TEMPO.CO, Jakarta - Gitaris Slank Mohammad Ridwan Hafiedz alias Ridho Slank bersama rombongan Yayasan EcoNusa, berkunjung ke Pulau Nuruwe, Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku. Setiba di pesisir barat Pantai Nuruwe itu, Ridho terkesan dengan bersihnya lingkungan di sana. “Beta punya kesan di sini, Nuruwe bersih, kampung-kampung bersih,” ujar Ridho saat memberikan sambutan di hadapan warga di Kantor Negeri Nuruwe, Kabupaten Seram Bagian Barat, Senin, 9 November 2020.
Ia mengingatkan masyarakat agar terus menjaga kebersihan lingkungan. “Laut masih bersih, tinggal dijaga,” ujar pria 47 tahun tersebut. Apalagi, masyarakat Nuruwe bertumpu pada laut. Mata pencaharian mayoritas penduduk sebagai nelayan ikan dan budi daya rumput laut. “Kalau banyak sampah, air laut kotor, otomatis budi daya juga rusak, ikan juga berkurang,” katanya.
Musisi yang lahir di Ambon ini menyempatkan diri untuk mengunjungi lokasi budi daya rumput laut serta beberapa tempat masyarakat berproduksi. Dia berdiskusi dengan para nelayan rumput laut yang mayoritas mengeluhkan gagal panen pada kali ini akibat serangan penyakit “kumis kucing”.
Dia berpesan kepada masyarakat agar kuat bertahan di masa pandemi. Ia mengingatkan masyarakat agar terus mengenakan masker, rajin cuci tangan, menjaga kebersihan, dan berjaga jarak. Ridho bersama Yayasan EcoNusa menyerahkan bantuan berupa alat pelindung diri, sarung tangan, masker medis, face shield, masker kain ke perwakilan puskesmas setempat.
Baca juga : BKSDA Maluku Melepasliarkan Puluhan Satwa Endemik
Mereka juga memberikan sosialisasi mengenai pertanian serta membagikan benih sayur-mayur seperti bayam, kangkung, tomat, cabe rawit, terong ungu, kacang panjang, dan sawi. Tak cuma itu, ada pula pembagian alat pertanian berupa cangkul, sprayer, serta sepatu boot. Yayasan EcoNusa juga mengadakan pemeriksaan kesehatan gratis bagi para lanjut usia.
Gitaris Slank Mohammad Ridwan Hafiedz alias Ridho mengenakan masker kepada anak-anak yang baru pulang sekolah di Negeri Nuruwe, Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku, pada Senin, 9 November 2020. Tempo/Linda Trianita
Ketua Yayasan Econusa Bustar Maitar mengatakan kegiatan ini merupakan rangkaian Ekspedisi Maluku, sejak 22 Oktober hingga 18 November mendatang. Ekspedisi dimulai dari Sorong, Pulau Kofiau, Gane dalam, Samo, Tidore, Ambon Tulehu, Haruku, Saparua, Nusa Laut, Rhun, Ai, Hatta, dan berakhir di Banda. Perjalanan yang memakan waktu 25 hari ini menempuh 17 titik. Pemberhentian selama beberapa hari di Kampung Samo, Ternate-Tidore dan Kajoa digunakan untuk melakukan kegiatan kampanye dan peningkatan kesadaran kepada masyarakat.
Baca juga : Jejak Promosi Wisatawan Mancanegara Bantu Perajin Yogyakarta di Masa Pandemi
Bustar mengatakan Tanah Maluku merupakan daerah yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang tinggi, baik di darat maupun di laut. Masyarakat Kepulauan Maluku juga dikenal arif dan bijak dalam menjaga sumber daya alam agar tetap lestari melalui aturan-aturan adat, seperti sasi. Keharmonisan antara alam dan manusia di Kepulauan Maluku telah menciptakan sebuah cerita yang penting untuk dipelajari dalam ikhtiar menjaga alam. “Kehidupan manusia yang bergantung kepada sumber daya alam tersebut dapat tercukupi dalam waktu jangka panjang,” ujar Bustar.
Melalui kearifan masyarakatnya, sampai saat ini Kepulauan Maluku merupakan salah satu penghasil pala dan cengkeh terbesar Indonesia. Sedangkan di sektor laut, Provinsi Maluku ditetapkan oleh pemerintah sebagai wilayah lumbung ikan nasional, yang akan berperan untuk menyuplai produksi ikan kepada daerah yang membutuhkannya.
Namun, pandemi Covid-19 di Indonesia, termasuk di Tanah Maluku, menyebabkan roda perekonomian masyarakat menurun dan salah satu dampak yang terlihat ialah adanya pemutusan hubungan kerja. “Yayasan EcoNusa berkomitmen untuk meningkatkan kemandirian pengelolaan sumber daya oleh masyarakat, akan memfokuskan tanah Maluku sebagai salah satu wilayah kerjanya,” ucapnya.
Pejabat Negeri Nuruwe, Frida Hetharia, mengaku sangat terbantu atas kunjungan tim ekspedisi. Dia mengatakan akses keluar-masuk wilayahnya menjadi terbatas karena pandemi ini. Akibatnya, warga Nuruwe yang biasanya menjual hasil kebun maupun hasil laut ke Ambon atau daerah lainnya tak bisa lagi ke sana. “Kami melakukan pengawasan ketat. Jika ada orang yang datang dari luar daerah, harus isolasi mandiri,” ujar Frida.
Dengan pembatasan itu, ia mengakui perekonomian warganya sangat terdampak. Dengan jumlah penduduk sekitar seribu orang, ia menyerukan agar setiap keluarga berdikari. “Gunakan pekarangan rumah untuk menanam sayur, harus berkebun, untuk mencukupi kebutuhan sendiri di pulau ini,” kata Frida.
Pemerintah Negeri Nuruwe, Maluku, menggunakan anggaran Bantuan Langsung Tunai untuk belanja bibit sayuran seperti bayam, sawi, buncis, jagung, dan kangkung. Bibit-bibit itu dibagikan ke warga secara gratis. “Kami semua bersyukur, tetap bisa memenuhi kebutuhan kami sendiri dan menjadi kampung yang tangguh,” ujarnya.
LINDA TRIANITA