Sepenggal Kisah Keseganan Gus Dur Memasuki Makam Sunan Gunung Jati

Sabtu, 29 April 2023 08:08 WIB

Kompleks makam Sunan Gunung Jati di Cirebon pada hari pertama Lebaran 1 Syawal 1443 Hijriah atau Senin, 2 Mei 2022. Kompleks makam terbagi dua, yaitu Astana Gunung Jati dan Astana Gunung Sembung. TEMPO/Abdi Purmono

TEMPO.CO, Jakarta - Sebagai salah satu Wali Songo, nama Sunan Gunung Jati telah dikenal luas oleh masyarakat, terutama muslim di Indonesia. Ia menjadi tokoh yang berperan dalam penyebaran Islam, khususnya di tanah Sunda.

Hingga kini, meski sang tokoh sudah tiada, jejaknya masih terus dikenang. Salah satunya dengan menziarahi makamnya.

Tempo berkesempatan mengunjungi kompleks makam Syekh Maulana Syarif Hidayatullah alias Susuhunan Jati atau Sunan Gunung Jati, pada hari pertama Idulfitri 1 Syawal 1443 Hijriah atau Senin, 2 Mei 2022.

Makam sang sunan dan sahabatnya

Kompleks makam Sunan Gunung Jati berlokasi di Desa Astana, Kecamatan Gunungjati (dulu Kecamatan Cirebon Utara), Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Sebenarnya, kompleks makam Sunan Gunung Jati terbagi dua lokasi, yaitu Astana Gunung Jati dan Astana Gunung Sembung.

Advertising
Advertising

Kendati bernama Astana Gunung Jati, di lokasi ini justru tiada makam Sang Sunan. Adanya makam Syekh Dzatul Kahfi, salah seorang penyebar agama Islam pertama di Cirebon sebelum Sunan Gunung Jati. Kedua tokoh itu bersahabat, saling belajar dan sama-sama menyebarkan Islam di Bumi Pasundan.

Makam Syekh Dzatul Kahfi di Astana Gunung Jati, Cirebon. Syekh Dzatul Kahfi adalah penyebar agama Islam pertama di Cirebon sebelum Sunan Gunung Jati. Astana Gunung Jati bagian dari kompleks pemakaman Sunan Gunung Jati. Sedangkan makam Sunan Gunung Jati ada di Astana Gunung Sembung. TEMPO/Abdi Purmono

Syekh Dzatul Kahfi punya nama lain Syekh Nurjati, Syekh Datuk Kahfi, Syekh Idhofi Mahdi atau Syekh Nurul Jati. Syekh Nurjati-lah yang jadi mertua Sunan Gunung Jati setelah Sang Sunan menikahi putri Syekh Dzatul Kahfi yang bernama Nyi Rara Api atau Nyi Rara Jati.

Makam Syekh Nurjati berada di puncak bukit. Di bawahnya terhampar pemakaman umum warga. Makam-makam ini menyebar di lerengan bukit, sehingga ribuan peziarah terkonsentrasi di sana.

Tak perlu membayar untuk masuk ke area Astana Gunung Jati. Namun peziarah sangat disarankan memberikan infak atau sedekah melalui kotak-kotak amal.

Di Astana Gunung Sembung pun tak dipungut bayaran. Kedua lokasi pemakaman ini terpaut jarak sekitar 400 meter dan masih berada dalam satu desa yang sama.

Peziarah juga bisa memberikan infak atau sedekah karena uang yang terkumpul nantinya dibagikan kepada juru kunci sebagai upah mereka. Total, menurut seorang juru kunci, jumlah juru kunci di Astana Gunung Sembung sebanyak 125 orang. Mereka dibagi per kelompok atau regu yang bergantian kerja setiap 15 hari sekali. Setiap regu beranggotakan 15 orang.

Rerata setiap hari makam Sunan Gunung Jati dikunjungi seribuan orang. Jumlah pengunjung melonjak jadi 5 ribuan orang di hari Jumat Kliwon dan naik lagi hingga puluhan bahkan bisa seratusan ribu orang di hari pertama dan kedua Lebaran.

