TEMPO.CO, Bandung- Pameran seni berjudul Redmiller Experience, Behind Those Eyes menggaet puluhan ribu pengunjung. Bertempat di Grey Art Gallery di Jalan Braga nomor 47 Kota Bandung, pameran itu berlangsung sejak 2 Juni 2023 hingga pertengahan Agustus mendatang. “Sekarang sudah mencapai 40 ribu lebih pengunjung, melebihi target,” kata senimannya, Peter Rhian Gunawan di lokasi acara, Selasa, 18 Juli 2023.
Sambil menunjukkan catatan jumlah pengunjung, menurutnya setiap hari bisa lebih dari seribu orang yang datang terutama waktu liburan sekolah. Galeri menerapkan tiket seharga Rp 20 ribu per orang ketika hari kerja, dan Rp 35 ribu saat akhir pekan. Dibuka setiap hari, waktu kunjungan mulai dari pukul 10.00-22.00.
Pengunjung yang antara lain kebanyakan perempuan muda, datang bersama teman, kelompok atau dengan pasangannya. Mereka bebas berfoto-foto di depan karya di ruang pamer yang bernuansa temaram. Kondisi itu membuat karya lukisan yang penuh warna cat fluorescent atau berpendar dan lampu neon semakin kontras. Lampu-lampu sorot yang digantung maupun sekelompok lampu neon ultraviolet pada tiang bangunan, dipasang untuk menerangi karya.
Lukisan Peter Rhian yang penuh warna cat fluorescent atau berpendar. Foto: TEMPO | ANWAR SISWADI.
Di ruang pameran yang terbagi menjadi empat bagian, Peter mengenalkan sosok tokoh imajinasinya yang dinamakan Redmiller Blood. Karakternya dibentuk selama lima tahun sejak 2017. “Sampai sekarang pun masih dikembangkan sedikit-sedikit,” ujar seniman kelahiran Bandung pada 10 Oktober 1981 itu.
Redmiller berwujud seperti bayi mungil dengan sentuhan karikatur. Kepalanya yang berambut merah, berukuran lebih besar dari badan. Pun sepasang matanya yang menonjol berbentuk lonjong dan bening. Sepasang kakinya yang mungil seperti telur ayam, sementara kedua tangannya bisa muncul dan lenyap. “Saya keluarkan tangannya kalau dibutuhkan,” kata Peter.
Sosok imut tanpa gender, menurut lulusan S1 dan S2 Desain Komunikasi Visual Institut Teknologi Bandung itu, mewakili hasrat manusia untuk disukai atau diterima oleh masyarakat atau lingkungan pergaulannya. Terkadang agar bisa diterima, ujar Peter, seseorang harus menutupi identitas diri dan menggunakan ‘topeng’.
Karakter Redmiller Blood yang dibuat dalam bentuk tiga dimensi. Foto: TEMPO | ANWAR SISWADI.
Masalah identitas diri yang terkait dengan pergaulan sosial itu hingga merembet ke isu kesehatan mental, menjadi tema pilihan pada pameran karya dosen Universitas Kristen Maranatha itu. Total karya yang dipamerkan sebanyak sepuluh lukisan di kanvas ditambah karya lampu neon dan karya pengunjung yang ikut workshop.
Ikut pameran bersama sejak 2020, Peter sempat memajang karyanya dalam pameran tunggal di sebuah toko buku di Shanghai Cina, dan pameran bersama di Singapura juga Amerika Serikat, Korea Selatan, dan beberapa lainnya di Indonesia. Selain itu sebagai pianis, dia aktif bermusik, dan mendirikan sanggar kreatif untuk anak-anak.
Pilihan Editor: Walking Through a Songline, Pameran Seni tentang Suku Aborigin di Museum Sejarah Jakarta