Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.
Alasan Yayasan Museum HAM Omah Munir Layangkan Somasi ke Pemerintah Kota Batu
Reporter
Abdi Purmono (Kontributor)
Editor
Ninis Chairunnisa
Rabu, 7 Juni 2023 20:22 WIB
TEMPO.CO, Malang - Pemerintah Kota Batu diberi somasi pertama oleh Yayasan Museum Hak Asasi Manusia (HAM) Omah Munir karena dianggap lamban dan tidak serius menindaklanjuti rencana pengelolaan dan pengembangan museum HAM pertama di kawasan Asia Tenggara itu.
Museum HAM Omah Munir, yang bernama resmi Museum HAM Munir Kota Batu, beralamat di Jalan Sultan Hasan Halim, Kelurahan Sisir, Kecamatan Batu, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur. Museum itu dibangun di atas tanah seluas 2.200 meter persegi milik Pemerintah Kota Batu. Pembangunannya dimulai 8 Desember 2019 dan selesai pada Maret 2021 dengan menghabiskan anggaran Rp 8,2 miliar.
Namun, hingga kini Museum HAM Munir belum dioperasikan dan lama-lama kondisinya mirip bangunan gudang yang terlantar alias tidak sesuai dengan niat dan tujuan awal museum dibangun sebagaimana tertera dalam dokumen kesepakatan dan perjanjian. Alhasil, Pemerintah Kota Batu dinilai melakukan wanprestasi.
“Kami meminta kepada Pemerintah Kota Batu cq (casu quo atau dalam hal ini) Dinas Pariwisata untuk segera memutuskan kelanjutan kerja sama pengelolaan museum sesuai kesepakatan maupun perjanjian yang dibuat kedua pihak,” kata Koordinator YLBHI-LBH Pos Malang Daniel Alexander Siagian selaku kuasa hukum Yayasan Museum HAM Omah Munir kepada Tempo, Selasa sore, 6 Juni 2023.
Ada dua dokumen kesepakatan dan satu dokumen perjanjian yang disebutkan Daniel.
Pertama, Kesepakatan Bersama (KSB) antara Pemerintah Kota Batu dan Museum HAM Omah Munir tanggal 10 Desember 2018 untuk melaksanakan program kemitraan, perlindungan, pemenuhan, dan pemajuan HAM serta penghormatan atas perjuangan Munir dengan mendukung rencana pendirian Museum HAM Munir. Kesepakatan itu ditandatangani Wali Kota Batu Dewanti Rumpoko dan Suciwati sebagai Ketua Dewan Pembina Yayasan Museum HAM Omah Munir.
Kedua, KSB antara Pemerintah Kota Batu dengan Yayasan Museum HAM Omah Munir 28 November 2022 tentang Pengelolaan Museum HAM Munir Kota Batu. Dokumen ini diteken Wali Kota Dewanti Rumpoko dan Suciwati. Dokumen ketiga berupa Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Pemerintah Kota Batu dan Yayasan Museum HAM Omah Munir 28 November 2022 tentang Penyelenggaraan Eksibisi dan Kegiatan Pembelajaran HAM di Museum HAM Munir Kota Batu.
Daniel menyebutkan 11 poin dalam surat somasi pertama. Tapi, intinya, Yayasan Museum HAM Omah Munir—disingkat Yayasan MHM—hanya ingin mendapatkan kepastian dari Pemerintah Kota Batu mengenai kelanjutan kerja sama.
Dalam PKS 28 November 2022, disebutkan Yayasan MHM sebagai pihak kedua berhak mendapatkan penetapan tenaga ahli oleh Dinas Pariwisata sebagai pihak kesatu; mengajukan rencana pengembangan dan pengadaan isi museum; mendapatkan akses penyelenggaraan eksibisi, pembelajaran HAM dan promosi wisata pendidikan, serta mengajukan usulan kerja sama dengan pihak lain untuk meningkatkan kualitas eksibisi dan mengembangkan Museum HAM Munir.