Kemeriahan Lebaran di Cirebon juga ditandai dengan pelaksanaan tradisi Grebeg Syawal, yaitu ziarah kubur yang dilakukan keluarga besar dan kerabat Keraton Kanoman Cirebon di hari kedelapan Idulfitri (8 Syawal). Di daerah lain di Jawa, tradisi grebeg Syawal disebut dengan nama riraya kupatan atau hari raya ketupat alias Lebaran Ketupat. Tradisi Grebeg Syawal dipimpin langsung Patih Keraton Kanoman.

Grebeg Syawal merupakan wujud syukur kepada Allah SWT atas karunianya sehingga dapat menunaikan ibadah puasa Ramadan dan puasa sunah 6 hari (puasa Syawal). Grebeg Syawal pun dijadikan sebagai ajang meneguhkan ukhuwah Islamiyah antara keluarga besar dan kerabat Keraton Kanoman dengan masyarakat yang menziarahi makam Sunan Gunung Jati.

Kisah Kesultanan Cirebon

<!--more-->

Kisah Kesultanan Cirebon dan Sunan Gunung Jati

Makam Sunan Gunung Jati bisa dibilang sebagai pusat cerita Kesultanan Cirebon. Ini adalah makam seorang aulia besar yang jadi destinasi wisata religi andalan utama Cirebon, yang “dijual” kepada wisatawan domestik dan mancanegara.

Sunan Gunung Jati alias Syekh Maulana Syarif Hidayatullah bersahabat dengan delapan Sunan lain, yaitu Sunan Gresik, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Drajat, Sunan Kudus dan Sunan Muria.

Sembilan Wali menetap di pantai utara Jawa dari awal abad ke-15 hingga pertengahan abad ke-16 di tiga wilayah pesisir utara nan penting dan strategis, yaitu Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah serta Cirebon di Jawa Barat.

Cirebon sendiri sudah lama menjadi destinasi wisata yang unik dan menarik di Jawa Barat. Disebut unik karena Cirebon tidak hanya mengandalkan wisata religi bermaskot Sunan Gunung Jati, maupun nasi lengko dan aneka olahan udang yang jadi kuliner khas Cirebon, melainkan wisata sejarah keraton-keratonnya.

Keraton memang bukan barang asing di Indonesia. Namun, hanya Cirebon yang mempunyai empat keraton sekaligus dalam satu kota/kabupaten.

Secara ringkas, sejarah keraton Cirebon diawali oleh pendirian Keraton Kasepuhan oleh Pangeran Cakrabuana alias Pangeran Walangsungsang alias Mbah Kuwu Cirebon (1430-1479), putra sulung Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi, raja Pajajaran yang berkuasa sepanjang 1482-1521.

Berdasarkan urutan silsilah atau susur galur (keturunan), Pangeran Cakrabuana memang paling berhak menggantikan sang ayah menjadi raja. Masalahnya, Sang Pangeran seorang muslim. Agama Islam diturunkan dari ibu kandungnya, yang notabene istri pertama Prabu Siliwangi yang bernama Subanglarang.

Perbedaan agama membuat Pangeran Cakrabuana tidak bisa memimpin Kerajaan Pajajaran atau Kerajaan Galuh yang masih menganut kepercayaan Sunda Wiwitan (agama leluhur orang Sunda) yang lekat dengan ajaran Hindu dan Buddha. Makanya, Pangeran Cakrabuana kemudian melepas gelar putra mahkotanya dan keluar dari pakuan (istana/keraton) untuk mendirikan Kesultanan Cirebon, sekaligus jadi raja pertamanya.

Pendirian kesultanan Cirebon pada 1448 berhubungan erat dengan keberadaan Kesultanan Demak. Belakangan Cakrabuana berganti nama jadi Haji Abdullah Iman setelah ia berhaji.

