TEMPO.CO, Solo - Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Museum Radyapustaka bekerjasama dengan Dinas Pariwisata Kota Surakarta menggelar pameran bertajuk The Story of Centhini. Centhini adalah karya sastra kuno bernama asli Suluk Tambanglaras
Pameran yang digelar di Museum Radyapustaka pada 22 hingga 24 Juni 2023 itu menampilkan Serat Centhini yang audiovisualkan melalui kesenian. Story of Centhini juga diisi dengan art market & culinary Classic Centhini, Gamelan Ageng Radya Pustaka, workshop fashion show, pameran imersifa Centhini, shadow batim perform dan jazz in the museum.
Pameran tersebut juga dimeriahkan performing art Centhini, live music, talk show Pawukon Jawa dan menampilkan sejumlah pertunjukan seni yang dibawakan Dongaji Feat Ayu Wardhani, Arsa Jumangkah Wirataman, Orkes Kampung Latar Jembar, Cakra Virajati National Tea Campion, PiLiPe Solo Jazz Activity, dan Sahita.
"Story of Centhini diharapkan bisa membumikan naskah kuno dan manuskrip di kalangan masyarakat khususnya generasi muda," kata Kepala UPT Museum Surakarta Bonita Rintyowati saat dihubungi Tempo, Sabtu, 24 Juni 2023.
Menurut Bonita, mengemas Serat Centhini ke pameran audiovisual dan kesenian dapat membuat masyarakat lebih mudah mengenal, mengingat sekaligus memahaminya. Terlebih, Serat Centhini dibuat menggunakan tulisan aksara Jawa sehingga untuk membaca dan memahami, perlu proses alih aksara serta alih bahasa sehingga dapat dimengerti masyarakat awam.
Pada proses tersebut di Story Of Centhini, pihaknya juga menggandeng sejumlah praktisi dan Komunitas Sraddha. "Dengan mengenal dan tertarik, masyarakat diharapkan bisa lebih mencintai serta mau melestarikan warisan budaya khususnya serat, naskah dan manuskrip yang selama ini juga dirawat oleh Museum Radyapustaka," kata Bonita.
Bonita menjelaskan pameran tersebut mengadaptasi dari salah satu babak pada Serat Centhini yang bertema 'Mengintip Malam Pertama'. "Antusiasme masyarakat cukup tinggi, di hari pertama mencapai lebih dari 500 orang, begitu juga di hari kedua," ujarnya.
Menurut Bonita, rencananya, ke depan akan ada pameran serupa dengan mengangkat babak lain pada Serat Centhini. "Karena Serat Centhini ini panjang dan terdiri dari beberapa babak, rencananya akan dibuat sekuel pameran selanjutnya, mingguan atau bulanan" kata dia.
Sementara itu, peneliti di Sraddha Institute, Rendra Agusta menuturkannpameran Story Of Centhini mengadaptasi dari Jilid 1 Serat Centhini. Serat itu adalah karya sastra yang ditulis Amangkunagara III di masa pemerintahan Pakubuwono IV pada 1814 – 1823.
"Ada 12 jilid di Surat Centhini, pada pameran ini diambil yang pertama, dari sisi penulisan naskah dan konten umum yang ditampilkan dalam pertunjukan, pameran kuliner serta workshop pawukon," ucap Rendra.
Sebab, menurut Rendra, Serat Centhini juga menuliskan tentang kuliner, salah satunya gudeg, serta menceritakan tentang wuku atau siklus penanggalan Jawa. "Harapannya, ke depan pameran ini bisa dilanjutkan, dan sebagai salah satu acuan untuk pelestarian warisan budaya tak benda dunia dari Indonesia," kata dia.
Pilihan Editor: Menelusuri Pertapaan Rawaseneng, Museum dan Pengolahan Susu yang dikelola Para Rahib di Temanggung