TEMPO.CO, Yogyakarta - Kebijakan larangan mudik lebaran yang berlaku pada 6 - 17 Mei 2021 diperkirakan bakal memicu persoalan baru. Para pengusaha jasa transportasi memprediksi akan muncul angkutan liar untuk mengakomodasi para perantau yang nekat mudik lebaran.
Ketua Organisasi Angkutan Daerah atau Organda Daerah Istimewa Yogyakarta, Hantoro mengatakan kebijakan yang disertai instruksi penghentian operasional transportasi umum itu justru membuat para perantau mencari cara apap pun yang penting bisa pulang kampung. Tak peduli berapa ongkos yang harus mereka bayar, sampai mengambil risiko potensi terpapar Covid-19.
"Kami khawatir kebijakan larangan mudik lebaran sampai menghentikan layanan transportasi umum ini memunculkan angkutan transportasi liar," kata Hantoro pada Senin 19 April 2021. Angkutan liar yang dia maksud adalah kendaraan pribadi yang oleh pemiliknya disulap menjadi transportasi umum untuk mengantar para pemudik. Ketika angkutan liar ini beroperasi, maka pengawasan akan lebih sulit.
Bukan tidak mungkin satu kendaraan yang di masa pandemi Covid-19 seharusnya hanya boleh memuat tiga orang, namun karena angkutan liar bisa memuat delapan orang demi menekan biaya sewa. Angkutan liar ini jelas berbeda dengan angkutan resmi yang relatif mudah dipantau.
Masyarakat pengguna transportasi resmi tentu harus mengikuti prosedur dan protokol kesehatan. Misalkan saat naik pesawat, kereta api, atau bus, mereka harus duduk berjauhan, daya tampung kendaraan dibatasi, dan syarat lain, seperti surat keterangan sehat, hasil tes Covid-19, dan sebagainya.
Ilustrasi mudik dengan kereta api. ANTARA/Puspa Perwitasari
Organda DI Yogyakarta mengingatkan pemerintah mempertimbangkan kembali kebijakan larangan mudik lebaran tersebut. Hantoro menuturkan, larangan mudik lebaran jelas memukul para pengusaha transportasi perjalanan darat yang berupaya bangkit di masa pandemi Covid-19.
Hantoro mengatakan terdapat sekitar 2.000 armada angkutan darat umum di wilayah DI Yogyakarta yang terancam berhenti beroperasi menyusul larangan mudik lebaran 2021 itu. "Ribuan armada menjadi sumber penghasilan bagi 5.000 pekerja, mulai dari sopir, kernet, mekanik, hingga tenaga administrasi," kata dia. "Mereka jelas akan kehilangan pendapatan."
Menjelang lebaran, Hantoro melanjutkan, sebenarnya para sopir dan kernet yang sempat dirumahkan sudah dipanggil lagi untuk bekerja. Kemudian pemerintah memutuskan melarang mudik, sehingga mereka kembali dirumahkan. "Kami kaget dan prihatin, mudik menjadi momentum yang sudah setahun lebih ditunggu ternyata dilarang," kata dia.
Bagi pekerja transportasi, penghasilan yang diperoleh selama bekerja dalam tempo dua minggu arus mudik setara dengan pendapatan mereka selama satu bulan. Larangan mudik lebaran membuat mereka kehilangan nafkah selama satu bulan. Sementara hingga kini belum pernah ada stimulus dari pemerintah bagi pekerja maupun perusahaan moda transportasi.
Gubernur DI Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan jika pemerintah pusat betul-betul melarang mudik lebaran, maka kebijakan itu harus dikawal dengan benar. "Saya berharap pemerintah pusat konsisten soal mudik kalau memang dilarang," ujarnya.
Baca juga:
Pemerintah Larang Mudik Lebaran, Ada 3 Wilayah Pengecualian dan Satu Membiarkan