TEMPO.CO, Jakarta - Sudan salah satu negeri Afrika Utara yang memiliki kebudayaan tua. Seorang pemuda bernama Anwar Mahajoub menjadi salah satu tokoh yang berjasa. Ia banyak membantu arkeolog sekaligus menunjukkan lokasi-lokasi peninggalan bersejarah di El-Kurru, Sudan.
Anwar hapal wilayah El-Kurru seperti ia menghapal dirinya. Ia lahir dan besar di desa El-Kurru, sebuah desa yang memanjang di hilir Sungai Nil. Desanya berada di dekat delta pertemuan antara Sungai Nil dan Laut Mediterania. Sepanjang Sungai Nil tumbuh berbagai peradaban, namun pemakaman para raja dan bangsawan berlokasi di tengah Gurun Sahara yang tandus.
Antara daerah aliran sungai (DAS) dan gurun hanya berbatas kebun-kebun yang subur. Selama berabad-abad, gurun telah mengaburkan dan melindungi makam raja, kuil, bahkan seluruh kota kuno. Anwar tumbuh di El-Kurru dan tak pernah tertipu oleh gurun. Ia jugalah yang berperan dalam penggalian baru-baru ini -- penggalian situs Nubia kuno — khususnya Kerajaan Kush yang berkuasa di wilayah El-Kurru selama ratusan tahun.
“Karena saya tumbuh di sekitar El-Kurru, pekerjaan di situs arkeologi itu sendiri membuat saya merasa lebih dekat tidak hanya dengan masa lalu kanak-kanak, tetapi juga dengan masa lalu kuno,” katanya. Anwar telah menawarkan pengetahuan lokalnya kepada para peneliti dari Universitas Michigan mengenai Proyek Arkeologi Kurru Internasional, yang menggali di Gurun El-Kurru melanjutkan arkeolog Amerika Serikat, George Reisner.
Graffiti di dinding situs El-Kurru mengungkap waktu dan budaya di Kerajaan Kush yang pernah menguasai El-Kurru, Sudan. Foto: Atlas Obscura/Suzzane Davis dan Janelle Batkin-Hall.
El-Kurru terdiri dari makam dari abad ketujuh dan kedelapan SM, serta piramida dan kuil batu yang dibangun beberapa ratus tahun kemudian. Pada struktur terdapat hampir 1.000 grafiti berukir profil individu— beberapa Kushite kuno, penganut Kristen, dan gambar-gambar ritual keagamaan, "Semakin saya tahu fakta sejarah tentang situs itu," kata Anwar, "semakin saya terikat padanya."
Beberapa grafiti hanya tergores di batu, sementara yang lain lebih canggih, hampir seperti relief. Banyak yang menggambarkan binatang, alat transportasi, dan simbol agama yang jelas. Beberapa yang paling umum hanyalah lubang yang dicungkil. Para arkeolog menduga, pencungkil ingin mengambil berkah dari tempat yang dianggap sakral, dan menelannya untuk tujuan spiritual dan pengobatan.
"Mencungkil sesuatu dari tempat yang dianggap sakral masih tradisi sebagian orang Sudan," kata Suzanne Davis, kepala konservasi di Museum Kelsey Universitas Michigan. Bahkan ada keyakinan di Mesir Kuno, bahwa jika seseorang mengkonsumsi bagian dari batu monumen kuno yang kuat, itu sangat membantu Anda.
Graffiti yang paling awal diukir di kuil El-Kurru berasal dari sekitar abad keempat SM, dan menggambarkan motif Mesir dan Kushite. “Karya-karya Kristen kemudian diukir pada struktur lain, piramida, oleh para peziarah selama periode awal abad pertengahan, sekitar abad ke-9 atau ke-10, dekat waktu ketika struktur itu runtuh, berabad-abad setelah runtuhnya Kerajaan,” ujar Geoff Emberling, seorang arkeolog dengan Universitas Michigan.
Dalam Kerajaan Kush kuno, kata Emberling, gambar sesuatu — pemanah, jerapah, dan ular beludak, simbol-simbol dunia bawah — dianggap dapat memunculkan kekuatan magis. Pahatan yang menggambarkan penaklukan Kush oleh orang Mesir, dicuil oleh orang-orang Kush. Dengan keyakinan itu pula mereka kembali mengalahkan Mesir.
Ikonografi Kristen muncul dalam bentuk perahu-perahu yang menunjukkan rombongan orang yang berziarah. Gambar-gambar itu muncul setelah runtuhnya kekaisaran Kushite pada abad keempat sesudah kelahiran Isa Al Masih, yang menandakan raja-raja setempat telah mengadopsi agama Kristen. Simbol-simbol Kristen mungkin telah dipelajari dari para misionaris dari utara. Bagaimanapun, Emberling mengatakan, fakta bahwa kedua tradisi hadir di satu tempat membantu memperjelas pentingnya sejarah situs.
Kompleks kuil yang luas dan tanah pemakaman seperti ini biasanya merupakan jendela kehidupan dan kematian orang kaya dan berkuasa, "Tidak hanya tanda-tanda populasi yang berpindah-pindah ini, budaya ternak," kata Emberling, "tetapi mereka juga kesaksian langsung dari orang-orang yang bukan elit."
Hasil foto-foto penggalian arkeologi di El-Kurru dipajang di Kelsey School of Archaeology di Universitas Michigan hingga Maret 2020. Davis berharap pameran ini menunjukkan kepada para pengunjung, mengenai sisi lain dari peradaban yang berkembang selama ratusan tahun. "Jika Anda melihat apa yang dimiliki museum lain di galeri mereka dari Kush, Anda akan melihat benda-benda yang sangat mewah milik raja," katanya. Ini akan seperti mempelajari segala sesuatu tentang Inggris dari apa yang ada di dalam Istana Buckingham.
Situs El-Kurru berada di Gurun Pasir dekat daerah aliran Sungai Nil. Di sinilah Kerajaan Kush pernah berdiri. Foto: Atlas Obscura/Kate Rose
Penemuan-penemuan di El-Kurru yang menggoncang dunia arkeologi itu, membuat Anwar Mahjoub turut berbahagia. "Ini akan memberikan pemahaman yang lebih luas tentang situs El-Kurru untuk para pengunjung, warisan lokal desa, dan akan membantu dalam pengembangan desa," ujarnya.