Menjajal jadi Nelayan Tanpa Perahu di Desa Wisata Sambeng Borobudur
Reporter
Tempo.co
Editor
Mila Novita
Senin, 2 September 2024 11:28 WIB
Mencoba aktivitas nelayan
Dari museum, pengunjung diajak ke pinggir kali. Namun, karena hari masih terlalu terang untuk naik getek dan menyaksikan matahari terbenam, Afifa menawarkan pengunjung untuk mencoba aktivitas nelayan di Omah mBalong, sebuah bangunan semiterbuka dari kayu yang berada tepat di pinggir sungai. Untuk menuju ke tempat ini, pengunjung harus berjalan kaki melewati jalan menurun. Jalannya sudah dibeton, tetapi tidak bisa dilewati mobil.
Di sana sudah ada Trimo, yang akrab disapa Pak Jenggot, bersama seorang rekannya, yang sedang membuat jala dari benang nilon. Jala ini akan digunakan untuk menangkap ikan di sungai.
Dia menawari pengunjung untuk belajar membuat jala dengan alat yang terbuat dari bambu. "Kalau buat sendiri, ukuran lubangnya bisa sesuai (yang diinginkan)," kata Pak Jenggot.
Setelah belajar membuat jala, pengunjung diajak mencoba menggunakannya di sungai. Tak perlu turun basah-basahan karena Pak Jenggot mengajarkan menjala dari atas getek bambu yang masih terikat di tepi sungai.
Dia mempraktikkanya terlebih dahulu sebelum meminta pengunjung mencobanya. Tali jala dipegangnya di tangan kanan, lalu sebagian disangkutkan di siku kanan. Tangan kiri mememegang jala pada bagian lain. Lalu dia melemparkannya ke sungai. Jala itu mengembang membentuk lingkaran lebar. Setelah didiamkan sesaat, dia menarik talinya pelan-pelan sampai seluruh jala terangkat. Sayang, tak ada satu pun ikan yang nyangkut.
Kata Pak Jenggot, sebelum erupsi Gunung Merapi, ikan di sungai ini begitu banyak. Saat erupsi, lahar mengalir ke sungai membuat banyak ikan mati.
Menjala memang tidak semudah yang dikira. Ketika mencoba melempar jala, tak satu pun pengunjung yang berhasil membuatnya mengembang sempurna seperti yang dilakukan Pak Jenggot. Tapi ini menyenangkan sampai-sampai ada pengunjung yang mencobanya berkali-kali.
Selain jala yang dilempar, Pak Jenggot juga mengatakan bahwa nelayan sering menggunakan jaring sepanjang 50 sampai 100 meter untuk menangkap ikan.
"Pasang jaring biasanya musim kemarau, kalau musim hujan takut hilang terbawa arus sungai," kata dia.
Ikan Tombro yang Mahal
Selain ikan beong, di sungai ini juga terdapat beberapa jenis ikan lain seperti towes abang, melem, nila, bader, uceng, tombro, dan kating. Di antara ikan-ikan itu, ada satu jenis ikan yang selalu bikin nelayan senang jika bisa menangkapnya, yakni ikan tombro.
Ikan ini sering juga disebut sebagai ikan dewa. Hal yang bikin nelayan senang adalah harganya yang mahal.
"Harga satu ekor seberat dua ons bisa sampai Rp300 ribu," kata Tio Sutopo, pemilik rumah yang dijadikan museum itu.
Menurut Tio, ikan ini berharga mahal karena ada kepercayaan bisa membawa keberuntungan. Selain itu, ikan ini tergolong langka dan tidak bisa dibudidayakan.
"Biasanya ikan ini hidup di air yang agak deras," kata Tio.
Meski tak dapat ikan beong atau ikan tombro dari Sungai Progo, mencoba aktivitas nelayan di Desa Sambeng Borobudur ini menjadi salah satu aktivitas seru yang bisa dicoba wisatawan. Turis asing pun banyak yang tertarik mencobanya, kata Afifa.
Pilihan Editor: Penghasil Kerajinan Batik Kayu Ini Raih Juara Pertama Lomba Desa Wisata di Yogyakarta