Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Sejarah dan Proses Grebeg Maulud, Makna Gunungan dan Kirab Prajurit Keraton

image-gnews
Abdi dalem Keraton Yogyakarta membawa gunungan dari Kompleks Keraton Yogyakarta menuju Pakualaman saat acara Grebeg Maulud di Yogyakarta, Rabu, 21 November 2018. Dalam rangka memperingati Maulud Nabi Muhammad SAW, Keraton Yogyakarta mengeluarkan tujuh gunungan. ANTARA/Andreas Fitri Atmoko
Abdi dalem Keraton Yogyakarta membawa gunungan dari Kompleks Keraton Yogyakarta menuju Pakualaman saat acara Grebeg Maulud di Yogyakarta, Rabu, 21 November 2018. Dalam rangka memperingati Maulud Nabi Muhammad SAW, Keraton Yogyakarta mengeluarkan tujuh gunungan. ANTARA/Andreas Fitri Atmoko
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Setiap hari lahir Nabi Muhammad, prosesi Grebeg Maulud menjadi salah satu hal yang dinanti masyarakat, khususnya masyarakat Yogyakarta dan Solo. Setiap tahunnya, Keraton Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta mengadakan tradisi Grebeg Maulud pada tanggal 12 bulan Rabiul Awal, yang pada tahun ini jatuh pada 28 September 2023.

Dilansir dari budaya.blog.unisbank.ac.id, Grebeg Maulud adalah salah satu tradisi adat masyarakat Yogyakarta yang diselenggarakan tiap tahun. Grebeg Maulud diadakan untuk memperingati hari kelahiran dan peninggalan ajaran-ajaran Nabi Muhammad.

Grebeg Maulud memiliki arti sebagai wujud syukur dari Keraton Yogyakarta atas berkah kemakmuran yang dapat dinikmati bersama masyarakat. Ternyata, Grebeg Maulud adalah salah satu dari tiga Grebeg yang rutin digelar. Dua Grebeg lainnya yaitu Grebeg Syawal dan Grebeg Besar

Setiap tahun, orang-orang rela berdesakan di terik siang untuk memperebutkan gunungan yang dibagikan oleh pihak Keraton. Gunungan adalah arak-arakan berbagai hasil bumi yang bisa diperoleh masyarakat secara gratis. Konon, mendapat gunungan adalah pertanda bahwa orang akan diperlancar rezekinya. Setidaknya, ada enam Gunungan yang dipersiapkan. Empat Gunungan diarak dari Keraton menuju Masjid Besar Kauman, sedangkan sisanya dibawa ke Kantor Gubernur DIY dan Istana Pakualaman.  

Prosesi Upacara Grebeg Maulud

Grebeg Maulud dimulai dengan Miyos Gangsa. Setelah itu, dilanjutkan dengan Numplak Wajik. Di prosesi ini, semua senjata atau pusaka yang dimiliki oleh Keraton dikeluarkan dan dipersiapkan. Kemudian, prosesi dilanjutkan dengan prosesi Bethak dan Pesowanan Garebeg. 

Dalam Pesowanan Garebeg, nasi yang telah dimasak saat prosesi Bethak, dibentuk menjadi bulatan-bulatan kecil. Setelah itu, nasi tersebut diletakkan dalam pusaka kanjeng kyai Blawong yang berwujud piring besar. Kemudian, dilanjutkan dengan gunungan yang berjumlah enam buah yang diarak.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tradisi Grebeg Maulud diawali dengan konvoi prajurit Keraton berseragam lengkap dengan senjata khusus. Ada pula prajurit yang membawa senjata berupa alat musik yang dimainkan. Setelah rombongan prajurit pertama keluar, muncul rombongan prajurit yang menunggangi kuda. Setelah itu, barulah muncul rombongan gunungan yang siap dibagikan kepada masyarakat

Sejarah Tradisi Grebeg Maulud

Grebeg berasal dari kata gumrebeg, yang memiliki arti perayaan. Sejarah Grebeg adalah warisan penyebaran Islam di Jawa yang diprakarsai oleh Sunan Kalijaga dan Raden Patah. Grebeg Maulud berawal dari inisiasi Sunan Kalijaga mengadakan tabligh akbar di Kerajaan Demak. Sunan Kalijaga berhasil menggaet beberapa pihak kerajaan dan masyarakat luas untuk hadir di acara tersebut. 