Daniel memastikan Yayasan MHM sudah mengajukan rencana kegiatan secara tertulis maupun dalam pertemuan koordinasi bersama Dinas Pariwisata pada 18 Januari 2023, 9 Februari 2023 dan 15 Februari 2023. Tapi, kata Daniel, “Hingga saat ini tidak ada kepastian dan kelanjutan. Mbak Suci (Suciwati) sampai merasa di-pingpong sana sini.”
Tak sesuai kondisi
Sebaliknya, Dinas Pariwisata justru memanfaatkan gedung museum untuk kegiatan yang tidak sejalan dengan tujuan awal pembangunan museum, seperti belanja barang-barang tanpa berkoordinasi dengan Yayasan MHM dan kegiatannya tidak sesuai rencana kebutuhan dan rencana pengembangan museum, yang anggarannya berasal dari APBD Provinsi Jawa Timur. “Kami tidak anti-gamelan, tapi buat apa memasukkan gamelan ke dalam gedung museum, sedangkan gedungnya sendiri mangkrak (terbengkalai) begitu,” ujar Daniel.
<!--more-->
Suciwati mengaku sangat kesal melihat Museum HAM Munir belum difungsikan dan malah berubah jadi gudang.
Yayasan sudah mengajukan beberapa rencana kegiatan bertema HAM untuk menghidupkan dan memeriahkan museum kepada Disparta Kota Batu. Salah satu rencana yang diprioritaskan adalah membuat wahana edukasi HAM bagi anak-anak.
Yayasan rajin menanyakan kepada Disparta tentang rencana maupun upaya pengembangan museum sebagaimana sudah disepakati. Namun, Disparta hanya menjadikan kesulitan mencairkan anggaran dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur sebagai dalih. Tiada penjelasan mendetail dari Disparta sehingga Suciwati dan kawan-kawan tidak tahu-menahu masalah sebenarnya.
“Jelaskan saja pada publik jika masalahnya pencairan dana. Sudah sekian bulan berjalan tak ada kemajuan. Jangan sampai kami ini merasa di-pingpong. Kami tanya ke Kadisdar (kepala Dinas Pariwisata), dilempar ke bagian keuangan, terus diarahkan untuk tanya ke pihak Pemprov (Pemerintah Provinsi Jawa Timur). Kami tidak mau diperlakukan begitu karena tak sesuai kesepakatan,” kata Suciwati kepada Tempo, Senin, 5 Juni 2023.
Daniel menguatkan pernyataan Suciwati bahwa Pemerintah Kota Batu tidak perlu terlalu takut menyalahi aturan. Sebenarnya, menurut dia, tata cara kerja sama antara Pemerintah Kota Batu dengan Yayasan Museum HAM Omah Munir sudah selaras dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2020 tentang Tata Cara Kerja Sama Daerah dengan Daerah Lain dan Kerja Sama Daerah dengan Pihak Ketiga.
Daniel dan Suciwati mendesak Pemerintah Kota Batu untuk terbuka dan kembali aktif melanjutkan kesepakatan. Pemerintah Kota Batu diberi waktu satu bulan untuk menjawab somasi pertama.
Dalam satu bulan ke depan, Pemerintah Kota Batu harus segera mengevaluasi dan menindaklanjuti pelaksanaan kerja sama yang sudah disepakati.
Respons pemerintah
Penjabat Wali Kota Batu Aries Agung Pawei membenarkan anggaran menjadi penyebab Pemerintah Kota Batu belum bisa sepenuhnya menindaklanjuti rencana-rencana pengembangan museum. Pemerintah Kota Batu mengikuti pedoman prosedur pencairan dan pengelolaan anggaran berdasarkan proposal yang diajukan.
“Maaf ya Mas, tidak baik saya jawab langsung seperti itu karena kami tidak ingin saling menyalahkan. Kami ingin ikut aturan yang berlaku agar tidak salah dalam pengelolaan anggaraan. Nanti saja kami melengkapi administrasi kami biar tidak salah dalam penggunaan anggaran. Jadi biar berproses dulu,” kata Aries dalam bentuk pesan pendek tertulis yang diterima Tempo pada Selasa pagi, 6 Juni 2023.
