Oasis, Konsisten Menyajikan Hidangan Kolonial

Reporter

Editor

Sabtu, 25 Agustus 2012 11:20 WIB

Hidangan Era Kolonial

TEMPO.CO, Jakarta - Sekitar 18 tahun yang lalu, O'om Mucharam Endi, 63 tahun, pernah mendapat tamu tanpa nama dalam buku reservasinya. Yang tertulis hanya VVIP Kedutaan Besar Amerika Serikat. General Manager Oasis Restaurant, Jakarta, itu pun bingung. Jelang 20 menit kedatangan tamu tersebut, kepolisian Jakarta Pusat meneleponnya dan bertanya, apa benar Bill Clinton akan datang ke sana. “Saya bilang, nama itu tidak ada di daftar reservasi.”

Sesaat setelah ia menutup telepon, datang dua ajudan suami-istri Clinton dan dua orang dokter. Mereka berempat menanyakan lokasi meja yang aman dan memeriksa makanan yang akan dihidangkan. Sebuah private room mereka tolak. Justru ruang makan umum yang disebut Sumatra Room menjadi pilihan. Jelang malam, Presiden Amerika Serikat dan istrinya itu pun datang ke Oasis. Masuk ke restoran tanpa pengawalan berlebih. Mereka berdua makan bersama tamu yang lain.

“Banyak tamu kami yang menyapa, 'Hai, Bill,'” ujar O'om, yang telah menjadi general manager di Oasis selama 34 tahun. “Dia pun santai membalas sapaan itu.” Para pengawalnya berada di ruangan lain sambil berjaga dan menolak tawaran makan-minum. Dengan santai, Clinton makan ala rijsttafel yang menjadi ciri khas restoran itu.

Rijsttafel
menjadi menu andalan di restoran yang terletak di Jalan Raden Saleh, Jakarta, ini. Sebenarnya ini bukan sebuah nama makanan, tapi cara makan yang pertama kali muncul saat era kolonial Belanda. Arti kata itu mungkin sederhana, meja nasi. Tapi menu yang terhidang lebih dari nasi. Di Oasis, setiap tamu yang memesan mendapat selusin jenis makanan yang berbeda. Jadi membutuhkan waktu cukup lama untuk mengkonsumsi semuanya.

O’om mengatakan, saat masa kolonial, menunya bisa sampai 40 macam. Semuanya dalam 40 piring dan dihidangkan oleh 40 pelayan. “Jadi, di samping meja makan orang kaya Belanda dulu, bisa berjejer pelayan bawa makanan,” katanya. Makanan yang tersaji sebenarnya sangat sederhana. Ada nasi, sate, ayam goreng atau panggang, opor daging, rendang, kerupuk, sambal, tempe, dan tahu.

Sepintas terlihat seperti menu makan di warung Tegal atau restoran Padang biasa. Tapi, O’om mengatakan, Oasis memiliki kelebihan dalam penyajiannya. Pertama, pelayan yang mengantar 12 makanan perempuan semua. Mereka akan berdiri sepanjang waktu makan sambil memegang piring. Kalau tamu ingin memakan makanan yang tersaji di salah satu piring, sang pelayan akan maju dan mempersilakan tamu mengambilnya.

Cara ini kebalikan dari rijsttafel aslinya yang hanya memakai pelayan laki-laki alias jonges–pemicu kata jongos. Perempuan menjadi pilihan, kata O’om, karena bisa membuat suasana lebih nyaman dan seperti di dalam rumah.

Kenyamanan juga ditunjang dari bangunan restoran yang bergaya kolonial klasik. Bentuknya kotak, dengan dua lantai, dan jendela-jendela yang melengkung. Dindingnya berwarna putih. Balok-balok kayu jati terbentang menyangga atap. Pemilik rumah ini awalnya seorang kaya pemilik perkebunan bernama F. Brandenburg van Oltsende.

Kedua, kelebihan dari restoran ini adalah soal tampilan. O’om mengatakan butuh waktu lebih dari 10 tahun untuk menyempurnakan penampilan makan rijsttafel yang modern dan bisa diterima tamu asing. “Sembilan puluh persen tamu kami orang bule,” katanya. Trial and error mereka lakukan, sampai terciptalah enam jenis menu rijsttafel. Secara bergantian, menu itu mereka pakai untuk satu minggu. Intinya, harus ada nasi, ayam, daging, hidangan laut, sambal, hingga menu penutup.

Terakhir, tentu saja rasa. Tim dapur Oasis lebih mengutamakan memakai rempah-rempah alami, tanpa penyedap rasa instan. Misalnya, pada sate. Tidak terlalu pedas. Dagingnya empuk dan rasa gurih kuah kacangnya lebih ditonjolkan. Mereka juga memperhatikan soal warna. Ada hijau gado-gado, kuning dari nasi, merahnya sambal, serta putih oseng-oseng tauge dan tahu. “Jangan sampai yang terlihat cokelat semua,” kata O’om.

