Tidak semua toko atau unit usaha batik di Kauman bergabung di paguyuban dan koperasi. Sebab, paguyuban dan koperasi menerapkan sejumlah syarat khusus seperti anggotanya harus ber-KTP dan berdomisili di Kauman.
Sejak kampung wisata batik Kauman mulai menggeliat, Soim berujar, banyak orang dari luar yang berinvestasi. Para pemilik modal itu bekerja sama dengan pemilik rumah-rumah kuno, yang semula dibiarkan kosong dan tidak terawat, untuk membuka toko.
“Kami justru senang dengan masuknya investasi, kan bisa bermanfat untuk rumah-rumah kuno itu, sesuai dengan tujuan awal kami mendirikan kampung wisata batik. Manggon tengah kutho, nggone ombo, larang lho PBB-ne (tinggal di tengah kota, rumahnya luas, mahal lho pajaknya),” ujar Soim.
Ihwal berapa kain batik yang diproduksi dari Kauman tiap hari, Soim mengaku tidak bisa memastikan. Sebab, mayoritas pelaku usaha batik di Kauman memiliki kantong-kantong perajin batik sendiri yang tersebar di kawasan Solo Raya, eks-Karesidenan Surakarta.
“Rumah-rumah di Kauman lebih banyak dimanfaatkan untuk toko. Masih ada juga beberapa yang masih memproduksi batik di sini, tapi hanya yang menggunakan pewarnaan alam,” kata Soim.
DINDA LEO LISTY (Surakarta)