Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Di Kampung Wisata Flory Sleman Yogyakarta, Puluhan Anak Muda Berkumpul Soroti Keberlanjutan Lingkungan

image-gnews
Sekumpulan anak muda berkumpul di Kampung Wisata Flory Sleman Yogyakarta membahas tentang isu pendidikan dan keberlanjutan lingkungan Sabtu (3/8). Tempo/Pribadi Wicaksono
Sekumpulan anak muda berkumpul di Kampung Wisata Flory Sleman Yogyakarta membahas tentang isu pendidikan dan keberlanjutan lingkungan Sabtu (3/8). Tempo/Pribadi Wicaksono
Iklan

TEMPO.CO, Yogyakarta - Persoalan lingkungan belakangan menjadi sorotan karena mulai mendatangkan bencana bagi manusia.

Padahal ketika lingkungan itu dirawat dan dijaga, akan memberikan banyak dampak ekonomi dengan ancaman bencana alam minimal.

Di Daerah Istimewa Yogyakarta, belakangan digencarkan penutupan puluhan titik penambagan ilegal oleh pemerintah karena dikhawatirkan memicu kerusakan alam dan menimbulkan bencana ke depan.

Lantas, apakah pemicu kerusakan lingkungan hanya sebatas penambangan liar itu?

Puluhan anak muda dari berbagai universitas di Yogyakarta tampak berkumpul di kawasan Kampung Wisata Flory Kabupaten Sleman Yogyakarta, Sabtu, 3 Agustus 2024.

Mereka coba membedah bagaimana kultur sosial, dunia pendidikan, dan lingkungan saling berelasi.

Mereka menyoroti makin besarnya gap sosial di masyarakat belakangan ini yang dipicu pesatnya arus informasi, terutama melalui media sosial. 

Satu kekhawatiran jika gap sosial itu makin besar dan dibiarkan, berdampak pada rusaknya kultur yang merembet pada lingkungan terutama di desa-desa yang masih lestari dan kental adat istiadatnya. 

Terlebih di Yogyakarta dan Jawa Tengah, masih menjadi basis hidupnya sejumlah kearifan lokal dan memiliki alam yang masih terawat.

"Dari gerakan yang kami lakukan dengan turun langsung ke desa-desa terpencil di wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah, banyak remaja yang persepsi hidupnya kini berpatokan pada informasi media sosial," kata mahasiswa dari Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta Ilham Ramdani pada Sabtu.

Padahal yang ditawarkan di media sosial seringkali berlawanan dengan realitas sosial di pedesaan-pedesaan. 

"Gaya hidup flexing (pamer kekayaan) di media sosial, gambaran remaja yang sudah kaya raya tanpa diketahui prosesnya, menimbulkan gap besar karena situasi realitasnya tidak seperti itu," kata dia.

Pola pikir instan warga desa

Tren seragam di media sosial itu dinilai ikut berkontribusi memicu pola pikir instan di kalangan anak muda tak terkecuali di desa-desa. Pola pikir instan seperti ingin cepat kaya tanpa proses ini yang dikhawatirkan mengabaikan alam.  

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

"Sampai ada desa yang sekolahnya kekurangan siswa, anak-anaknya tak berminat lagi sekolah," kata Ilham yang sejak Maret 2024 lalu bersama puluhan mahasiswa dan pelajar turun ke 10 desa di Yogya dan Jawa Tengah dalam Gerakan Turun Sekolah. 

Lebih miris, ujar Ilham, ketika jalan untuk menjadi kaya itu mulai dilakukan dengan melakukan eksploitasi lingkungan agar mendapat keuntungan finansial secara cepat, seperti melakukan penambangan liar, menggunduli hutan yang memicu banjir dan longsor.

"Kami saat ini berupaya memberi pemahaman di desa-desa yang kami sambangi, melalui sekolah terutama, bahwa apa yang digambarkan di media sosial itu tak semuanya seperti realitas sebenarnya,"

"Kami mendorong anak anak merasa senang kembali belajar di sekolah, mendorong pemuda melestarikan adat istiadatnya, lebih menjaga alamnya agar tak memicu bencana di kemudian hari," imbuh dia.

Menurutnya, para mahasiswa dan pelajar yang terlibat gerakan turun ke desa desa itu juga sebagai refleksi memahami keadaan dunia pendidikan saat ini.

Merawat lingkungan

Aktivis pendidikan yang juga Dosen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi UGM Yogyakarta Muhammad Nur Rizal dalam forum itu mengatakan aktivitas manusia di era industri 4.0 membuat bumi bekerja semakin berat.

"Dengan aktivitas manusia saat ini, bumi bekerja 1,5 lipat lebih berat dari kemampuannya, ini yang akhirnya kerap memicu bencana alam akhir akhir ini akibat eksploitasi lingkungan," kata Rizal.

Rizal mengatakan tantangan berat saat ini bagi generasi muda karena mereka dihadapkan pada kesenjangan ekologikal.

"Jadi selain harus menghadapi tantangan sosial untuk masa depannya, mereka harus bisa menjaga keberlanjutan lingkungannya," ujar pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan itu.

Oleh sebab itu, kata, Rizal, perlu diantisipasi hilangnya jati diri pada kalangan muda ini. Termasuk mereka yang beraktivitas di pedesaan yang masih kuat kulturnya dalam merawat lingkungan.

