dikenal, Nawawi tak ingin ikut terkenal. Padahal dia bisa saja mengubah nama Davalen dengan namanya. Di Raja Ampat masih ditemukan puncak bukit yang dinamai oleh si pembuka jalur pendakian. "Biar saja puncak ini dikenal dengan sebutan Davalen, karena memang masyarakat Misool menyebutnya seperti itu," ujarnya.
Bagi Nawawi yang paling penting ialah adanya perhatian pemerintah. Menurut dia, pemerintah harus segera memperbaiki jalur pendakian ke puncak Davalen karena jalur yang dibuatnya masih jauh dari kata laik.
Sementara itu, Koordinator Pengawas Unit Pelaksana Teknis Daerah Kawasan Konservasi Perairan Daerah Raja Ampat Mohammad Ali Oherenan mengatakan, di distrik Misool Selatan, terdapat tiga bukit karst yang saat ini mulai dikunjungi wisatawan. Tiga bukit tersebut memiliki puncak yang disebut Motnikalet, Dapunlol, dan Davalen. "Dari tiga bukit karst itu, mendaki puncak Davalen ialah yang termudah," katanya.
Menurut dia, waktu terbaik untuk mendaki puncak Davalen ialah pagi dan sore hari. Musababnya saat itu, wisatawan dapat menikmati cahaya matahari terbit dan terbenam.
Menurut Koordinator Tarif Jasa dan Lingkungan Badan Layanan Umum Daerah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kawasan Konservasi Perairan Raja Ampat Siti Hamidah jumlah kunjungan wisatawan ke Raja Ampat akan meningkat pada September hingga April.
Pada waktu itu, imbuh Hamidah, gelombang laut di perairan Raja Ampat cukup tenang sehingga sangat cocok untuk berlayar dan menyelam. "Apalagi banyak wisatawan dari Amerika dan Eropa yang datang kemari memang untuk menyelam," ujarnya. Dia memperkirakan jumlah kunjungan wisatawan ke Raja Ampat akan meningkat sekitar 20 sampai 30 persen.
GANGSAR PARIKESIT