TEMPO.CO, Yogyakarta - Sekretaris Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Beny Suharsono menuturkan setelah Kawasan Sumbu Filosofi diakui sebagai situs Warisan Dunia UNESCO pada 2023 lalu, ada pekerjaan yang harus segera diselesaikan sesuai rekomendasi yang diberikan.
"Komite Warisan Dunia UNESCO mengusulkan agar menjaga dan melindungi warisan dunia Kawasan Sumbu Filosofi dari resiko bencana alam," kata Beny Jumat 10 Mei 2024.
Beny melanjutkan rekomendasi UNESCO itu, dilakukan melalui dorongan kepada Pemerintah Indonesia agar melanjutkan penyusunan Disaster Risk Management Plan atau DRMP untuk properti warisan dunia.
Kawasan Sumbu Filosofi yang diantaranya membentang dari Tugu Yogyakarta-Malioboro-Keraton- Panggung Krapyak Yogyakarta menjadi warisan budaya yang terangkum dalam 144 atribut warisan budaya yang saling terhubung. Mulai dari upacara, hingga festival dan kesenian.
"Dan Sumbu Filosofi berada di wilayah yang rentan terhadap bencana itu karena berada di Yogyakarta," kata dia.
Yogyakarta merupakan salah satu daerah rawan bencana gempa bumi karena dilewati oleh sejumlah sesar aktif. Salah satunya adalah Sesar Opak yang memiliki potensi besar untuk memicu gempa bumi dengan magnitudo yang cukup besar.
Beny mengatakan Badan Penanggulangan Bencana Daerah atau BPBD DIY sendiri telah menyelesaikan Kajian Mitigasi Bencana Bangunan Cagar Budaya. Adapun Balai Pengelolaan Kawasan Sumbu Filosofis atau BPKSF Dinas Kebudayaan DIY juga telah menyelesaikan Kajian Resiko Bencana di Sumbu Filosofi.
Tugu Yogyakarta dikelilingi pagar baru. (Tempo/Pribadi Wicaksono)
Adapun Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah X, Manggar Sari mengatakan kawasan Sumbu Filosofi secara khusus memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologi dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana. "Baik bencana yang disebabkan oleh faktor alam maupun faktor manusia," kata dia.
Manggar menjelaskan Komite Warisan Dunia sebagai perwakilan komunitas internasional memberi perhatian khusus pada resiko bencana di kawasan Sumbu Filosofi Yogyakarta ini. Salah satunya lewat keputusan yang menyertai inskripsi Sumbu Filosofi Yogyakarta.
"Inskripsi itu intinya meminta Pemerintah Indonesia melanjutkan penyusunan Rencana Pengelolaan Resiko Bencana pada Sumbu Filosofi, termasuk menyiapkan berbagai pelatihan kesiapsiagaan bencana," kata dia.
Manggar menjelaskan, salah satu upaya pengurangan resiko bencana melalui penyelenggaraan Cagar Budaya Tangguh Bencana. "Dibutuhkan pedoman umum yang akan menjadi acuan pelaksanaanya," ucapnya.
Berdasarkan pedoman tersebut, aparatur penyelenggara pemerintahan diarahkan untuk menerapkan Cagar Budaya yang tanggap menghadapi bencana mulai dari tahap pra-bencana, keadaan darurat maupun pasca-bencana.
Sejak 2006 Pemerintah Provinsi DIY telah memperlihatkan inisiatif untuk memperhatikan pelestarian Cagar Budaya sebagai bagian dalam upaya pengurangan resiko bencana.
Pilihan editor: Libur Nataru, Wisata Edukasi Sumbu Filosofi Hingga Sangiran Jadi Target Badan Otorita Borobudur