Sedangkan Kepala Dinas Pariwisata Kota Batu Arief As Siddiq tidak keberatan disomasi dan bukan berarti ia ingin melepas tanggung jawab. Arief mengaku pihaknya berkoordinasi dengan Yayasan MHM beberapa kali sehingga tak benar pula jika pihaknya sengaja menelantarkan Museum HAM Munir.
“Soal tuduhan kami melakukan pembiaran dan lepas tanggung jawab, itu tidak benar. Semua persiapan sudah kami lakukan dan lagi-lagi kami memang menunggu anggaran turun. Kalau sudah ada anggarannya, pasti langsung kami koordinasikan dengan yayasan,” kata Arief.
Arief juga membantah telah memasukkan barang-barang yang tidak relevan dengan tujuan awal pendirian museum. Tentang gamelan yang disebut Suciwati dan Daniel, misalnya, Arief menyatakan gamelan yang ditaruh di lantai satu dekat kantor museum nanti difungsikan sebagai alat untuk mengenalkan Museum HAM Munir lewat musik.
Seperti apa kondisi museum sekarang?
Kondisi sekarang
Tempo mengunjungi Museum HAM Munir pada Senin siang, 5 Juni 2023. Tempo bertemu tiga staf Bidang Promosi Dinas Pariwisata Kota Batu, yang bernama Novita, Bagas dan Astuti.
Tempo memotret sisi luar bangunan museum dari semua sisi. Fasad (muka bangunan) museum tampak kumuh dengan sebagian cat terkelupas. Bangunan utama berkaca malah tampak gosong mirip bangunan yang habis terbakar.
Sebagian undakan dan lantai selasar depan museum retak-retak. Banyak puntung rokok, cangkir plastik bekas minuman dan sangat minim tanaman penghijau perkarangan.
Kondisi memprihatikan juga terlihat di bagian dalam gedung museum. Hanya lantai satu yang cukup terawat. Sedangkan lantai dua dan tiga seperti tidak terurus. Lantai berdebu, ada langit-langit yang kelihatan berjamur dan lembap.
Banyak barang di lantai dua tidak ditata. Meja dan kursi tidak ditata teratur. Debu memenuhi lantai, meja dan kursi-kursi.
Kondisi paling memprihatinkan ada di lantai tiga. Sebagian barang barang koleksi Museum HAM Munir baru dipindahkan dari rumah pasangan Munir Said Thalib (8 Desember 1965-7 September 2004) dan Suciwati di tepi Jalan Bukit Berbunga, Desa Sidomulyo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Rumah itu dulu berfungsi dengan museum lama Omah Munir.
Menurut Novita, barang-barang itu dipindahkan Yayasan MHM kurang dari dua pekan lalu. Belum semua barang dipindahkan dari Jalan Bukit Berbunga ke Jalan Sultan Hasan Halim (kantor museum baru). “Saya enggak tahu kapan mau dipindah. Kami juga enggak tahu apa sebabnya museum belum dibuka,” kata Novita.
Koleksi museum paling berharga yang masih teronggok begitu saja, antara lain dua patung perunggu setengah badan almarhum pejuang HAM, Munir Said Thalib alias Munir, serta patung perunggu Marsinah, aktivis buruh Jawa Timur yang tewas terbunuh pada 8 Mei 1993.
Selain itu, ada panel berisi informasi penghilangan sejumlah warga dari beberapa kecamatan di Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh, sepanjang Agustus-Desember 2001 atau di masa konflik bersenjata masih terjadi di Aceh, yang ditumpuk bersama panel-panel lain. Begitu pula dengan nasib sejumlah lukisan.
Pilihan Editor: Pilihan Wisata Museum di Yogyakarta, Jangan Lewatkan 4 Museum Bersejarah Ini