Pada zaman Meiji (1868-1912), industrialisasi terjadi dengan cepat dan muncul perjalanan kereta api. Inilah yang menyebabkan kebutuhan bento yang nyaman untuk dibawa bepergian. Akibatnya, “ekiben” atau “stasiun bento” menjadi populer.
Dilansir dari laman Google Arts & Culture, ekiben adalah makanan kotak atau bento yang dijual di stasiun kereta api supaya dapat dimakan di kereta. Ekiben dijual di seluruh Jepang, dari utara hingga selatan, tetapi rasanya sangat bervariasi tergantung pada wilayahnya.
Misalnya, mengutip dari laman Denver Post, bento Hokkaido menyajikan makanan laut, seperti cumi-cumi atau kepiting. Sedangkan, bento Sendai biasa menyuguhkan gyutan (lidah lembu), dan bento dari Prefektur Yamagata biasa menyajikan daging sapi.
Ekiben pertama dijual di stasiun Utsunomiya di prefektur Tochigi pada 1885. Isi ekiben pada saat itu hanya dua onigiri dan satu porsi takuan (acar lobak daikon) yang dibungkus dengan daun bambu.
Pada periode Taisho (1912–1926), kotak bento aluminium menjadi populer karena mudah dibersihkan dan tampilannya berkilau. Pada saat itu, bahan baru yang disebut Alumite dibuat dan digunakan untuk kotak bento.
Alumite ringan, tahan lama, dan tahan panas, sehingga menjadikan kotak makan siang sempurna untuk dibawa bekerja. Kotak makan berbahan alumite banyak digunakan sampai kotak bento plastik tersedia beberapa dekade kemudian.
Pada 1980-an di akhir periode Showa, bento mengalami ledakan popularitas. Sebagian besar disebabkan oleh popularitas konbini atau toko serba ada, dan penemuan oven microwave.
Bento buatan sendiri juga muncul kembali dan menjadi hal biasa, baik di sekolah maupun kantor di seluruh Jepang.
Pada era Jepang modern, bento tetap menjadi pilihan populer. Gaya hidup sibuk karyawan dan pelajar di Jepang menyebabkan toko serba ada menyediakan berbagai macam bento yang bisa langsung dimakan, bahkan bisa dipanaskan terlebih dahulu.
Baca juga: Mengenal 8 Jenis Tempura: Kuliner Khas Jepang Tiada Duanya
AMELIA RAHIMA SARI