TEMPO.CO, Yogyakarta - Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Satuan Polisi Pamong Praja atau Satpol PP tak sungkan lagi membubarkan kerumunan, dalam masa tanggap darurat bencana wabah virus corona atau Covid-19. Tanggap darurat tersebut sudah diberlakukan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengkubuwono X sejak 20 Maret - 29 Mei 2020.
Pembubaran kerumunan massa dilakukan di kawasan yang selama ini menjadi tempat favorit untuk nongkrong, seperti Titik Nol Kilometer, Alun Alun, kafe, game online, hingga mall.
Seperti dua hari ini, sempat beredar luas di aplikasi perpesanan mengenai pembubaran kerumunan di kawasan Titik Nol Kilometer, yang dilakukan Satpol PP bersama kepolisian setempat.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja, Agus Winarto tak menampik kabar soal pembubaran di kawasan Titik Nol Kilometer itu. Pembubaran tersebut dilakukan dalam upaya memerangi penularan Covid-19 di Yogyakarta. Perlu diketahui, virus corona telah memakan korban jiwa dan puluhan lain menyandang status pasien dalam pengawasan (PDP).
"Ya kalau cuma kongkow-kongkow tidak ada kepentingan sangat penting, kami minta warga tetap tinggal di rumah saja," ujar Agus dikonfirmasi TEMPO, soal beredarnya video itu, pada Selasa 24 Maret 2020.
Agus mengatakan aksi pemantauan dan pembubaran kerumunan, yang berpotensi memperluas penularan Covid-19 itu, sudah dilakukan sejak Sabtu, 21 Maret 2020. Atau sehari setelah pemberlakuan tanggap darurat bencana Corona di Yogya.
Pemantauan kerumunan biasa dilakukan pada jam-jam anak muda berkumpul, mulai jam 10.00 hingga tengah malam, "Kalau game online, warung warung itu jam 10.00 biasanya yang rentan (berkumpul). Kalau ruang publik biasanya malam hari," ujarnya.
Agus menuturkan pembubaran kerumunan sejauh ini tidak dilakukan dengan paksaan. Karena warga umumnya patuh. Sifatnya sekedar imbauan agar mereka tak berkumpul dulu di masa tanggap darurat wabah ini.
"Kebetulan kami belum menemui kasus warga ngeyel (keras kepala). Mereka sadar lalu membubarkan diri," ujarnya. Sehingga untuk penerapan sanksi bagi warga yang nekat berkerumun, menurut Agus belum perlu diterapkan.
"Kami belum akan memberi sanksi kepada mereka yang berkerumun. Kalau kami himbau dan jelaskan kemudian membubarkan diri," ujarnya.
Momentum Selasa Wage atau bebas kendaraan bermotor yang biasa diberlakukan di jalanan Malioboro kali ini juga tampak berbeda. Selain para pedagang kaki lima yang libur berjualan, suasana jalanan terasa lengang tanpa adanya aktivitas warga berkumpul.
Gubernur DIY yang juga Raja Keraton Sri Sultan Hamengkubuwono X telah menyerukan agar masyarakat Yogyakarta, benar-benar bisa turut menjadi subjek dalam menekan sebaran wabah Covid-19 ini. Bukan sebagai objek yang hanya menerima perintah.
Ilustrasi video game. Sumber: Korea e-Sports Association via Facebook/asiaone.com
"Dengan menjadi subjek, masyarakat kami harap lebih sadar untuk menjaga diri dan lingkungannya, agar terhindar dari resiko resiko penularan virus ini," ujar Sultan.
Sultan juga telah meminta event-event yang mendatangkan massa tidak digelar dalam masa waspada virus corona. Baik event tradisi ataupun yang digelar kelompok masyarakat dan pemerintah.
PRIBADI WICAKSONO