TEMPO.CO, Padang - Sebuah masjid bergaya arsitektur Mughal dengan cat hijau menarik perhatian wisatawan di Kota Padang, namanya masjid Muhammadan. Bagian depan masjid yang bercat putih dengan hiasan ornamen hijau.
Fasad-fasadnya disangga oleh tujuh tiang, termasuk tiang ujung kiri dan kanan yang menyatu dengan sebuah bangunan berbentuk menara. Posisi masjid tersebut tidak terlalu jauh dengan Kelenteng See Hien Kiong yakni di Kelurahan Pasa Gadang, Kecamatan Padang Selatan, Kota Padang, Sumatera Barat.
Saat ini lokasi berdiri masjid tersebut telah menjadi Destinasi Kota Tua, Kota Padang. Banyak bangunan-bangunan peninggalan kolonial Belanda berdiri di sekitar masjid tersebut. Sekilas masjid tersebut persis dengan bangunan-bangunan di India Selatan.
Masjid Muhammadan didirikan oleh komunitas muslim Tamil India pada abad ke 19. Keturunan Tamil India itu datang bersama tentara Inggris yang membentuk pemukiman di sekitar pelabuhan Muara. Lokasi Masjid Muhammadan berdiri sering kali dijuluki masyarakat Minangkabau sebagai Kampung Keling.
Masjid Muhammadan berukuran lebar 15 meter dan panjang 25 meter. Bangunannya terdiri dari tiga lantai. Lantai dasar merupakan tempat salat, sementara lantai dua dan tiga merupakan tempat istirahat yang juga digunakan untuk beberapa keperluan lain seperti memasak.
Di tempat salat, tidak terlihat mimbar seperti umumnya masjid-masjid yang ada di Padang, melainkan hanya jendela berbentuk seperti mimbar dan ditutupi kain hijau berlambang bulan dan bintang
Masjid Muhammadan pada awalnya terbuat dari kapur, pasir, dan gula. Pada awal abad ke-20, konstruksinya ditingkatkan menggunakan semen tanpa mengubah bentuk aslinya.
Berdasarkan data dari Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) di masjid tersebut terdapat inkripsi berabjad Jawi dalam bidang segi empat yang terbuat dari marmer bertuliskan angka "9-12-1343 H" atau sekitar tahun 1924. Dugaannya inkripsi ini merupakan tanggal renovasi masjid dari bahan kayu menjadi tembok.
Setiap tahunya di Masjid Muhammadan selalu digelar tradisi serak gulo. Tradisi tersebut identik dengan kebudayaan Indianya dan sudah masuk dalam Warisan Budaya Tak Benda Indonesia. Tradisi ini juga telah menjadi kalender event Pariwisata Kota Padang.
Pilihan editor: Menyusuri Jejak Kejayaan Kota Padang Era Lampau di Batang Arau