Acara Grebeg Maulud yang pertama itu berisi pertunjukkan musik gamelan dan permainan wayang kulit. Acara yang berlangsung di halaman Masjid Agung Demak tersebut memang sebagai media dakwah Sunan Kalijaga. Permainan wayang kulit yang dipentaskan bercerita tentang nilai-nilai keislaman. Acara Grebeg Maulud ditutup dengan makan bersama antara pihak kerajaan dan masyarakat biasa.

Strategi dakwah Sunan Kalijaga tersebut berhasil menarik simpati masyarakat. Masyarakat yang tertarik kemudian mempelajari dan memeluk agama Islam. Tradisi tersebut dianggap sebagai salah satu metode dakwah yang sukses besar. Alhasil, kerajaan Jawa lainnya seperti Kerajaan Mataram Islam ikut menggunakan metode itu. Di Yogyakarta, tradisi Grebeg Maulud diperkenalkan oleh Sultan Hamengkubuwono I sebagai Raja Mataram pertama. 

Pilihan Editor: Tradisi Yogya Grebeg Maulud Nabi Muhammad SAW

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Sumbu Filosofi Yogyakarta Diakui UNESCO, Makna Garis Imajiner Gunung Merapi ke Laut Selatan

2 hari lalu

Tugu Yogyakarta, pada awal dibangun pada era Sultan HB I sempat setinggi 25 meter. Dok. Pemkot Yogyakarta.
Sumbu Filosofi Yogyakarta Diakui UNESCO, Makna Garis Imajiner Gunung Merapi ke Laut Selatan

UNESCO akui Sumbu Filosofi Yogyakarta, garis imajiner dari Gunung Merapi, Tugu, Keraton Yogyakarta, Panggung Krapyak, dan bermuara di Laut Selatan.


Sultan HB X Beri Pesan Abdi Dalem Yogyakarta Amalkan Ajaran Leluhur Mataram, Apa Saja ?

4 hari lalu

Raja Keraton yang juga Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X menggelar Syawalan bersama abdi dalem Keraton Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman di Yogyakarta Selasa (7/5). Dok. Istimewa
Sultan HB X Beri Pesan Abdi Dalem Yogyakarta Amalkan Ajaran Leluhur Mataram, Apa Saja ?

Sultan Hamengku Buwono X memberi pesan khusus kepada abdi dalem Keraton Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman di acara Syawaan.


Mengenal Tradisi Merti Desa Mbah Bregas di Sleman, Keteledanan dari Sosok Pengikut Sunan Kalijaga

6 hari lalu

Perayaan adat Merti Desa Mbah Bregas di Sleman pada 1-3 Mei 2024. Dok. istimewa
Mengenal Tradisi Merti Desa Mbah Bregas di Sleman, Keteledanan dari Sosok Pengikut Sunan Kalijaga

Pelaksanaan upacara adat Merti Desa Mbah Bregas di Sleman hanya dilangsungkan satu tahun sekali, tepatnya Jumat kliwon pada Mei.


Trah Hamengku Buwono se-Jabodetabek Gelar Syawalan, Hadirkan Budaya Yogyakarta

7 hari lalu

Acara halal bihalal syawalan Trah Hamengku Buwono se-Jabodetabek dilaksanakan di Diklat Kejaksaan Ragunan, Jakarta Selatan, Sabtu, 4 Mei 2024. Foto: Istimewa
Trah Hamengku Buwono se-Jabodetabek Gelar Syawalan, Hadirkan Budaya Yogyakarta

Trah Hamengku Buwono se-Jabodetabek menggelar syawalan, hadirkan Budaya Yogyakarta antara lain sendratari dan prajurit keraton Yogyakarta.


