TEMPO.CO, Raja Ampat -Sebuah salib putih setinggi sekitar 6 meter "menyapa" masyarakat yang baru tiba di dermaga kayu Kampung Kapatcol, Kepulauan Misool, Kabupaten Raja Ampat, Propinsi Papua Barat. Kampung ini bisa ditempuh jalur laut selama satu jam dengan menumpang kapal cepat dari Kampung Harapan Jaya, Kepulauan Misool. Dibawah salib itu tertulis Tugu Peringatan Injil Masuk Kapatcol.
Kristen memang menjadi agama utama di kampung yang dihuni 36 kepala keluarga ini. Setelah memasuki gerbang desa yang sederhana itu, sebuah jalan beraspal akan langsung menunjukkan jalan menuju gereja putih. Gereja itu terletak di dataran yang lebih tinggi dibanding rumah-rumah penduduk. Jalan menuju gereja desa itu pun terlihat asri dengan bunga dan lampu yang berjejer rapi sepanjang pinggir jalan.
Deretan rumah-rumah penduduk kampung yang berdiri teratur juga menyuguhkan pemandangan teduh. Pagar-pagar mereka yang terbuat dari kayu diwarnai hitam dan putih. Beragam bunga menghiasi halaman rumah penduduk. Salah satu bunga favorit yang banyak terlihat adalah anggrek.
Tak hanya bunga yang menebar di penjuru kampung, anjing-anjing liar pun bebas berkeliaran. Untungnya kotoran mereka tidak terlalu memenuhi jalan raya yang rapi. Pemandangan ini berkebalikan dengan Kampung Harapan Jaya, Kepulauan Misool, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat.
Rumah di Kampung Harapan Jaya tidak terlalu rapi. Kebanyakan di antara mereka tidak memiliki bunga di halaman rumah-rumah mereka. Lebih lagi, kambing-kambing yang berkeliaran di pantai atau yang berseliweran rajin menebar kotoran di jalanan, dan membuat pengguna jalan kurang nyaman.
Terawatnya kampung Kaputcol tidak lepas dari campur tangan ibu-ibu daerah itu yang sangat kreatif, terutama sang pencetusnya, Betlina Hay, 44 tahun. Wanita berkulit gelap ini pernah menjadi istri kepala kampung. Sebagai Ibu Kepala, ia sempat diikutsertakan dalam kegiatan kabupaten untuk dikirim ke Jawa untuk menambah wawasan. "Dulu saya sempat di Yogja 1 minggu dan di Surabaya 1 bulan," katanya kepada Tempo pada Rabu 11 Juni 2014.
Perjalanan itu memberi Betlina banyak pelajaran. Mulai dari tata boga, ilmu menanam bunga, tata rias. Setelah kembali ke Kampung Kapatcol, ia segera membagi ilmunya kepada ibu-ibu masyarakat sekitar. "Setelah melihat kondisi di kampung, saya ajarkan ilmu menanam bunga," katanya menyesuaikan kondisi kampung halamannya. Bila ia membagikan ilmu tata rias, akan sulit mendapat beberapa perlengkapannya. Karena tetek bengek untuk tata rias hanya tersedia di Sorong yang berjarak sekitar 4 jam menggunakan kapal cepat dari Kapatcol.
Ternyata ibu-ibu di Kapatcol menyukai ide berkebun bunga. Mereka "membedah" hutan dan mencari bunga apa saja yang bisa mereka pelihara untuk mempercantik rumah. Buktinya bisa dilihat sekarang dengan hamparan warna-warni di pekarangan rumah warga Kapatcol. Bahkan mereka pun mulai melakukan budidaya anggrek. Terdapat dua buah kawasan yang menjadi tempat budidaya di kampung itu. "Kalau ada orang dari kabupaten kadang kami beri," kata Betli yang menghadiahkan bunga itu sebagai salah satu souvenir kampung.
Walau hanya lulusan sekolah dasar, Betli yang saat ini menghidupi keenam anaknya seorang diri dengan berjualan makanan, tetap semangat mengajak ibu-ibu berkreasi. Ia termasuk salah satu yang aktif dalam mengembangkan kegiatan ibu-ibu Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK). "Dalam waktu dekat, kami ingin membuat seragam PKK," kata wanita yang ingin berkunjung kembali ke tanah Jawa.
MITRA TARIGAN