PRIBADI WICASONO

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Wisatawan Padati Prosesi Grebeg Maulud Keraton Yogyakarta

10 jam lalu

Para abdi dalem Keraton Yogyakarta membagikan hasil bumi gunungan dalam Gerebeg Maulud di Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta Senin 16 September 2024. Dok.istimewa
Wisatawan Padati Prosesi Grebeg Maulud Keraton Yogyakarta

Ribuan wisatawan memadati jalannya prosesi Garebeg atau Grebeg Maulud yang digelar Keraton Yogyakarta Senin 16 September 2024.


Libur Panjang Maulid Nabi, Arus Lalu Lintas ke Destinasi Kota Yogyakarta Dipadati Wisatawan

1 hari lalu

Kepadatan kendaraan di area jalan menuju Taman Sari Keraton Yogyakarta Minggu (15/9). Tempo/Pribadi Wicaksono
Libur Panjang Maulid Nabi, Arus Lalu Lintas ke Destinasi Kota Yogyakarta Dipadati Wisatawan

Libur panjang akhir pekan Maulid Nabi berhasil mendongkrak kunjungan wisatawan ke Yogyakarta.


Long Weekend Maulid Nabi, Okupansi Hotel Baru di Yogyakarta Turut Melonjak

1 hari lalu

Ilustrasi kamar hotel. Freepik.com/Jannoon028
Long Weekend Maulid Nabi, Okupansi Hotel Baru di Yogyakarta Turut Melonjak

Para pelaku perhotelan Yogyakarta berharap bisa menaikkan okupansi mereka setelah pada Agustus lalu sempat drop di bawah target.


Besok Keraton Yogyakarta Gelar Grebeg Maulud, Begini Prosesi dan Aturannya

1 hari lalu

Ratusan warga antusias berebut gunungan Grebeg Maulud yang digelar Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat di Halaman Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta, Kamis (28/9/2023).  (ANTARA/Luqman Hakim)
Besok Keraton Yogyakarta Gelar Grebeg Maulud, Begini Prosesi dan Aturannya

Sebelum Grebeg Maulud ini digelar, Keraton Yogyakarta menggelar prosesi awalan mulai dari Miyos Gangsa, Numplak Wajik, dan Kondur Gangsa.


Alasan Gunung Merapi Belum Dibuka untuk Pendakian, Sepekan 3 Kali Awan Panas

2 hari lalu

Awan panas guguran Gunung Merapi, Minggu 17 Agustus 2024, pukul 12.27 WIB. Dok. BPPTKG Yogyakarta
Alasan Gunung Merapi Belum Dibuka untuk Pendakian, Sepekan 3 Kali Awan Panas

Meski masih aktif meluncurkan awan panas dan lava pijar, cuaca di sekitar Gunung Merapi umumnya cerah pada pagi dan malam hari.


Akhir Pekan, Ada Simfoni Gumuk Pasir di Pantai Selatan Bantul

3 hari lalu

Gumuk Pasir di Parangtritis (geoparkjogja.jogjaprov.go.id)
Akhir Pekan, Ada Simfoni Gumuk Pasir di Pantai Selatan Bantul

Simfoni Gumuk Pasir bukan hanya sekadar festival musik, tetapi juga perayaan seni, alam dan budaya.


Wisatawan Bisa Belanja Cendera Mata Pasar Beringharjo Yogyakarta di Marketplace

3 hari lalu

Wisatawan berjubel di depan Pasar Beringharjo. Mereka masih menikmati Kota Yogyakarta pada awal tahun, Rabu, 1 Januari 2020. TEMPO/Pribadi Wicaksono
Wisatawan Bisa Belanja Cendera Mata Pasar Beringharjo Yogyakarta di Marketplace

Pasar Beringharjo yang menjadi surganya wisatawan berburu produk kerajinan di Yogyakarta kini hadir di marketplace.


Bakal Dipindahkan ke Lokasi Baru, PKL Malioboro Siap Mengadu ke UNESCO

4 hari lalu

Aksi PKL Teras Malioboro 2 memprotes rencana relokasi yang akan dilakukan Pemda DIY di Jalan Malioboro Yogyakarta Rabu (11/9). Tempo/Pribadi Wicaksono
Bakal Dipindahkan ke Lokasi Baru, PKL Malioboro Siap Mengadu ke UNESCO

Kawasan Malioboro tempat PKL berjualan merupakan bagian dari Sumbu Filosofi Yogyakarta, salah satu warisan budaya dunia UNESCO.


Di Kafe Ini, Tamu Bisa Menyeruput sembari Belajar tentang Kopi dari A sampai Z

4 hari lalu

Suasana kafe yang juga merangkap akademi kopi di Talabumi Coffee Yogyakarta. Tempo/Pribadi Wicaksono
Di Kafe Ini, Tamu Bisa Menyeruput sembari Belajar tentang Kopi dari A sampai Z

Kafe di Bantul ini memiliki kelas untuk belajar segala hal tentang kopi dari A sampai Z, dari manajerial sampai rantai pasok.


Kembali ke Jalan, PKL Malioboro Desak Pemda Yogya Buka Dialog Atau Diadukan ke UNESCO

4 hari lalu

Para PKL yang menempati Teras Malioboro 2 menggelar aksi di halaman Kantor Gubernur DIY Kepatihan Yogyakarta Jumat 3 Agustus 2024. Tempo/Pribadi Wicaksono
Kembali ke Jalan, PKL Malioboro Desak Pemda Yogya Buka Dialog Atau Diadukan ke UNESCO

Aksi ini merupakan bentuk protes para PKL Teras Malioboro 2 terhadap rencana relokasi sepihak yang akan dilakukan Pemda DIY pada awal 2025.