TEMPO.CO, Tokyo -Bento tentu bukanlah makanan yang asing di telinga warga Indonesia dan banyak belahan lain dunia. Inilah menu yang punya akar kuat dalam kebudayaan Jepang.
Bento, menurut kamus Merriam Webster, adalah kotak multi kompartemen yang digunakan untuk berisi berbagai hidangan makan siang khas Jepang. Pada dasarnya, bento adalah makan siang yang dikemas untuk dimakan saat bepergian.
Dilansir dari laman us.emb-japan.go.jp, asal-usul bento sebenarnya masih diperdebatkan. Tapi banyak yang percaya ia muncul pada abad ke-5 di kalangan pemburu, petani, atau pejuang.
Pada periode Kamakura (1185–1333), mengutip dari laman All About Japan, nasi yang dimasak dan dikeringkan atau “hoshi-ii” mulai dikembangkan. Nasi kering ini dibawa dalam karung dan bisa dimakan langsung atau direbus dengan air untuk dimasak kembali menjadi nasi.
Pada zaman Azuchi-Momoyama (1573–1603), kotak kayu yang dipernis digunakan untuk menyimpan makanan. Kotak bento ini biasanya dimakan selama “hanami” (melihat bunga sakura) atau pada upacara minum teh di luar ruangan.
Panglima perang samurai, Oda Nobunaga, juga mempopulerkan bento dengan membagikan makanan individu sederhana untuk disajikan kepada staf kastilnya. Tak heran, istilah “bento” sering dikreditkan ke Nobunaga.
Pada zaman Edo (1603-1868), bento menjadi makanan penting untuk jalan-jalan. Ketika itu, wisatawan Jepang sering membawa “koshi bento” atau “bento pinggang” yang terdiri dari beberapa onigiri (bola nasi) yang dibungkus dengan daun bambu.
Sementara muncul juga “bento makunouchi” atau “bento antar adegan”. Ini adalah jenis bento paling populer untuk dikonsumsi di antara babak dari sebuah drama yang terdiri dari onigiri kecil yang ditaburi biji wijen, dan ditambah berbagai lauk pauk.
Bento makunouchi terus berkembang menjadi salah satu gaya bento paling populer. Versi modernnya biasanya dilengkapi nasi, ikan bakar, sayuran matang, tamagoyaki (telur panggang), dan acar.
Selanjutnya: Pada zaman Meiji...