Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Makna Perayaan Sekaten Bergeser  

image-gnews
Kondur Gongso adalah upacara pengembalian Gamelan Jawa Kyai Guntur Madu dan Kyai Nogowilogo dari Masjid Agung Gehde menuju Keraton Yogyakarta yang menandakan berakhirnya perayaan Sekaten di alun-alun utara dalam menyambut Maulud Nabi. TEMPO/Subekti
Kondur Gongso adalah upacara pengembalian Gamelan Jawa Kyai Guntur Madu dan Kyai Nogowilogo dari Masjid Agung Gehde menuju Keraton Yogyakarta yang menandakan berakhirnya perayaan Sekaten di alun-alun utara dalam menyambut Maulud Nabi. TEMPO/Subekti
Iklan

TEMPO.CO, Yogyakarta -- Peringatan sekaten di Yogyakarta mengalami pergeseran makna karena masyarakat lebih mementingkan transaksi jual beli ketimbang belajar tentang agama Islam. Sekaten di Yogyakarta berlangsung pada 17-23 Januari 2013.

Pengangeng Tepas Dwarapura Keraton Yogyakarta atau Kepala Kantor Dwarapura Keraton Yogyakarta KRT H. Jatiningrat mengatakan indikasi pergeseran makna perayaan sekaten adalah semakin meningkatnya volume transaksi jual beli di sekitar Alun-alun Utara. Pengunjung orientasinya hanya transaksi jual beli dan tidak memahami makna sekaten. Pengunjung tidak banyak yang mendengarkan dakwah yang disampaikan di Masjid Gede yang terletak di barat Alun-alun Utara.

"Mereka kebanyakan sibuk dengan transaksi jual beli. Kondisi ini berbahaya karena masyarakat lebih mementingkan nilai ekonomi," katanya di kediamannya, kawasan Keraton Yogyakarta, Kamis, 24 Januari 2013.

Menurut dia, orientasi jual beli membuat banyak orang tidak punya waktu mengenal sejarah perayaan sekaten dan Maulid Nabi Muhammad SAW. Pengunjung sekaten disibukkan dengan hiruk pikuk transaksi jual beli. "Hiruk pikuk transaksi jual beli memang tidak bisa dihindari. Namun, memahami makna dakwah Islam dan kelahiran Nabi Muhammad SAW juga penting," kata dia.

Ia mengatakan pemerintah telah menyosialisasikan sejarah sekaten telah melalui berbagai media, seperti stand khusus di Alun-alun Utara dan papan informasi di kawasan Abu Bakar Ali. Namun, upaya itu masih membutuhkan kerja keras karena banyak masyarakat yang belum memahami makna sekaten dan perayaan Maulud Nabi secara mendalam.

Pemerhati budaya Keraton, yang biasa dikenal dengan nama Romo Tirun Marwito, menjelaskan sekaten telah ada sejak zaman Kerajaan Demak. Sekaten berarti syahadat ain. Di zaman Raden Patah, sekaten dirayakan di depan Masjid Demak. Dalam perayaan itu dibunyikan gamelan. Perayaan sekaten kemudian terus berlangsung hingga pergantian kerajaan dan kepemimpinan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di Yogyakarta, perayaan sekaten, kata dia, berlangsung pada 1755 atau pada masa perjanjian Giyanti. Kala itu, Sultan Agung memberikan gamelan bernama Kyai Guntur Sari kepada Surakarta dengan kepemimpinan Pakubuwono III. Sedangkan, gamelan Guntur Madu diberikan kepada Yogyakarta dengan kepemimpinan Sri Sultan Hamengku Buwono I.

Menurut dia, Gamelan Guntur Madu selalu dibunyikan saat perayaan sekaten di Yogyakarta. Yogyakarta kemudian memiliki gamelan Kyai Nogo Wilogo. Kedua gamelan itu rutin dibunyikan di Bangsal Ponconiti, Kemandungan Lor, atau Keben di kawasan Kraton dan Masjid Gede.

Pada perayaan sekaten yang berlangsung pada 17-23 Januari 2013, kedua gamelan itu terus dibunyikan oleh para abdi dalem. Gamelan tidak dibunyikan ketika masuk waktu salat, salat Jumat, dan Kamis menjelang masuk waktu Magrib.

Sementara itu, perayaan Maulid Nabi juga mengalami perubahan tradisi. Sebelum 1941 terdapat tradisi siniwoko atau raja bersemedi. Tradisi itu menggambarkan sultan duduk menghadap ke masyarakat dan tidak berbicara di kawasan Kraton. "Sekarang tradisi itu sudah tidak ada karena situasinya berbeda. Dulu ada tradisi itu karena situasinya dalam keadaan perang," katanya.

SHINTA MAHARANI

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Cerita dari Kampung Arab Kini

7 hari lalu

Cerita dari Kampung Arab Kini

Kampung Arab di Pekojan, Jakarta Pusat, makin redup. Warga keturunan Arab di sana pindah ke wilayah lain, terutama ke Condet, Jakarta Timur.


