TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat Lembah Baliem di Papua memeluk beragam keyakinan. Mayoritas adalah Kristen Protestan, Katolik, Islam, dan kepercayaan leluhur. Keyakinan awal mereka tentu kepercayaan kepada leluhur, kemudian agama kristen masuk melalui misionaris asal Belanda dan Jerman. Kemudian barulah Islam.
Peneliti Balai Arkeologi Papua, Hari Suroto mengatakan, agama Islam mulai berkembang di Lembah Baliem, Papua, berawal dari program Presiden Soekarno yang mengirimkan relawan Pelopor Pembangunan Irian Barat atau PPIB. Relawan yang berasal dari Jawa Tengah dan Yogyakarta ini disebar ke seluruh pelosok Papua untuk mempersiapkan Penentuan Pendapat Rakyat atau Papera.
"Semua relawan ini beragama Islam," kata Hari Suroto kepada Tempo, Senin 12 April 2021. Melalui interaksi yang intensif serta dakwah dari para relawan tersebut, sebagian Suku Dani di Lembah Baliem masuk Islam. Bermula dari Kampung Megapura, lalu ke Kampung Hitigima, Welesi, Okilikik, Araboda, dan Air Garam. Berlanjut ke Kampung Kurima, Tulima, Apenas, dan Jagara.
Masyarakat Suku Dani yang memeluk Islam tak serta-merta meninggalkan tradisi. Mereka masih mempertahankan tradisi khas Lembah Baliem, yaitu bakar batu. Tradisi bakar batu dilakukan menyambut Ramadan dan hari besar Islam lainnya.
Suku Dani Papua mengumpulkan ubi jalar ungu dan jagung sebagai bahan makanan yang akan dimasak dengan cara bakar batu. Dok. Balai Arkeologi Papua
Selama ini dalam tradisi bakar batu di Lembah Baliem, bahan makanan yang dimasak adalah daging babi. Komunitas muslim Suku Dani menggantinya dengan ayam kampung atau ayam broiler yang di Papua disebut dengan ayam es. Ada pembagian tugas antara laki-laki dan perempuan saat melaksanakan tradisi bakar batu.
Kaum perempuan menyiapkan berbagai bahan makanan, seperti sayuran, keladi, ubi jalar, singkong, pisang, dan ayam. Mereka bahu-membahu mengumpulkan dan membersihkan bahan makanan tersebut.
Sementara para lelaki menyusun batu di atas kayu kering kemudian menutupnya dengan daun dan rumput kering untuk dibakar. Tidak jauh dari lokasi batu dibakar, mereka membuat sebuah kubangan dalam tanah. Batu panas hasil pembakaran tadi kemudian ditata secara merata di dalam lubang.
Selanjutnya, mereka menyusun berbagai jenis bahan pangan, seperti sayuran, keladi, ubi jalar, singkong, pisang, dan ayam di atas permukaan batu panas yang telah tersusun tadi. Bahan pangan ini kemudian ditutup dengan daun ubi jalar atau sayur-sayuran lainnya, dan terakhir ditutup rapat dengan batu panas lagi.
Proses bakar batu yang dilakukan oleh Suku Dani di Papua. Dok. Balai Arkeologi Papua
Bahan makanan yang sedang dimasak itu baru boleh dibuka setelah setelah tiga jam. Para pria membuka setiap lapisan kemudian menyajikannya. Makanan siap disantap. Tradisi bakar batu menyambut Ramadan biasanya berlangsung di halaman masjid atau musala. Dalam pelaksanaanya baisanya mereka bergotong royong, melibatkan Suku Dani yang beragama Nasrani.
"Pelajaran berharga yang dapat diambil dari kehidupan beragama di Lembah Baliem adalah rasa toleransi beragama yang tinggi. Mereka juga masih mempertahankan tradisi warisan leluhur," kata Hari Suroto yang juga dosen arkeologi Universitas Cenderawasih, Papua, ini. Selain di Lembah Baliem, tradisi bakar batu menggunakan ayam es juga dilakukan oleh komunitas muslim Suku Dani yang merantau ke Kota Jayapura.
Baca juga:
Warga Papua Bisa ke Papua Nugini tanpa Paspor dan Visa, Ini Cara dan Syaratnya