3 Jadi inovasi sebuah kafe
Bagi para penikmat kopi luwak, rumah kopi yang berada di Magelang ini layak dicoba. Bukan hanya menikmati secangkir kopi, pengunjung juga bisa melihat proses pengolahan kopi luwak yang sudah sedemikian melegenda.
Di halaman Pawon Luwak Coffe ini pengunjung bisa menyaksikan langsung biji-biji kopi yang sedang dijemur. Ada kopi yang masih menyatu dengan kotoran luwak dan membentuk gumpalan, ada biji kopi yang telah dibersihkan serta biji kopi yang telah dikupas kulitnya.
Pengunjung juga bisa menyaksikan langsung proses pengolahannya di halaman belakang rumah kopi yang berada tepat di samping Candi Pawon itu. Termasuk, melihat pohon kopi yang ditanam di halaman belakang.
Bahkan, enam ekor luwak dalam kandang juga bisa menjadi sebuah pemandangan sembari menghirup kopi dalam cangkir. Namun luwak yang ada di tempat itu bukan pemakan kopi, melainkan buah-buahan biasa seperti pisang. "Hanya untuk display saja," kata pemilik Pawon Luwak Coffe, Aji Prananda.
Sedangkan bahan baku kopi yang disajikan diambil dari luwak liar di perkebunan. "Luwak liar memilih biji kopi terbaik untuk dimakan," katanya. Sehingga, biji yang keluar bersama kotorannya dipastikan berkualitas.
Meski target pasarnya adalah turis bule, namun soal harga juga sangat terjangkau untuk turis lokal. Secangkir kopi luwak orisinal hanya dibanderol Rp 25 ribu tiap cangkirnya, baik untuk jenis kopi robusta maupun arabica. Pawon Luwak Coffe memang tidak menawarkan menu lain, selain kopi luwak original.
4. Kopi Luwak dibuat tanpa Luwak
Seorang peneliti Kementerian Pertanian kepada Erliza Noor, peneliti dari Departemen Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor, berhasil menemukan cara membut kopi luwak tanpa keterlibatan hewan tersebut. Caranya adalah dengan menggunakan bakteri yang ada di pencernaan luwak dan berperan dalam produksi biji kopi luwak. Bakteri tersebut tak bersifat patogen. Ketiganya adalah proteolitik, penghancur protein; selulolitik, penghancur selulosa; dan xilanolitik, penghancur hemiselulosa. Setiap kali menghancurkan kulit kopi, bakteri menghasilkan enzim.
Penelitian membuat kopi luwak tanpa luwak ini menghabiskan biaya sekitar Rp 190 juta. Namun ongkos penelitian ini setara dengan hasil yang didapat. Kopi luwak buatan ini pun jauh lebih murah ketimbang kopi luwak asli yang harga tengahnya sekitar Rp 1 juta per kilogram. "Penurunan harga bisa 50 persen," ujar dia. Sebab, Erliza tak perlu memelihara luwak. Di peternakan, ongkos pemeliharaan luwak sangat tinggi. Peternak harus menyediakan nutrisi istimewa, seperti susu, madu, ayam, ikan, dan buah-buahan. Sedangkan buah kopi menjadi camilan yang disajikan pada awal malam.
Sebelum Erliza, sejumlah peneliti membuat tiruan kopi luwak tanpa luwak. Antara lain Suprio Guntoro (peneliti dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali) dan Beni Hidayat, peneliti dari Program Studi Teknologi Pangan Politeknik Negeri Lampung. "Kopi luwak probiotik ini pernah dijual di pameran dengan harga Rp 700 ribu per kilogram," kata Suprio, yang menciptakan kopi luwak probiotik dengan cara fermentasi.
Suprio memeram biji kopi dengan hampir semua bakteri pencernaan pada suhu 40-45 derajat Celsius. Sedangkan Beni Hidayat memeram biji kopi dengan enzim protease pemecah protein dari pepaya. Bakteri-bakteri ini yang membedakan rasa kopi begitu nikmat dengan harga selangit. (Koran Tempo, April 2013))
TEMPO.CO | AHMAD RAFIQ (Magelang)