TEMPO.CO, Yogyakarta - November 2019 lalu, Forum Komunitas Sungai Sleman (FKSS) melakukan susur sungai bersama Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sleman, Badan Penaggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sleman, juga relawan kebencanaan Sleman.
Mereka mengumpulkan sejumlah data sungai-sungai di Sleman yang rawan banjir, longsor, dan lahar dingin. Langkah itu diperlukan untuk persiapan mitigasi bencana menyambut musim penghujan. Mengingat sungai-sungai yang mengalir di wilayah Sleman berhulu dari sungai-sungai di lereng Gunung Merapi sehingga ancaman lahar dingin sewaktu-waktu melintas.
Baca Juga:
“Sungai Sempor adalah salah satu sungai yang berbahaya jika dilakukan susur sungai pada musim penghujan,” kata Ketua FKSS AG Irawan saat dihubungi TEMPO, Selasa, 25 Februari 2020.
Alasannya, sumber air yang mengalir ke Sungai Sempor minimal disuplai tiga aliran sungai, yaitu Kali Adem Daleman, Kali Lanang, dan Kali Duren di Girikerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman. Selain itu, sejumlah sungai yang rawan meliputi Sungai Krasak, Sungai Boyong, Sungai Kuning, Sungai Pete di Prambanan, dan Sungai Opak.
Naas, Sungai Sempor telah merenggut 10 nyawa peserta susur sungai dalam rangka Pramuka dari SMP Negeri 1 Turi, pada 21 Februari 2020 lalu. Irawan pun mengingatkan, kegiatan-kegiatan yang dilakukan di sungai-sungai yang masuk kategori rawan. Jadi, ketika musim hujan sebaiknya dihindari.
Sejumlah pihak pun menyayangkan kegiatan susur sungai yang dilakukan ketika musim penghujan, semestinya ketika kemarau, “Hindari berdinamika dalam arus deras. Kecuali terpaksa atau ada urgensi yang harus dilakukan,” kata Irawan.
Ia mencontohkan, seperti kegiatan mengambil data riset tentang arus atau morfologi sungai ketika arus sungai dalam kondisi ekstrim. Tak heran, susur sungai di wilayah Sleman lebih banyak dilakukan komunitas dengan melibatkan kemitraan dinas terkait, akademisi, juga relawan masyarakat.
Salah satu keperluannya adalah untuk riset. Seperti riset tentang kerusakan sungai maupun pencemaran sungai. Biasanya sumber pencemaran berasal dari buangan sampah rumah tangga, industri kuliner yang ada di tepi sungai, peternakan, juga Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Komunal warga di tepi sungai.
“Jadi susur sungai bisa dilakukan di dua musim agar punya data lengkap sesuai karakter sungai di dua musim,” kata Irawan.
Ketika musim penghujan, persiapan matang harus dilakukan. Seperti terus memperbarui informasi cuaca. Kegiatan susur sungai pun bukan soal waktu pagi atau sore, melainkan cuaca mendukung atau tidak, “Untuk sore memang tidak direkomendasikan,” kata Irawan.
Ketua Forum Komunikasi Winongo Asri, Endang Rojiani menambahkan, waktu susur sungai dilakukan sebelum tengah hari, semisal antara pukul 09.00-12.00, “Mengingat siang dan sore berpotensi terjadi hujan, sehingga tidak disarankan,” kata Endang.
Juga perlu diperhatikan karakter hujan yang turun sebelumnya, misal pada pukul berapa hujan turun. Jika malam hari sebelumnya terjadi hujan, sebaiknya kegiatan dibatalkan karena aliran sungai kemungkinan masih deras.
Setiap peserta harus memakai helm dan rompi pelampung, serta didampingi oleh pengawas. Dok. Forum Komunitas Winongo Asri (FKWA)
Apabila cuaca mendung sebaiknya kegiatan dibatalkan karena hujan bisa terjadi tiba-tiba. Penyelenggara harus melibatkan warga atau komunitas sungai terdekat, karena mereka lebih mengetahui medan, “Penyelenggara harus memantau peringatan dini dari BMKG,” kata Ending.
Susur sungai juga dilakukan di lokasi-lokasi yang bisa dijangkau dan terdapat sempadan -- garis pengaman di pinggir sungai. Sempadan itu memungkinkan evakuasi secepatnya bila terjadi kedaruratan. Penyelenggara dan peserta susur sungai harus mematuhi SOP yang berlaku universal, baik lintas strata usia, juga bagi wisatawan.
PITO AGUSTIN RUDIANA