TEMPO.CO, Jakarta - Di Jepara masyarakat heboh meramaikan sudut-sudut tempat dengan kemeriahan perang obor. Dikutip dari Antara, kegiatan terbaru, tradisi perang obor ini dilakukan pada 20 Mei 2024 lalu di Desa Tegal Sambi, Tahunan, Jepara dengan diikuti oleh 40 peserta yang membawa 400 buah obor. Tradisi ini dimaksudkan untuk merepresentatifkan rasa syukur atas kelimpahan rezeki, kesehatan, dan keselamatan ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Esa, perang obor dilaksakan satu kali saja dalam satu tahun.
Dilansir dari Journal of Islamic Studies and Humanities berjudul Tradisi Perang Obor di Tegal Sambi Jepara: Kajian Maqasid Al-Shariah karya Efa Ida Amaliyah, pelaksanaan tradisi perang obor ini tidak dilaksanakan pada sembarang waktu, tetapi berdasarkan perhitungan kalender Jawa. Biasa dilakukan pada bulan Dzulhijjah pada hari Senin Pahing dan di malam Selasa Pon hanya di Desa Tegal Sambi saja.
Selain mengucapkan syukur kepada Tuhan, perang obor juga bermakna tolak bala masyarakat untuk setahun kedepannya. Meskipun hanya dilaksanakan secara lokal, jangan salah karena pesertanya ada yang berasal dari turis mencanegara pula.
Makna perang obor yakni peserta nantinya saling menyerang satu sama lain, untuk yang terkena percikan api tidak perlu khawatir karena sudah disediakan obat air londoh yang dirahasiakan formulanya. Hanya dengan air tersebut kulit yang melepuh atau terbakar akan pulih, itu dianggap sebagai keajaiban yang diberikan oleh Tuhan atas manusia.
Umumnya air Londoh disediakan oleh kepala desa setempat yang bisa diminta siapa pun yang terluka selama perang obor. Tetapi sebelum melakukan tradisi ini, penduduk desa terlebih dahulu melakukan sedekah bumi dengan berbagi makanan untuk dimakan secara bersama-sama.
Meskipun diwarnai dengan kekerasan, para peserta perang obor bisa melakukannya dengan selamat serta aman. Dilansir dari warisanbudaya.kemdikbud.go.id, tradisi ini merupakan transmisi dari generasi ke generasi sejak abad ke-XVI dengan obor terbuat dari daun kelapa dan pisang. Selain itu, ada unsur kepercayaan religius dan magis di dalamnya dengan Tuhan sebagai pusat religius tersebut. Bermakna manusia harus dekat dengan Tuhan dan selalu mengingat kodratnya.
Rangkaian upacara yang menyertai tradisi ini yaitu penggantian sarung benda pusaka dan pencucian kembang setaman untuk membasuh luka para peserta perang obor, terakhir adalah menyembelih kerbau. Tradisi perang obor akan berakhir jika peserta yang bertahan hanya seorang saja, penduduk Jepara percaya jika perang obor sukses digelar artinya desa terbebas dari marabahaya yang merugikan masyarakat desa.
Pilihan Editor: Tradisi Ekstrem Perang Obor Tolak Bala Warga Jepara