Seturut perkembangan Cirebon, terjadi pembagian kekuasaan di antara keluarga Haji Abdullah Iman, yang ditandai dengan pembangunan empat keraton. Masing-masing keraton dihuni oleh keturunan langsung Haji Abdullah Iman selaku Sultan Cirebon. Empat keraton ini ialah Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman, Keraton Kacirebonan dan Keraton Kapronan.

Pangeran Cakrabuana alias Haji Abdullah Iman punya dua adik kandung di Kerajaan Pajajaran, yaitu Nyai Rara Santang dan Raden Kian Santang. Nah, Nyai Rara Santang inilah ibu kandung Sunan Gunung Jati sehingga otomatis Sang Sunan jadi keponakan Pangeran Cakrabuana. Menikah dengan pria muslim, Nyai Rara Santang kemudian berganti nama jadi Syarifah Muda’im.

Ayah kandung Sunan Gunung Jati adalah Syarief Abdullah alias Sultan Hud, penguasa di Ismailiyah, negeri Mesir yang wilayahnya mencakup Palestina kediaman Bani Israil. Ayahnya masih keturunan Nabi Muhammad dari garis pasangan Siti Fatimah (putri Nabi Muhammad) dan Ali bin Abi Thalib.

Sebagian cerita itu berdasarkan penuturan beberapa orang juru kunci makam Sunan Gunung Jati, termasuk Muhammad Luthfi, ditambah informasi dari buku Atlas Wali Songo (2016) karya Agus Sunyoto, sejarawan dan salah satu tokoh Nahdlatul Ulama (NU).

Warga Tionghoa ikut ziarah

<!--more-->

Beragamnya etnis peziarah

Makam Sunan Gunung Jati nyatanya tak hanya diziarahi oleh suku, agama atau etnis tertentu. Saat Tempo datang ke makam, ada satu keluarga (lima orang) Tionghoa yang khusyuk dan khidmat bersembahyang di depan pintu gerbang ketiga (Pintu Pasujuduan atau Sela Matangkep) makam Sunan Gunung Jati, dengan dipimpin kepala keluarga. Ritual mereka akhiri dengan menaburkan kembang ziarah dan menaruh beberapa ikat tanaman selasih di depan Pintu Pasujudan.

Satu keluarga Tionghoa berziarah di makam Sunan Gunung Jati di Astana Gunung Sembung, Cirebon, pada hari pertama Lebaran 1 Syawal 1443 Hijriah atau Senin, 2 Mei 2022. Para peziarah diperbolehkan berziarah sampai depan pintu ketiga atau Pintu Pasujudan yang terkunci. TEMPO/Abdi Purmono

Meski dengan sopan menolak menyebutkan nama, peziarah itu mengaku berasal dari Jakarta. Katanya, mereka baru saja melaksanakan sembahyang arwah leluhur dan sudah tiga kali mereka melakoni sembahyang arwah di makam Sunan Gunung Jati. Tujuannya, selain untuk menghormati salah seorang istri Sunan Gunung Jati sebagai leluhur, juga untuk mendapatkan keberkahan atau ngalap berkah, kelancaran usaha, dan kelimpahan rezeki.

Menurut dia, banyak orang Tionghoa melakukan ritual di makam Sunan Gunung Jati. Pihak pengelola tidak melarang dan bersikap biasa-biasa saja lantaran ritual tersebut sudah lumrah dilakukan warga Tionghoa di hari-hari tertentu.

“Mohon maaf, Mas, nama saya tak usah disebut. Saya tak mau kegiatan kami jadi omongan tak enak oleh orang-orang di luar sana yang tidak tahu apa-apa. Yang penting niat dan tujuan kami ke sini baik dan tidak merugikan siapa pun,” kata si bapak.

Luthfi menyatakan para peziarah datang dari banyak daerah. Suku, ras dan agamanya pun beragam. Makanya, Luthfi dan juru kunci lainnya tidak merasa heran melihat kehadiran orang-orang Tionghoa di dalam kompleks makam Sunan Gunung Jati.