Di Jakarta, hanya Oasis yang konsisten menghidangkan rijsttafel. Jadi tidak heran banyak tamu negara yang datang ke sana. Terakhir, Kanselir Jerman Angela Merkel datang ke sana pada Juli lalu. Sepertinya perempuan berusia 54 tahun itu sangat ingin mencoba makanan lokal. Sejak di pintu masuk, ia sudah bertanya kepada O’om apakah makanan Indonesia yang terhidang.

Benar saja, menurut O’om, Angela sangat antusias ketika mencoba makan ala rijsttafel. Semua makanan ia coba dalam piring besar ala Dinasti Ming. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono siang itu juga menemaninya makan bersama Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo. Saat Angela pulang, ia tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada O’om untuk hidangannya dan mengatakan, “It was amazing.”

SORTA TOBING

Berita terkait

Solo Indonesia Culinary Festival 2024, Ada Pembagian 1.000 Porsi Soto hingga Edukasi Kuliner

2 hari lalu

Solo Indonesia Culinary Festival 2024, Ada Pembagian 1.000 Porsi Soto hingga Edukasi Kuliner

Festival kuliner ini diharapkan jadi ajang promosi potensi kuliner daerah sekaligus memperkuat branding Solo sebagai Food Smart City.

Baca Selengkapnya

Chef Juna dan Renatta Kenalkan Dua Kuliner Khas Tanah Morotai

3 hari lalu

Chef Juna dan Renatta Kenalkan Dua Kuliner Khas Tanah Morotai

Chef Juna dan Chef Renatta kenalkan Siput Popaco dan Sayur Lilin dari Morotai

Baca Selengkapnya

Membawa Kuliner Sichuan ke Jakarta

5 hari lalu

Membawa Kuliner Sichuan ke Jakarta

Menikmati kuliner hotpot dan bbq dari Sichuan, Cina

Baca Selengkapnya

Perkumpulan Penyelenggara Jasa Boga Perjuangkan Pembuatan Produk Kuliner Khas Nusantara untuk Ekspor

6 hari lalu

Perkumpulan Penyelenggara Jasa Boga Perjuangkan Pembuatan Produk Kuliner Khas Nusantara untuk Ekspor

PPJI berharap ke depan ada produk-produk kuliner jenis lainnya yang bisa diekspor seperti halnya rendang.

Baca Selengkapnya

Ikan Arsik dan Mie Gomak Khas Danau Toba Jadi Incaran Wisatawan

12 hari lalu

Ikan Arsik dan Mie Gomak Khas Danau Toba Jadi Incaran Wisatawan

Ada dua masakan khas masyarakat sekitar Danau Toba yang menjadi incaran pelancong dari berbagai penjuru

Baca Selengkapnya

Solo Indonesia Culinary Festival 2024 Bakal Digelar di Stadion Manahan Solo, Catat Tanggalnya!

16 hari lalu

Solo Indonesia Culinary Festival 2024 Bakal Digelar di Stadion Manahan Solo, Catat Tanggalnya!

Bagi penggemar kuliner masakan khas Indonesia jangan sampai melewatkan acara Solo Indonesia Culinary Festival atau SICF 2024

Baca Selengkapnya

Datang ke Semarang Jangan Lupa Beli 10 Oleh-oleh Khas Ini

25 hari lalu

Datang ke Semarang Jangan Lupa Beli 10 Oleh-oleh Khas Ini

Selain terkenal destinasi wisatanya, Semarang memiliki ikon oleh-oleh khas seperti wingko dan lumpia. Apa lagi?

Baca Selengkapnya

10 Makanan Paling Aneh di Dunia, Ada Keju Busuk hingga Sup Kura-kura

27 hari lalu

10 Makanan Paling Aneh di Dunia, Ada Keju Busuk hingga Sup Kura-kura

Berikut ini deretan makanan paling aneh di dunia, di antaranya keju busuk asal Italia, Casu Marzu, dan fermentasi daging hiu.

Baca Selengkapnya

Jadi Nasabah KUR BRI Sejak Tahun 2000, Sate Klathak Pak Pong Ramai Diminati

28 hari lalu

Jadi Nasabah KUR BRI Sejak Tahun 2000, Sate Klathak Pak Pong Ramai Diminati

Di akhir pekan dan di hari libur panjang dapat menyembelih 40-50 ekor kambing sehari dengan omzet sekitar Rp35-50 juta per bulan.

Baca Selengkapnya

Singgah ke Cirebon saat Libur Lebaran, Jangan Lupa Cicip Tiga Kuliner Lezat dan Bersejarah Ini

28 hari lalu

Singgah ke Cirebon saat Libur Lebaran, Jangan Lupa Cicip Tiga Kuliner Lezat dan Bersejarah Ini

Cirebon memiliki sejumlah kuliner yang bersejarah dan memiliki cita rasa yang lezat.

Baca Selengkapnya