TEMPO.CO, Yogyakarta - Keraton Yogyakarta dianggap menjadi salah satu benteng terakhir penjaga tradisi kebudayaan di Jawa melalui berbagai aktivitasnya yang masih berlangsung.
Wisatawan, khususnya dari mancanegara, selalu menjadikan Keraton jujugan utama saat ke Yogya karena Keraton masih menyimpan berbagai manuskrip, peninggalan pusaka serta benda bersejarah sejak masa Sultan Hamengku Buwono I sampai IX.
Untuk mengelola tata pemerintahannya, Keraton memiliki sejumlah departemen atau disebut Kawedanan Hageng dan dinas atau disebut Tepas. Departemen-departemen Keraton itu dipimpin oleh rayi dalem atau adik dan putri Raja Keraton Yogyakarta Sultan HB X.
Oleh sebab itu, Sultan HB X dikabarkan marah karena mendapati ada pejabat yang tak bertanggungjawab dalam tugas memimpin departemen-departemen dalam Keraton Yogya itu.
Sultan HB X menyatakan sejak akhir 2020, ia telah memberhentikan dua adik tirinya sendiri, sesama putra Sultan HB IX, dari jabatannya sebagai kepala di dua departemen inti Keraton.
Sultan HB X mencopot dua adiknya, Gusti Bendara Pangeran Hario (GBPH) Prabukusumo dan GBPH Yudhaningrat dari Penggedhe (kepala) Kawedanan Hageng Punakawan (KHP) Parwa Budaya dan KHP Nitya Budaya Keraton Yogyakarta.
Sebagai gantinya, Sultan mengangkat dua putrinya, yakni Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Mangkubumi dan GKR Bendara untuk memimpin departemen itu.
Sultan menuturkan sebenarnya ia tidak ada masalah dengan dua adik tirinya itu jika mereka tetap aktif bertugas dengan jabatannya. Namun sayangnya, selama lima tahun lebih, kedua adiknya itu justru meninggalkan tugasnya di Keraton Yogya.
“Mosok ming gaji buta lima tahun ora bertanggungjawab (Masak cuma mendapatkan gaji buta selama lima tahun tidak bertanggungjawab),” ujar Sultan HB X di Yogyakarta, Kamis, 21 Januari 2021.
Padahal selama meninggalkan tugas itu, kedua adiknya terus mendapatkan gaji yang bersumber dari APBN. Dana ini ke Yogyakarta berwujud dana keistimewaan atau danais.
“Mereka kan digaji dengan jabatannya sebagai pembina budaya di Keraton dari APBN,” ujar Sultan.
Sultan pun menegaskan bahwa pemecatan atas dua adiknya itu dilakukan sama sekali bukan karena persoalan personal internal Keraton, yakni soal Sabda Raja yang dikeluarkan. “Tidak ada hubungannya dengan Sabda Raja. Wong nyatanya (saudara lain) yang tidak setuju sama saya juga tidak saya berhentikan kalau mereka tetap melaksanakan tugas sebagai Penghageng,” ujar Sultan.
Sultan pun merujuk sejumlah contoh saudaranya yang tak setuju soal Sabda Raja dan masih tetap bekerja di lingkungan Keraton Yogya.
Misalnya Kanjeng Gusti Pangeran Hario (KGPH) Hadiwinoto yang menjabat sebagai Penghageng Kawedanan Hageng Punokawan Parasrayabudaya, Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Jatiningrat selaku Penghageng Tepas Dwarapura Keraton Yogyakarta dan GBPH Condrodiningrat.
Sultan menuturkan sebenarnya toleransi yang ia berikan kepada kedua adik tirinya itu selama lima tahun terlalu lama. "Kesuwen (terlalu lama), mosok makan gaji buta (selama itu),” ujarnya.
Putri kedua Sultan HB X, GKR Condrokirono yang menjabat sebagai Penghageng Kawedanan Hageng Panitrapura atau Kepala Sekretariat Keraton Yogyakarta menambahkan kegiatan di Keraton Yogya yang diampu dua pamannya di departemen itu selama ditinggalkan mau tak mau harus terus berjalan. Tak bisa terus menerus dibiarkan kosong tanpa penanggung jawab. “Selama ini tugas di dua departemen Keraton itu digantikan oleh GKR Mangkubumi dan GKR Bendara,” ujarnya.
Baca juga: Soal Kawasan Wisata Malioboro Tak Boleh Jadi Lokasi Demo, Sultan HB X Dilema