TEMPO.CO, Yogyakarta - Pengusaha pariwisata yang tergabung dalam Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia atau PHRI Daerah Istimewa Yogyakarta resah dengan rencana karantina wilayah atau lockdown untuk menekan lonjakan kasus Covid-19. Gubernur DI Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan, tiada cara selain lockdown total jika kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Mikro tak mempan mengendalikan kasus Covid-19.
Ketua PHRI DI Yogyakarta, Deddy Pranowo mengatakan isu Yogyakarta lockdown sudah menyebar. "Banyak calon tamu yang menanyakan itu, bahkan ada yang langsung membatalkan reservasi hotel," ujar Deddy Pranowo kepada Tempo, Ahad 20 Juni 2021.
Deddy mengatakan, pemerintah belum mengajak PHRI berdiskusi ihwal wacana lockdown tersebut. Namun demikian, sejumlah pengusaha hotel dan restoran sudah menyampaikan protes secara lisan kepada pemerintah. Deddy menyayangkan jika pemerintah menerapkan lockdown. Musababnya, aktivitas pariwisata Yogyakarta yang kini beranjak pulih dan okupansi hotel mulai membaik, bakal terjun bebas lagi.
Sementara pengusaha hotel dan restoran, menurut Deddy Pranowo, sudah menerapkan protokol kesehatan dan mematuhi peraturan soal durasi dan kapasitas pengunjung. "Jika ada lonjakan kasus Covid-19, mari kita evaluasi bersama. Apakah kasus itu berasal dari klaster hotel atau restoran? Sebab selama ini tidak ada (klaster Covid-19 dari hotel dan restoran)," katanya.
Deddy berharap pemerintah DI Yogyakarta dan pemerintah pusat mempertimbangkan lagi rencana lockdown. Para pengusaha hotel dan restoran yang bernaung di bawah PHRI, dia melanjutkan, bersedia bekerja sama dalam menegakkan protokol kesehatan dan menyediakan fasilitas karantina mandiri bagi masyarakat yang membutuhkan, dengan catatan hasil tes swab PCR negatif Covid-19.
Pengusaha hotel dan restoran, Deddy melanjutkan, tak menolak wisatawan yang membutuhkan tempat karantina meski dia berasal dari zona merah Covid-19. "Hotel bisa menerima tamu selama hasil PCR-nya negatif dan protokol kesehatan lebih ketat lagi," ucapnya.
PHRI mendorong kegiatan PPKM skala mikro di desa atau perkampungan lebih ketat lagi. Musababnya, saat ini lonjakan kasus Covid-19 di Yogyakarta didominasi klaster kegiatan sosial dan klaster keluarga. "Jika lockdown total, destinasi wisata serta hotel dan restoran tutup, maka perjuangan kami selama ini sia-sia untuk bangkit mumulihkan industri pariwisata," katanya.
Apabila lockdown menjadi pilihan terakhir, Deddy menyatakan, PHRI berharap pemerintah memberikan solusi bagi pelaku usaha dan industri agar tetap bertahan dalam membiayai operasional masing-masing.
Bus wisatawan lokal dari berbagai daerah di luar Yogyakarta memadati kawasan Taman Parkir Senopati pada Ahad, 20 Juni 2021. TEMPO | Pribadi Wicaksono
Pantauan Tempo, wisatawan dari luar DI Yogyakarta masih membeludak hingga Ahad, 20 Juni 2021. Seluruh tempat khusus parkir bus penuh kunjungan wisatawan dari luar daerah. Misalkan Tempat Khusus Parkir Senopati yang tak jauh dari Malioboro, puluhan bus terparkir hingga area itu padat.
Gubernur DI Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X kembali menegaskan masyarakat untuk menjadi subjek yang turut meminimalisir penyebaran Covid-19. "Penambahan kasus positif di DI Yogyakarta sudah mencapai puncaknya pada Sabtu, 19 Juni 2021, yakni sebanyak 638 kasus Covid-19 dalam sehari," kata Sultan. "Ini adalah angka tertinggi selama pandemi."
Jumlah RT di DI Yogyakarta yang berada di zona merah mencapai 19 RT dan zona oranye sebanyak 61 RT. Penambahan kasus positif tersebut mengakibatkan tingkat keterisian tempat tidur atau Bed Occupancy Rate (BOR) baik isolasi maupun ICU di rumah sakit rujukan Covid-19 DI Yogyakarta, bertambah.
Baca juga:
Berburu Oleh-oleh di Destinasi Wisata 'Lantai Dua' Yogyakarta, Bersiap Lockdown