Begini Antusiasme Ribuan Warga Ikuti Open House Sultan Hamengku Buwono X

11 hari lalu

Suasana Open House Lebaran yang digelar Gubernur DIY Sri Sultan HB X di Komplek Kepatihan Yogyakarta, Selasa 16 April 2024. TEMPO/Pribadi Wicaksono
Begini Antusiasme Ribuan Warga Ikuti Open House Sultan Hamengku Buwono X

Sekda DIY Beny Suharsono menyatakan open house Syawalan digelar Sultan HB X ini yang pertama kali diselenggarakan setelah 4 tahun absen gegara pandemi


Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

47 hari lalu

Ilustrasi Keraton Yogyakarta. Shutterstock
Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

Penetapan 13 Maret sebagai hari jadi Yogyakarta tersebut awal mulanya dikaitkan dengan Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755


DI Yogyakarta Berulang Tahun ke-269, Tiga Lokasi Makam Pendiri Mataram Jadi Pusat Ziarah

51 hari lalu

Ziarah ke makam Kotagede Yogyakarta pada Kamis, 6 Maret 2024 digelar menjelang peringatan hari jadi ke-269 DIY (Dok. Istimewa)
DI Yogyakarta Berulang Tahun ke-269, Tiga Lokasi Makam Pendiri Mataram Jadi Pusat Ziarah

Tiga makam yang disambangi merupakan tempat disemayamkannya raja-raja Keraton Yogyakarta, para adipati Puro Pakualaman, serta leluhur Kerajaan Mataram


Ketua Komisi A DPRD DIY: Tidak Boleh Sweeping Rumah Makan Saat Ramadan

55 hari lalu

Perhelatan Sarkem Fest 2024 digelar di Yogyakarta. (Dok. Dinas Pariwisata Yogyakarta)
Ketua Komisi A DPRD DIY: Tidak Boleh Sweeping Rumah Makan Saat Ramadan

Ketua Komisi A DPRD DIY Eko Suwanto menegaskan tidak boleh ada sweeping rumah makan saat Ramadan. Begini penjelasannya.


Badai Tropis Anggrek Gempur Gunungkidul, Ada 27 Kerusakan

20 Januari 2024

Ilustrasi badai. Johannes P. Christo
Badai Tropis Anggrek Gempur Gunungkidul, Ada 27 Kerusakan

Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mencatat 27 kejadian kerusakan dampak Badai Tropis Anggrek yang terdeteksi di Samudera Hindia.


Yogyakarta Dilanda Hujan Lebat dan Angin Kencang, BMKG : Potensi Sama sampai Minggu

4 Januari 2024

Hujan akibatkan kanopi di Stasiun Tugu Yogyakarta roboh, Kamis, 4 Januari 2024. Tempo/Pribadi Wicaksono
Yogyakarta Dilanda Hujan Lebat dan Angin Kencang, BMKG : Potensi Sama sampai Minggu

BMKG menjelaskan perkiraan cuaca Yogyakarta dan sekitarnya hingga akhir pekan ini, penting diketahui wisatawan yang akan liburan ke sana.


Gunung Merapi Keluarkan Awan Panas, Sejumlah Desa Terkena Dampak

8 Desember 2023

Gunung Merapi meletus lagi, mengirim material vulkanik hingga setinggi tiga kilometer di atas puncak gunung itu, Jumat pagi 10 April 2020. Letusan itu adalah yang ketujuh sejak yang pertama Jumat pagi 27 Maret lalu. FOTO/DOK BPPTKG
Gunung Merapi Keluarkan Awan Panas, Sejumlah Desa Terkena Dampak

Gunung Merapi di perbatasan antara Jawa Tengah dan Yogyakarta mengeluarkan awan panas guguran.


Kader PSI Ade Armando Dilaporkan ke Polisi Dijerat UU ITE, Begini Bunyi Pasal dan Ancaman Hukumannya

8 Desember 2023

Ketua Umum Partai PSI Giring Ganesha (kanan) memakaikan jaket partai kepada Ade Armando (kiri), sebagai simbol bergabung partai PSI di kantor DPP partai PSI, Jakarta Pusat, Selasa, 11 April 2023. Ketua Umum partai PSI mengumumkan bergabungnya Ade Armando menjadi kader Partai PSI. TEMPO/MAGANG/MUHAMMAD FAHRUR ROZI.
Kader PSI Ade Armando Dilaporkan ke Polisi Dijerat UU ITE, Begini Bunyi Pasal dan Ancaman Hukumannya

Politikus PSI Ade Armando dipolisikan karena sebut politik dinasti di Yogyakarta. Ia dituduh langgar Pasal 28 UU ITE. Begini bunyi dan ancaman hukuman


Begini Sejarah Panjang Yogyakarta sebagai Daerah Istimewa

8 Desember 2023

Masyarakat berebut gunungan Sekaten di halaman Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta Kamis (28/9). Dok. Keraton Yogyakarta.
Begini Sejarah Panjang Yogyakarta sebagai Daerah Istimewa

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki sejarah panjang hingga memiliki otonomi khusus. Berikut penjelasannya.