Menurut Luthfi, jumlah orang yang menziarahi makam Sunan Gunung Jati pada 1 Syawal atau hari pertama Idulfitri sedikit. Kebanyakan peziarah berasal dari keluarga empat keraton di Cirebon. Sedangkan masyarakat biasa menziarahi pemakaman umum, termasuk pemakaman umum yang berada di dalam kompleks makam Sunan Gunung Jati.

Biasanya, masyarakat berbondong-bondong berziarah di makam Sunan Gunung Jati pada hari ketiga Idulfitri. Para peziarah hanya diperbolehkan ziarah sampai depan depan Pintu Pasujudan. Untuk orang asing nonmuslim, termasuk orang Tionghoa, disediakan area khusus di sebelah barat makam. Orang Tionghoa mendominasi kelompok peziarah nonmuslim.

“Orang-orang Cina berziarah ke sini bukan hanya untuk menghormati Sunan Gunung Jati, tapi juga untuk menghormati salah seorang istri beliau yang beretnis Tionghoa,” kata Luthfi, persis yang dikatakan si bapak Tionghoa tadi.

Dalam buku Atlas Wali Songo ditulis strategi dakwah yang dijalankan Sunan Gunung Jati adalah memperkuat kedudukan politik sekaligus memperluas hubungan dengan tokoh-tokoh berpengaruh di Cirebon, Banten dan Demak melalui pernikahan.

Sunan Gunung Jati menikahi enam orang perempuan dalam waktu yang tidak bersamaan, misalnya menikah lagi setelah seorang istrinya meninggal dunia.

Salah seorang istrinya perempuan Cina bernama Ong Tien, yang menurut legenda adalah putri kaisar Cina dari Dinasti Ming yang bernama Hong Gie. Karena putri kaisar, maka Ong Tien digelari nama Nyi Mas Rara Sumanding, atau disebut Putri Petis. Pasangan Kanjeng Sunan dan Ong Tien dikaruniai seorang putra yang meninggal semasa bayi. Tak lama setelah kematian bayinya, Ong Tien wafat.

Jadi, menurut Luthfi, “Bagi sebagian saudara kita yang orang Cina yang berziarah ke sini, Putri Ong Tien dan Sunan Gunung Jati itu leluhur mereka.”

Kisah Gus Dur di makam Sunan Gunung Jati

<!--more-->

Kisah Gus Dur di makam Sunan Gunung Jati

Sebagian besar peziarah hanya bisa sampai di Pintu Pasujudan. Pintu itu selalu terkunci dan hanya boleh dibuka oleh pemimpin keraton di waktu-waktu tertentu, semisal saat pelaksanaan Grebeg Syawal.

Luthfi mengatakan makam Sunan Gunung Jati memiliki 9 pintu yang masing-masing terhubung oleh koridor dan setiap koridor mempunyai 7 anak tangga.

Peziarah di makam Sunan Gunung Jati di bukit Astana Gunung Sembung di hari pertama Lebaran, Senin, 2 Mei 2022. TEMPO/Abdi Purmono

Dalam buku Atlas Wali Songo ditulis, makam Sunan Gunung Jati berada di dalam tungkup yang berdampingan dengan dengan makam Fatahillah, Syarifah Muda’im (ibu kandung), Nyi Gedeng Sembung, Nyi Mas Tepasari, Pangeran Dipati Cirebon I, Pangeran Jayalelana, Pangeran Pasarean, Ratu Mas Nyawa.dan Pangeran Sedeng Lemper.

Di sebelah luar tungkup, terdapat dua makam tokoh yang dekat dengan Sunan Gunung Jati, yaitu makam Pangeran Cakrabuana dan Nyi Ong Tien (istri).

Berbeda dengan makam keramat Wali Songo yang lain, makam Sunan Gunung Jati tidak bisa diziarahi oleh peziarah karena desain area makam bertingkat sembilan dan setiap tingkat mempunyai pintu gerbang masing-masing, yaitu Pintu Gapura, Pintu Krapyak, Pintu Pasujudan, Pintu Ratnakomala, Pintu Jinem, Pintu Rararoga, Pintu Kaca, Pintu Bacem dan Pintu Teratai.

