TEMPO.CO, Yogyakarta - Ramadan tahun ini masih bersamaan dengan pandemi Covid-19 yang belum mereda. Raja Keraton yang juga Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X mempersilakan umat muslim di wilayahnya menjalankan ibadah di bulan suci itu, termasuk kegiatan salat tarawih.
"Silakan (tarawih) di masjid selama bulan Ramadan, asal tetap patuhi 5 M," kata Sultan, Selasa, 6 April 2021.
Pesan 5M itu berupa protokol kesehatan untuk menghindari penularan Covid-19 berupa mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan dan mengurangi mobilitas.
Sultan mengatakan pada prinsipnya, pemerintah DIY tak melarang setiap tempat ibadah melaksanakan kegiatannya. "Tidak mungkin saya menentukan satu persatu kan itu tidak boleh begini, itu tidak boleh begitu," ujarnya.
Hanya saja, Sultan mengatakan, ia tak ingin masyarakat jadi korban kebijakan. Namun masyarakat juga harus bisa menjadi subjek kritis dalam menghadapi pandemi ini.
Sekretaris DIY Kadarmanta Baskara Aji mengatakan meski masyarakat diizinkan menggelar kegiatan ibadah saat Ramadan, namun di masa pandemi ini kapasitas masjid perlu dibatasi maksimal 50 persen demi menekan penularan. Hal ini juga berlaku di tempat ibadah agama lain.
"Ibadah Ramadan diizinkan, hanya kapasitasnya untuk masjid jangan lebih dari 50 persen karena kerumunan bisa menyebabkan penularan, apalagi tarawih dilakukan satu bulan penuh," kata Aji.
Sedangkan untuk daerah zona merah, kapasitas untuk penyelenggaraan ibadah perlu dibatasi hingga 25 persen.
Sebagai antisipasi kerumunan ibadah tarawih di masjid selama bulan Ramadan, pihaknya meminta satgas tingkat RT/RW turut aktif memantau dan mengingatkan. "Satgas yang ada di masing-masing RT/RW itu wajib memonitor protokol kesehatan di masjid-masjid," kata Aji.
Aji pun meminta warga yang terkonfirmasi positif Covid-19 tidak diperbolehkan salat tarawih di masjid. Mereka dipersilakan melaksanakan tarawih di rumah masing-masing.
"Untuk tarawih di masjid kami imbau tidak lama-lama, misalnya kultum kan maksimal tujuh menit jadi itu saja bisa diringkas," kata Aji.
Begitu pula saat masyarakat datang ke masjid diharapkan bisa langsung melaksanakan salat. "Setelah selesai lalu pulang, kalau mau menggelar tadarus di masjid boleh, tapi tetap jaga jarak," kata dia.
Sebagian kabupaten di DIY hingga awal April ini masih berstatus zona merah, salah satunya di Sleman. Bupati Sleman Kustini Sri Purnomo mencatat hingga awal April ini lebih dari separuh kecamatannya berstatus zona merah atau resiko tinggi penularan Covid-19.
Dari 17 kecamatan yang ada di Sleman, hanya tinggal 1 kecamatan dengan status zona kuning Covid-19 atau resiko penularan rendah, yakni Kecamatan Gamping. Lalu 5 kecamatan masuk zona orange atau resiko penularan sedang yakni Kecamatan Sayegan, Sleman, Prambanan, Berbah dan Kalasan.
“Sedangkan untuk 11 kecamatan lainnya masuk zona merah Covid-19,” ujar Kustini, Senin, 5 April 2021.
Kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di Sleman per 5 April tercatat 12.366 kasjs, di mana dari jumlah itu sebanyak 10.992 kasus sembuh dan meninggal 332 orang. Angka kesembuhan Covid-19 di Sleman sendiri 87,65 persen atau masih di atas angka rata-rata kesembuhan nasional, yakni 84,21 persen.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, Joko Hastaryo menuturkan saat ini Gugus Tugas Covid-19 Sleman masih berkejaran merampungkan tracing dan perawatan bagi sejumlah klaster baru penularan yang memicu kenaikan kasus.
Ada sedikitnya tiga klaster baru di Sleman yang belakangan menjadi perhatian karena jumlah penularannya massal. Dua dari tiga klaster itu adalah klaster takziah yang berpusat di Desa Pandowoharjo Kecamatan Sleman dan Desa Sardonoharjo Kecamatan Ngaglik, dengan jumlah terkonfirmasi positif mencapai 124 orang.
Lalu ada pula klaster restoran dari sebuah rumah makan di Tlogoadi, Kecamatan Mlati dengan kasus terkonfirmasi Covid-19 sementara sebanyak 17 orang. “Untuk dua klaster takziah itu pekan ini sudah selesai menjalani isolasi dan sementara (penularannya) berhenti. Namun untuk klaster restoran kami masih melakukan contact tracing ke pihak keluarga,” ujar Joko.
Baca juga: Wisatawan Tetap Antusias ke Yogyakarta Meski Aktivitas Gunung Merapi Intens