TEMPO.CO, Lampung - Teluk Kiluan di Tanggamus berjarak sekitar 80 kilometer dari ibu kota provinsi Lampung. Bisa ditempuh kira-kira 2,5 jam dengan bermobil dengan kondisi jalur normal. Tapi karena sebagian jalan berlubang, waktu tempuh jadi berkisar 4 jam. “Sebenarnya enggak jauh, tapi ampun jalanannya rusak parah. Siap-siap aja pegal linu,” ucapan seorang kawan kemabli terngiang ketika saya menuju Kiluan pada pengujung tahun lalu.
Setelah jalan cukup baik sepanjang 20 kilometer, selebihnya jalan selalu diselingi dengan jalan berlubang. Obyek wisata ini memang secara administratif termasuk wilayah Kabupaten Tanggamus. Tapi di sepanjang jalan, roda kendaraan menggelinding di jalan-jalan milik Kabupaten Pesawaran.
Setelah melewati pantai, deretan tambak hingga persawahan akhirnya tiba juga di Gerbang obyek wisata Teluk Kilauan yang berada di Pekon atau Desa Kiluan Negeri, Kecamatan Kelumbayan. Nah, dari gerbang inilah saya memasuki wilayah Tanggamus.
Rasanya lega, guncangan tak datang lagi. Nyiur melambai menyambut perkampungan penduduk berdarah Bali berikut pura yang menjadikan pemandangan unik. Ada anak panah yang menunjukkan arah vila dan homestay, lengkap dengan nama dan serta ponsel pemiliknya. Tentu hal tersebut membuat saya tersenyum kecil.
Tak lama, air laut tampak di balik pohon kelapa. Bentuk teluk pun kian jelas. Tiba di salah satu ujung teluk terlihat orang membangun rumah panggung yang tentu akan disewakan kepada wisatawan.
Homestay Pak Solihin yang akan menjadi tempat saya bermalam berada di tempat paling ujung. Kendaraan beroda empat harus diparkir dan selanjutnya berjalan kaki sekitar 5 menit karena hanya ada jalan setapak. Di baliknya tepat sebuah bukit karang dengan sedikit tumbuhan. Lebih hening terasa.
Di depan kamar ada bambu disusun berjajar, sehingga bisa untuk duduk berselonjor menatap laut. Di bawahnya air laut tenang, nyaris tanpa suara. Hanya sesekali suara siamang bersahutan. Sungguh menggetarkan.
RITA NARISWARI | TRAVELOUNGE