Pintu Teratai jadi jalan masuk ke area makam Sunan Gunung Jati yang disebut Saptarengga alias ruang dalam makam Sunan Gunung Jati yang berada di puncak bukit Gunung Sembung. Hanya keluarga keturunan langsung Sunan Gunung Jati dan orang-orang tertentu yang diizinkan keraton yang boleh memasuki Saptorenggo, ruang dalam makam Sunan Gunung Jati yang berada di pucuk bukit Gunung Sembung.

“Para peziarah hanya diperbolehkan ziarah sampai Pintu Pasujudan. Hanya keluarga keraton dan orang-orang tertentu saja yang boleh masuk sampai ke Saptarengga,” kata Luthfi.

Larangan ditujukan untuk menjaga kesucian dan keagungan makam Sunan Gunung Jati sehingga semua pintu gerbang makam kunci. Penguncian pintu juga bertujuan untuk melindungi beragam artefak kuno di dalamnya. Ini pula musabab, saking sakralnya, orang-orang tertentu yang dimaksud Luthfi belum tentu bersedia masuk dan naik hingga ke Saptarengga. Siapa saja mereka?

Dalam beberapa tayangan video Youtube, Kiai Haji Syaeful Bahri alias Kiai Baridin, dai kondang Nahdlatul Ulama Cirebon, menyebut empat ulama yang segan memasuki ruang Saptarengga Kanjeng Sunan untuk berziarah walau sudah diizinkan pihak keraton. “Mohon maaf, ada empat tokoh yang enggak berani masuk ke makamnya Sunan Gunung Jati,” kata Kiai Baridin dalam video ceramah Maulid Nabi Muhammad 21 November 2019 (24 Rabiul Awal) yang diunggah kanal Youtube Idy Group Multimedia, 2 Februari 2020.

Empat ulama dimaksud adalah Kiai Haji Syarif Muhammad (Kang Ayi Muh), pendiri Pondok Pesantren Jagasatru, Cirebon; Kiai Haji Mustahdi Hasbulloh (Abah Mustahdi), pengasuh Pondok Pesantren Tahshinul Akhlaq, Cirebon; Kiai Haji Umar Mahdlor (KH Umar Sholeh alias Ki Umar Kempek), pengasuh Pondok Pesantren Kempek, Cirebon, serta Kiai Haji Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Presiden Keempat Republik Indonesia.

Padahal, kata Kiai Baridin, tiga kiai besar Cirebon dan tokoh sekaliber Gus Dur sudah diizinkan pihak keraton untuk naik ke makam Sunan Gunung Jati di pucuk Gunung Sembung. Gus Dur menolaknya dan hanya berziarah di depan Pintu Pasujudan.

Kiai Baridin berpendapat penolakan Gus Dur dan tiga ulama tadi didorong oleh sikap tawaduk terhadap kemuliaan Sunan Gunung Jati. Sebab, menurut Kiai Baridin, Sunan Gunung Jati satu-satunya wali yang pernah berguru langsung kepada Rasulullah SAW.

Ia sendiri pernah diizinkan memasuki makam Sunan Gunung Jati, namun tidak berani. “Guru-guru saya saja tidak berani, Gus Dur saja tidak berani, apalagi saya. Ada apa di atasnya, rahasia. Wallahualam bish-shawab (hanya Allah mengetahui kebenaran yang sesungguhnya). Yang jelas saya enggak berani karena Sunan Gunung Jati satu-satunya Wali yang berguru dengan Rasulullah, rohnya melayang. Masyaallah,” kata Kiai Baridin.

Dia mempersilakan para peziarah naik ke Saptarengga dengan sebuah penekanan. “Mohon maaf, jangan jadi perdebatan. Anda silakan naik ke atas, tapi jangan salahkan saya kalau ada yang tidak diinginkan dalam diri Anda, dalam kehidupan Anda,” ujarnya.

