TEMPO.CO, Suraakarta - Jika anda melancong ke kota Solo, sekurangnya ada dua pilihan jika ingin memborong batik sekaligus wisata sejarah: Kampung Laweyan dan Kauman. Inilah dua kawasan yang memiliki sejarah panjang industri batik di kota itu.
Perdagangan batik di Kauman bermula dari pola-pola transaksi kecil hingga berkembang sampai ke luar kota. Kejayaan bisnis batik tulis dan batik cap di Kauman itu menyisakan jejak sejarah berupa rumah-rumah megah berarsitektur Jawa, Indies, dan Art Deco yang dibangun pada 1800 – 1950-an.
Hingga kini, menyusuri jalan dan gang-gang di kawasan ini mampu melemparkan imajinasi ke masa silam dengan menyimak bangunan-bangunan lawas tersebut. Apalagi Kauman tak jauh dari Masjid Agung Surakarta dan Keraton Surakarta.
Sejarah batik Kauman mengalami pasang surut kejayaan dalam 5 dekade terakhir. Pernah mati suri akibat masuknya batik printing (acap disebut batik China) pada 1980-an, kini Kauman kembali dikenal sebagai desa batik terpandang.Suasana salah satu gerai penjualan batik yang ada di kawasan Kampung Wisata Batik Kauman Solo, Jawa Tengah, Jumat 21 September 2018. TEMPO/Muhammad Hidayat
Sebelum Kauman menjadi kampung wisata batik, usaha wastra tradisional itu yang masih bertahan hanya terpusat di Jalan K.H Hasyim Ashari, Jalan Trisula, dan di pinggir jalan raya yang mudah diakses pembeli. “Sekarang sampai masuk ke gang-gang,” kata Bendahara I Paguyuban Kampung Wisata Batik Kauman, Muhammad Soim, Jum’at, 21 September.
Soim mengatakan dari hasil pendataan pada 3-4 tahun lalu, pelaku usaha batik di Kauman jumlahnya sudah mencapai di atas 100 orang. Dari jumlah itu, sekitar 50 orang di antaranya tergabung dalam Syarikat Dagang Kauman (SDK), koperasi serba usaha yang didirikan pada 2012.
Selain melayani simpan pinjam, pengadaan bahan baku dan peralatan membatik, SDK juga memiliki dua showroom bersama di lokasi yang strategis untuk menampung produk anggotanya yang sebagian tidak memiliki toko atau tokonya berada di gang kecil.