Berusia 477 Tahun, Berikut Sejarah Kota Semarang Hingga Peristiwa Pertempuran Lima Hari

9 hari lalu

Dua orang wisatawan duduk di depan bangunan Lawang Sewu, di Semarang, Jawa Tengah, 24 september 2018. Dahulu gedung ini  merupakan kantor Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS yang dibangun pada tahun 1904 dan selesai pada tahun 1907. Tempo/Rully Kesuma
Berusia 477 Tahun, Berikut Sejarah Kota Semarang Hingga Peristiwa Pertempuran Lima Hari

Sejarah Kota Semarang bermula pada abad ke-8 M, bagian dari kerajaan Mataram Kuno bernama Pragota, sekarang menjadi Bergota menjadi pelabuhan.


Mengenal Sembilan Habib dan Penamaan dalam Kepengurusan PBNU

22 hari lalu

Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Mustofa Bisri atau akrab disapa Gus Mus saat memberikan tausyiyah dalam Pembukaan Konferensi Besar (Konbes) Nahdlatul Ulama di Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta, Senin, 29 Januari 2024. Dok.istimewa
Mengenal Sembilan Habib dan Penamaan dalam Kepengurusan PBNU

Ada sembilan orang habib dalam struktur kepengurusan PBNU Periode 2022-2027.


Kuasa Hukum Sebut Anandira Puspita Tak Pernah Izinkan Kasus Dugaan Perselingkuhan Suaminya Diunggah Akun Instagram Ayoberanilaporkan6

23 hari lalu

Sunan Kalijaga menghadiri Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 19 Februari 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
Kuasa Hukum Sebut Anandira Puspita Tak Pernah Izinkan Kasus Dugaan Perselingkuhan Suaminya Diunggah Akun Instagram Ayoberanilaporkan6

Kuasa hukum Anandira Puspita menyatakan kliennya tak pernah mengizinkan admin akun @ayoberanilaporkan mengunggah dugaan perselingkuhan suaminya.


Lebaran Ketupat, Tradisi Muslim di Jawa Sepekan Setelah Idul Fitri

27 hari lalu

Puluhan Gunungan Ketupat didoakan sebelum diperebutkan dalam Lebaran Ketupat di Bukit Sidoguro kawasan Rawa Jombor, Krakitan, Bayat, Klaten, 13 Juli 2016. Lebaran ketupat merupakan sebuah tradisi yang sudah ada sejak dahulu kala. TEMPO/Bram Selo Agung
Lebaran Ketupat, Tradisi Muslim di Jawa Sepekan Setelah Idul Fitri

Tradisi Lebaran Ketupat turun temurun dilakukan di Jawa sepekan setelah Idul Fitri. Bagaimana prosesinya?


Tradisi Grebeg Syawal Keraton Yogyakarta, Tahun Ini Tak Ada Rebutan Gunungan, Abdi Dalem Membagikan

28 hari lalu

Prosesi Grebeg Syawal yang digelar Keraton Yogyakarta di Masjid Gedhe Kauman Kamis 11 April 2024. Dok.istimewa
Tradisi Grebeg Syawal Keraton Yogyakarta, Tahun Ini Tak Ada Rebutan Gunungan, Abdi Dalem Membagikan

Tahun ini, tradisi Grebeg Syawal tidak lagi diperebutkan tapi dibagikan oleh pihak Keraton Yogyakarta. Bagaimana sejarah Grebeg Syawal?


Tradisi Grebeg Syawal Yogya, Ini Alasan Gunungan Tak Lagi Diperebutkan Tapi Dibagikan

29 hari lalu

Prosesi Grebeg Syawal yang digelar Keraton Yogyakarta di Masjid Gedhe Kauman Kamis 11 April 2024. Dok.istimewa
Tradisi Grebeg Syawal Yogya, Ini Alasan Gunungan Tak Lagi Diperebutkan Tapi Dibagikan

Keraton Yogyakarta kembali menggelar tradisi Grebeg Syawal dalam memperingati Idul Fitri 2024 ini, Kamis 11 April 2024.