ABDI PURMONO

Pilihan Editor: Cerita Selasih, Bunga Kesukaan Sunan Gunung Jati yang Laris Kala Lebaran

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Berita terkait

Kampung Wisata Kacirebonan akan Dilengkapi Becak Wisata

6 hari lalu

Kampung Wisata Kacirebonan akan Dilengkapi Becak Wisata

Pengembangan kampung wisata Kacirebonan melibatkan tukang becak yang mangkal di sekitar keraton

Baca Selengkapnya

Jumlah Penumpang Kereta Api Lebaran Wilayah Cirebon Naik 17 Persen

12 hari lalu

Jumlah Penumpang Kereta Api Lebaran Wilayah Cirebon Naik 17 Persen

Rata-rata harian jumlah penumpang kereta api Daop 3 Cirebon mencapai lima ribu orang.

Baca Selengkapnya

Wisata Bahari Kejawanan Paling Banyak Dikunjungi Wisatawan saat Libur Lebaran di Cirebon

12 hari lalu

Wisata Bahari Kejawanan Paling Banyak Dikunjungi Wisatawan saat Libur Lebaran di Cirebon

Selama 11-15 April di libur Lebaran, ada lebih dari 50 ribu wisatawan yang berkunjung ke Kota Cirebon.

Baca Selengkapnya

Tradisi Unik Lebaran Ketupat di 5 Daerah, Salah Satunya Madura Rayakan Tellasan Topak

14 hari lalu

Tradisi Unik Lebaran Ketupat di 5 Daerah, Salah Satunya Madura Rayakan Tellasan Topak

Setiap daerah di Indonesia memiliki tradisi yang berbeda untuk merayakan lebaran ketupat yang biasanya pada 7 atau 8 syawal.

Baca Selengkapnya

Lebaran Ketupat Digelar Esok di Cirebon, Salah Satunya di Pesantren Benda Kerep

16 hari lalu

Lebaran Ketupat Digelar Esok di Cirebon, Salah Satunya di Pesantren Benda Kerep

Lebaran ketupat digelar setelah dilakukan puasa 6 hari di bulan Syawal

Baca Selengkapnya

Singgah ke Cirebon saat Libur Lebaran, Jangan Lupa Cicip Tiga Kuliner Lezat dan Bersejarah Ini

17 hari lalu

Singgah ke Cirebon saat Libur Lebaran, Jangan Lupa Cicip Tiga Kuliner Lezat dan Bersejarah Ini

Cirebon memiliki sejumlah kuliner yang bersejarah dan memiliki cita rasa yang lezat.

Baca Selengkapnya

Empat Teknisi Septic Tank Cirebon Super Block Mall Tewas, Polisi Periksa Enam Saksi

20 hari lalu

Empat Teknisi Septic Tank Cirebon Super Block Mall Tewas, Polisi Periksa Enam Saksi

Empat teknisi itu tewas setelah melakukan perawatan rutin di ruang septic tank Cirebon Super Block Mall

Baca Selengkapnya

Ziarah Kubur dan Tradisi Tanaman Selasih di Bulan Syawal

20 hari lalu

Ziarah Kubur dan Tradisi Tanaman Selasih di Bulan Syawal

Tradisi ziarah kubur saat bulan Syawal di Cirebon dan di wilayah yang dipengaruhi oleh ajaran Sunan Gunung Jati, dengan membawa tanaman selasih

Baca Selengkapnya

Polres Cirebon Selidiki Penyebab Kematian Empat Teknisi di CSB Mall

21 hari lalu

Polres Cirebon Selidiki Penyebab Kematian Empat Teknisi di CSB Mall

Tim medis rumah sakit dan Satreskrim Polres Cirebon Kota sudah mengumpulkan data dari proses otopsi keempat jenazah korban.

Baca Selengkapnya

Libur Lebaran Pengunjung Destinasi Wisata di Kuningan dan Cirebon Meningkat

21 hari lalu

Libur Lebaran Pengunjung Destinasi Wisata di Kuningan dan Cirebon Meningkat

Meski ada peningkatan, jumlah pengunjung pada libur Lebaran tahun ini belum sebanyak tahun lalu

Baca Selengkapnya